25 Mei 2018

JANGAN JADIKAN IDUL FITRI SEBAGAI AJANG MENYAKITI ATAU MEMBANGGAKAN DIRI

Hari Raya Idul Fitri adalah hari yang mungkin sangat ditunggu-tunggu oleh semua umat muslim di seluruh dunia. Pasalnya, hari besar Islam tersebut adalah momen yang dapat dijadikan sebagai ajang bersilaturahim bagi sanak saudara, keluarga, dan kerabat dekat. Di hari itu tak ada satu orang pun yang tak merayakannya dengan suka cita. Hampir semua umat muslim tumpah ruah saling berkunjung satu sama lain untuk saling memaafkan, membawakan makanan, dan berbagi rejeki. Tak jarang juga mereka saling berbagi cerita satu sama lain. Yang pasti hari raya Idul Fitri adalah momen yang tepat untuk mempererat tali silaturahim.
Yang namanya bersilaturahim sudah pasti akan banyak cerita yang dibagi satu sama lain. Ada yang bercerita tentang urusan keluarga, anak, tempat kerja, dan banyak lagi kisah yang terurai di sana. Namun tak jarang juga kita dapati, ajang bersilaturahim tersebut justru membawa ketidak nyamanan saat satu dua orang menyinggung atau membahas hal-hal pribadi yang seharusnya tidak ditanyakan atau dibicarakan pada momen itu.

16 Juni 2017

Setiap Anak itu Unik

Kemarin saya memenuhi undangan dari sekolah Riski untuk mengambil rapot. Biasalah ya namanya emak² pasti berbagi tanya, "gimana nilai A, B, C, dst?" mungkin untuk sekedar membandingkan nilai anak sendiri dengan nilai anak lain. Saya sendiri pun sebagai 'orang tua', jelas ada sedikit rasa 'gimanaa gitu' saat tahu nilai 'anak' sendiri lebih rendah dari nilai temannya. Beberapa orang tua ada yang mengeluhkan nilai anaknya yang turun, namun ada pula yang bersyukur karena nilai anaknya meningkat drastis. Sementara saya, masih gamang dengan sebuah map berwarna orange yang barusan saya terima dari bu guru cantik berjilbab abu-abu itu.

Saya gamang bukan karena nilai Fariski yang gimana-gimana, tapi saya bingung menanggapi mama-mama yang begitu antusias membicarakan nilai anak-anak mereka. Karena jujur saja, setiap kali pengalaman saya mengambil rapot (baik Fariski maupun abangnya), saya selalu merasa bahwa prestasi mereka bukan untuk dibanding-bandingkan dengan anak lainnya. Kalaupun saat ini Fariski mendapat nilai yang tertera di dalam rapotnya, meski memang ada peningkatan dari segi jumlah keseluruhan, namun nyatanya banyak pelajaran yang nilainya justru turun beberapa poin dari semester lalu, dan meningkat tajam di pelajaran tahfidz dan Al Qur'an, namun saya menganggapnya bahwa itu sudah merupakan sebuah prestasi yang luar biasa bagi saya.

Ya meski dalam hati kecil saya pribadi, ada sedikit rasa iri dengan teman-temannya yang bernilai lebih tinggi darinya hingga mereka mendapatkan semacam reward dari sekolah berupa voucher belanja, namun saya sadar, bahwa kemampuan setiap anak itu tidak bisa disamakan atau disama ratakan dengan kemampuan teman-temannya. Setiap anak itu unik, dan keunikan itulah yang membuat mereka bisa unggul di bidangnya masing-masing.

Saya bersyukur karena Fariski bisa menjadi salah satu anak yang (kata bu gurunya) bisa diterima oleh semua teman-temannya. Dia bisa menjadi anak yang berani dalam kurun waktu 1 tahun terakhir ini. Berani maju ke depan untuk azan dan berasmaul husna, juga rajin beribadah. Dia menjadi anak yang baik, penurut, dan periang di mana pun ia berada.

Dan ternyata, ada begitu banyak hal yang dapat saya syukuri dari Fariski, meskipun nilai akademiknya masih masuk dalam kategori cukup, namun dia telah membuat saya bangga menjadi 'ibu' baginya selama 6 tahun terakhir ini.

