Tak seindah huruf yang merangkai katanya, tak sejernih mulut yang mengucapkan lafadznya. Disetiap pijakan langkah kakiku, aku selalu menyaksikan orang-orang yang dengan penuh pengorbanan berjuang untuk kelangsungan hidup mereka. Seperti tak kenal lelah dari hari ke hari melakukan aktivitas yang sama tanpa pernah ada harapan dan cita-cita bahwa semua itu akan berakhir dan berganti menjadi sebuah keadaan yang lebih baik.
Dari satu bis ke bis yang lain mereka mengais rizki yang telah Allah janjikan dan Allah siapkan bagi mereka yang mau berusaha. Tak jarang pula aku melihat seorang bocah kecil tengah berjalan di pinggir jalan raya untuk mengetuk pintu-pintu mobil orang-orang kaya itu, dan berharap agar mereka mau menyisihkan sebagian hartanya.
Hati ini begitu perih tatkala melihat wajah bocah kecil lugu yang tanpa dosa itu, hanya dapat memelas ketika tangan yang ia tengadahkan tidak mendapatkan hasil apa-apa. Hanya tangis dan harapan yang selalu mereka simpan dalam diam.
Memang, tak seharusnya hidup memperlakukan mereka seperti itu, tapi itulah kenyataan. Jangan salahkan kehidupan, karena hidup tak pernah salah. Lalu, siapa yang seharusnya disalahkan? Tidak ada juga yang harus disalahkan. Karena sejatinya, setiap manusia itu akan memiliki ujian hidupnya masing-masing, dan setiap manusia itu pasti juga mempunyai kadar kemampuan dan kesanggupannya masing-masing.
Semua itu hanyalah sebuah ujian, yang harus mereka - dan kita juga - hadapi dengan hati yang tulus dan ikhlas.
Itulah hidup, dan kehidupan.
Kisah sang Bocah Malang
Di usia yang masih sangat-sangat muda, gadis kecil itu sudah dituntut untuk melawan kerasanya arus kehidupan. Tidak seharusnya dia melakukan hal itu Tuhan. Tidak semestinya dia ada dijalanan seperti ini. Mengais rezeki-Mu dengan menjual suara lugunya. Dia masih terlalu kecil untuk melakukan hal itu.
Ya Allah!!! Hatiku menjerit saat melihat kedua matanya tersayup-sayup menahan kantuk yang mungkin sudah sangat menderanya. Aku menyaksikannya sendiri. Entahlah, harus bagaimana lagi aku menggambarkan suasana hatiku saat aku menatap wajah lugunya. Dia tertidur Tuhan!! Dia tertidur dipinggir pintu angkot. Aku sungguh tak tega melihatnya.
Sementara di pojok sana aku melihat seorang anak kecil sebaya dengan bocah malang itu, tengah asyik bercanda ria dengan ibunya. Dan seharusnya lah bocah malang itu seperti itu adanya.
Kini ia telah turun dari angkot yang aku tumpangi. Kembali berjalan menyusuri kerasnya arus ibu kota. Dan hatiku, masih saja mengkhawatirkan dirinya, yang mungkin masih menyimpan harapnya dalam diam, semoga ia dapat seperti anak kecil yang ada di pojok angkot. Bisa melepas tawanya dengan riang, bersama keluarga yang ia cintai, dan mencintainya.
Dalam hati aku berdo'a,
Ya Allah, berikan ia yang terbaik. Amin
(Dalam perjalanan pulang dari kampus
dlm sebuah angkot, di waktu malam)
"Bingkisan dari Kami"