Semoga ke depannya saya bisa lebih baik lagi dalam membimbing dan membinanya. Aamiin

15 Juni 2017

Arti Kehilangan

Sejak kecil, hidup telah mengajarkan tentang kehilangan pada Riski. Kehilangan seorang ibu yang amat ia butuhkan, dan kehilangan kasih sayang seorang ayah yang juga tak kalah ia perlukan. Hidup memang sudah mengajarkan padanya tentang pedihnya sebuah kehilangan, bahkan sejak ia masih belum mengerti mengapa Tuhan mengambil malaikat hatinya saat ia masih teramat membutuhkannya. Sampai saat ini, aku yakin ia masih bisa merasakan bagaimana rasanya saat ia melihat wajah pucat ibunya yang dikelilingi oleh keluarga dan orang-orang yang mencintainya, bagaimana rasanya ia menangis tatkala aku memaksanya untuk mencium wajah ibunya untuk terakhir kalinya, bagaimana rasanya saat ia menangis dan meronta memanggil ibu yang paling dikasihinya namun wanita berhati mulia itu tak kunjung datang memeluk dirinya, bagaimana rasanya saat aku mengajarinya untuk berkata “Selamat tinggal, Mama” saat sebuah keranda hijau membawa tubuh ibunya pergi menjauh dari dirinya, dari hidupnya. Dan bagaimana rasanya bertahun-tahun memendam kerinduan yang mendalam pada sosok yang tak bisa ia jumpai lagi, sampai akhirnya ia menyadari secara tidak langsung bahwa hidup ternyata telah mengajarinya tentang arti kehilangan. Begitu sakit, begitu perih, begitu menyesakkan.

12 Juni 2017

Rasa Takut

Setiap orang, pasti memiliki rasa takut dalam hal apapun. Takut pada Allah, takut pada kegelapan, takut pada orang tua, takut dimarahi, takut menyakiti, dan lain sebagainya. Kecemasan dalam menghadapi sesuatu yang belum terjadi pun juga bisa disebut sebagai rasa takut. Kita sepakat, bahwa semua orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya terkait hal apapun.

Namun nyatanya, tidak semua orang mampu untuk mengendalikan dan mengelola rasa takutnya, sebagai bagian dari pengalaman dan proses yang pada akhirnya akan berlalu dan menjadi sebuah kenangan. Tidak semua orang mampu menghadapi rasa takut, sekalipun itu hanya sekedar pergi ke kamar mandi sendirian. Banyak bayangan-bayangan aneh yang menghantui diri kita hingga membuat kita kalah dengan rasa takut yang kita ciptakan sendiri.

Sebagai manusia, sebagai makhluk yang berakal, sebagai makhluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan dibanding makhluk Allah lainnya, kita sudah sepatutnya mampu mengendalikan dan mengelola rasa takut yang kita miliki. Misalnya saja saat kita takut untuk tidur sendirian dalam keadaan lampu yang padam, karena berbagai bayang kemungkinan sudah berkelebat memenuhi pikiran kita, maka dengan akal yang sudah Allah karuniakan, kelolalah rasa takut itu dengan bijak. Kita bisa berdialog dengan diri kita sendiri, bahwa kegelapan bukanlah tempat di mana setan bersemayam untuk mengganggu istirahat malam kita. Kegelapan justru bagus untuk kesehatan kita, demikian yang saya pahami dari ajaran Rasulullah. Jika tidak percaya, bisa digoogling hadits terkait hal ini.

Dalam hal lainnya lagi, contoh kecilnya saja saat saya masih kuliah dan harus menyelesaikan tugas akhir. Di beberapa kesempatan saya harus bertemu dengan dosen pada waktu yang sebenarnya tidak saya inginkan: ya, pada saat dosen mengajar di kelas! Oh, jujur hal itu membuat saya takut. Saya tak pernah berani untuk masuk ke kelas menemui dosen di mana beliau sedang mengajar puluhan mahasiswa/i. Saya tidak percaya diri! Dan rasa itulah yang membuat saya menciptakan rasa takut dalam hati saya. Namun saya berpikir, kalau saya tidak bertemu dengan dosen ini, maka saya yang akan rugi karena tujuan saya bertemu beliau adalah untuk membantu saya menyelesaikan tugas akhir. Kalau saya terus-terusan sibuk dengan rasa takut saya, maka saya akan selamanya menjadi orang yang pengecut dan tak pernah berani mengambil keputusan di luar apa yang saya takuti. Saya terus menciptakan pikiran-pikiran positif untuk membunuh rasa takut saya. Hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk memberanikan diri bertemu dosen saat beliau mengajar. Meski dengan hati berdebar, meski timbul rasa tidak percaya diri yang memuncak, namun saya tetap melangkah maju. Dalam hati saya hanya satu: bertemu dosen hanya beberapa menit namun akan mampu mengubah hidup saya menjadi lebih baik. Daripada saya mengikuti rasa takut saya dan memilih untuk tidak bertemu dengan dosen, maka saya pun harus siap menanggung perihnya kehilangan ilmu yang harusnya bisa saya dapatkan dalam waktu beberapa menit saja.

Dan, well done! I'm do it!
Saya mengalahkan rasa takut saya hanya dalam waktu beberapa menit saja! Setelah itu saya keluar kelas dengan penuh rasa bangga. Bukan hanya Karena ilmu yang saya dapatkan, tapi juga karena saya telah mampu mengelola rasa takut saya menjadi sebuah keberanian yang melahirkan sesuatu yang lebih baik untuk saya.

Dan lagi-lagi, saat saya memiliki masalah kesehatan di fase kehidupan saya, saya tidak mau memberitahukan hal ini pada siapapun. Kecuali dengan orang atau teman-teman yang berkompeten di bidangnya. Meski saya takut, meski saya tak pernah berani bagaimana menghadapi hari esok jika saya benar-benar sakit, tapi saya tidak mau kalah dulu dengan rasa takut yang saya ciptakan sendiri. Saya paling muak memanjakan rasa takut! Saya paling enggan berlama-lama bercengkrama dengannya! Maka dari itu, meski harus sendiri saya melewatinya, tidak ada yang menemani saat harus check up ke dokter, saya tetap teguh dengan pendirian saya. Saya harus berani! Saya ke dokter sendiri, periksa darah sendiri, rontgen sendiri, semuanya sendiri! Saya kalahkan rasa takut saya, di saat orang lain masih sibuk dengan ketakutannya dan harus ditemani oleh sahabat atau kerabatnya meski hanya sekedar periksa kandungan. Saya mengalahkan rasa takut saya, dan keberanian saya itu membuat saya lega karena dokter menyatakan bahwa saya baik-baik saja.

Ya, pada akhirnya, kita semua pasti memiliki rasa takut dalam hal apapun. Namun ternyata tidak semua orang mampu mengendalikan dan mengelola rasa takutnya secara bijak. Hanya orang-orang yang beranilah yang akan mampu mendapatkan sesuatu yang lebih baik saat mereka mau selangkah saja mengalahkan rasa takutnya. Tentunya ketakutan dalam hal yang bersifat personal demi mencari kebaikanlah, dan bukan memilih berani pada Allah, orang tua, dan suami hingga merasa betul saat harus menghilangkan rasa takut pada mereka.

Wallahu'alam.

DEWASA, ADALAH SEBUAH PILIHAN DAN KEBERANIAN

      Bagiku, berani dewasa bukanlah urusan usia – meski usia memang memiliki kontribusinya – tapi ini soal sikap. Soal keberanian memilih mana sesuatu yang terbaik dari berbagai pilihan yang ditawarkan hidup. Berani menjadi dewasa adalah pilihan hidup yang tidak sederhana. Sebab menjadi dewasa bukan semata karena usia yang semakin bertambah, ia lebih kepada berani mengambil keputusan sikap, sudut pandang, pola pikir, dan tindakan nyata yang didasarkan oleh kesadaran penuh.
Dan saat ini, aku tengah belajar untuk memahami semua itu...

11 Juni 2017

Do'a Malam

Ya Allah...
Sehatkanlah tubuhku. Ampunilah segala dosa dosaku. Ampunilah segala khilaf yang pernah diperbuat oleh mata, mulut, telinga, tangan, dan kakiku. Tunjukilah aku ke jalanMu yang lurus, jalan orang-orang yang Kau beri nikmat dan Kau ridhoi.

Ya Allah...
Duhai penentu segala urusan, aku serahkan semua urusan hidup dan matiku hanya kepadaMu. Berilah jalan yang terbaik dari setiap ujian hidup yang kualami. Karena Engkau adalah sebaik baik pemberi keputusan.

Ya Allah...
Duhai Dzat Yang Maha Membolak Balikkan hati, dengarlah do'a malam dan pengharapanku ini.

Aamiin..

1 Agustus 2016

MENUAI "BIBIT UNGGUL" ANAK-ANAK KITA

Mulai pekan kemarin sudah mulai memberlakukan rule 'no gadget' selama hari sekolah. Gadget hanya boleh dimainkan saat hari Jum'at sepulang sekolah sampai Ahad siang. selebihnya, NO. Alhamdulillah Riski mulai bisa memaklumi peraturan ini dan bisa menerimanya walau kadang masih suka sedikit ngambek, tapi its ok, semua masalah bisa teratasi dengan baik. Asal alasan yang kita berikan bisa diterima oleh akal sehatnya, juga disampaikan dengan cara yang santun dan bijak, in sya Allah perlahan tapi pasti anak-anak akan mulai terbiasa dengan sedikit peraturan yang dibuat orang tua demi kebaikan mereka.
Jadi teringat kata-kata Kepala Sekolah Riski pekan lalu saat kami para orang tua diundang rapat di sana, bahwa para orang tua seharusnya tidak melulu 'mengalah' pada anak. Misal, guru bertanya pada orang tua, "Bu, kenapa anaknya terlambat melulu?" Lalu kemudian sang orang tua menjawab tanpa rasa bersalah sedikit pun, "Iya, anak saya kalo udah tidur susah banget dibanguninnya, Pak" atau "Iya, kalo abis sholat Subuh suka tidur lagi, Pak" atau.. ah masih begitu banyak alasan lainnya yang membuat para orang tua seolah ingin terus membenarkan segala tindakannya itu.
Seharusnya, masih kata KepSek Riski, kita para orang tua jangan mau 'diatur' oleh pola hidup anak-anak kita. Sebaliknya, kita lah yang seharusnya mengatur pola hidup mereka dengan baik. Jika anak sulit dibangunkan, maka kita para orang tualah yang seharusnya bertindak tegas membangunkan mereka, pastinya dengan cara yang baik tanpa harus menyakiti mereka. Kitalah para orang tua yang lebih tahu bagaimana cara menghadapi anak-anak kita, sebab kitalah yang sejak kecil merawat mereka, membersamai hari-hari mereka, yang tanpa sadar telah membentuk pola pikir dan pola hidup mereka, sehingga anak yang kita hadapi saat ini adalah hasil 'karbitan' pola asuh kita di masa terdahulu.
Untuk itu, menjadi orang tua memang tidak ada sekolahnya. Tapi seiring berjalannya waktu, seharusnya kita mampu untuk menjadi orang tua yang lebih bijak dalam mengasuh anak-anak kita. Tugas orang tua bukan hanya merawat dan memberi makan mereka dengan asupan yang bergizi, tapi juga memberikan segala input-input positif ke dalam diri mereka. Laksana kita menanam benih di dalam tanah, di mana jika kita ingin mendapatkan tanaman yang bagus, maka kita senantiasa menyiram dan memberinya pupuk, maka seorang anak juga ibarat sebuah bibit unggul yang sedang kita tanam sejak kecil. Kelak mereka akan tumbuh, tergantung bagaimana kita membentuk kepribadian mereka sedari kecil.

19 Juli 2016

Hari Pertama Sekolah Dasar

#1stday

Pagi itu, adalah pagi yang sibuk untuk Bunda, Riski. Pagi itu, untuk yang pertama kalinya Bunda menyiapkan segala keperluan sekolahmu di hari pertama sekolah dasarmu. Sebenarnya, malam sebelumnya Bunda juga sudah mempersiapkan beberapa keperluanmu seperti pakaian, snack, dan peralatan sekolahmu, hanya saja pagi itu, seperti lain dari biasanya. Bunda bangun lebih awal, bahkan cenderung tidak bisa tidur dengan nyenyak karena sering terbangun dan mengingat tentang hari pertamamu sekolah nanti. Tak ada lain yang kuharapkan semoga Allah selalu memudahkanmu, memudahkan Bunda, memudahkan kita berdua dalam menjalankan serangkaian kegiatan di sana nantinya.

Pagi itu rencananya Bunda akan mengantarmu menggunakan kendaraan umum, dengan diantar oleh A Iing menggunakan motor kita menuju pangkalan kopaja berwarna hijau itu. Namun sayang, yang kita cari tidak kunjung terlihat, akhirnya A Iing berinisiatif mengantarkan kita langsung menuju sekolahmu. Alhamdulillah jalanan lancar, hingga kita pun sampai lebih awal dibanding teman-teman barumu yang lain.

Karena masih ada banyak waktu sebelum kau memulai kegiatan, kita memutuskan untuk jalan-jalan dulu di taman depan sekolahmu. Taman yang cukup luas. Di mana kita bisa temukan banyak tanaman hijau tumbuh subur dan merayap di sana. Kita lihat danau yang cukup besar, namun sayang banyak sekali sampah menggenang di sana. Juga kita lihat tempat sampah berbentuk katak, dan dolphin. Aneka bunga berwarna warni, dan juga ada ayunan di arena bermain anak, yang menarikmu untuk segera menghampirinya, namun sayang waktu kita semakin sempit, Nak. Kita harus segera kembali ke sekolah. Di sana sudah banyak teman-temanmu yang datang, juga beberapa gurumu.

Saat waktunya tiba, kau dan teman-temanmu disambut dengan meriah oleh guru-guru di sana. Mereka menggunakan berbagai asesoris lucu yang membuatmu tertawa riang. Ya, mereka adalah guru-guru yang kelak akan mendidik, membimbing, dan membinamu selama 6 tahun ke depan, sayang. Kenalilah mereka. Akrabilah mereka seperti kau mengakrabiku, juga sayangilah mereka sebagaimana kau menyayangiku. Mereka adalah orang tua ketigamu di sekolah, selain aku dan juga almh. ibumu.

Sayang, ini adalah hari pertamamu sekolah di sekolah dasar. Sabarlah, Nak. Perjalananmu masih panjang. Bunda yakin, seiring bertambahnya usia, akan bertambah pula kedewasaanmu sebagai seorang anak yang tangguh dan cerdas. Baik-baik di sana ya, sayang. Semoga Allah berikan sahabat-sahabat terbaik, guru-guru terbaik, pelajaran terbaik, pemahaman terbaik, dan tempat terbaik dalam menjaga fitrahmu sebagai hamba Allah. Doa Bunda tak pernah putus untukmu. 

Love u, Riski sayang :)

BUNDA


27 Juli 2015

Sudah Benarkah Kita Menjalankan Perintah-Nya Dan Menjauhi Larangan-Nya?

Hampir semua dari kita mengaku muslim, mengaku-ngaku menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, namun nyatanya hanya sholat dan puasa wajib saja yang kita lakukan, itu pun kalau ingat. "Yang penting agama saya Islam, dan saya seorang muslim..." demikian hati kita bergumam.
Memang ada sebuah hadits yang mengatakan demikian, Dari Abu Dzar, dia telah  berkata bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa yang meninggal di antara umatmu dalam keadaan tanpa mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun dia berbuat zina dan mencuri." Nabi saw mengulangi sampai dua kali.
Hadits tersebut memang menyampaikan bahwa setiap muslim pasti akan merasakan surga nantinya. Tapi bukan berarti hanya dengan berstatus muslim, lantas Allah membiarkan segala dosa yang telah kita perbuat selama ini di dunia, tanpa adanya perhitungan di akhirat kelak. Status ‘muslim’ itu hanyalah sebuah kunci bahwa pada akhirnya setiap hamba yang muslim pasti akan masuk surga, namun akan tetap mengalami perhitungan dosa di akhirat sebelum pada akhirnya kita bisa mencicipi manisnya surga.
Padahal ‘menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya' banyak sekali maknanya. BANYAK! bukan hanya sekedar berstatus muslim dan mengaku beriman, lantas seolah wajar bila seorang muslimah tidak memakai hijab, jangan mentang-mentang sudah merasa muslim sejak kecil, lantas seolah wajar bila seorang muslim membuang sampah sembarangan, jangan mentang-mentang sudah merasa beriman, lantas seorang muslimah wajar memakai rok mini membentuk tubuh, lantas wajar seorang muslim merokok, lantas wajar seorang muslim tidak membaca Al Qur'an, lantas wajar bila seorang muslim tidak tergugah hatinya saat mendengar azan berkumandang, atau saat melihat saudara seimannya tengah kesusahan. Lantas....
Ah ... terlalu banyak hal yang pada akhirnya kita wajar dan lumrahkan hanya karena berdalih, "Yang penting saya kan Islam, saya sholat, puasa, zakat, saya tidak berzina, tidak mencuri, dan bla bla bla...." Banyak hal yang menjadi toleransi untuk diri kita sendiri, sampai pada akhirnya larangan dariNya menjadi tak berarti apa-apa di hadapan kita.
Padahal...
-          Sholat haruslah diutamakan. Tak boleh diundur-undurkan, apalagi ditinggalkan.
-     Puasa wajib pun juga harus disertai dengan ibadah-ibadah lainnya agar puasanya bernilai lebih di mata Allah.
-   Tidak berzina? Lalu apa artinya pegang-pegangan tangan, berpelukan, cium kening, dan lain sebagainya dengan yang bukan mahrom? Yang disebut zina bukan hanya melakukan hubungan suami istri dengan yang bukan mahrom, tapi hal-hal yang disebutkan di atas juga termasuk ZINA!!
-      Tidak mencuri secara harfiah, mungkin iya. Tapi apakah kita sudah bersikap jujur dengan sebenar-benarnya? Mungkin banyak dari kita yang tanpa sadar mengambil hak orang lain, meskipun hanya sebesar biji zarah. Hal itu tetap saja dikatakan mencuri, meski jumlahnya sedikit namun sayangnya kita tidak menyadari hal itu.
-      Al Qur’an di rumah sebaiknya tidak hanya dijadikan hiasan bufet belaka, namun harus dibaca dan dipahami artinya.
-     Menutup aurat bukan hanya sekedar berpakaian, namun tetap ada adabnya. Bagi wanita adalah menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan dengan pakaian yang longgar. Sesuai dengan QS. An Nur: 31, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Sementara untuk laki-laki adalah menutup aurat dari pusat ke lutut, longgar dan tidak tipis, serta tidak menyerupai perempuan.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang kita sepelekan hanya karena kita merasa aman dengan status muslim yang kita miliki. Sebab perintahNya bukan hanya sekedar Rukun Islam belaka, tapi lebih dari itu...

30 April 2015

Berani Lebih Dewasa Dalam Hidup

Ada seorang sahabat yang pernah berkata kepada saya: “Menjadi anak-anak adalah sebuah fase kehidupan, itu benar. Tapi kalau menjadi tua adalah sebuah kepastian, itu salah. Bagaimana dengan mereka yang belum mengalami masa tuanya, tapi sudah keburu meninggal? Bukankah tua itu artinya belum pasti?” Saya hanya tersenyum dan membalas kata-katanya dengan jawaban yang intinya begini: Yang disebut tua bukanlah dari lamanya seseorang hidup atau bayaknya angka yang mewakili usianya. Tapi menurut saya, yang disebut tua adalah bertambahnya usia seseorang dari hari ke hari. Sebab tidak ada batasan usia antara yang tua dan yang muda. Seseorang dengan usianya yang 30 tahun akan merasa muda bila dibandingkan dengan mereka yang usianya 50 tahun. Tapi seseorang yang usianya 20 tahun, akan mengatakan bahwa mereka yang berusia 30 tahun sudah terbilang tua. Jadi, yang menjadi masalahnya di sini adalah faktor bertambahnya usia, bukan banyaknya usia.

Para orang tua yang seharusnya sudah bisa menjadi dewasa, malah justru terlambat menjadi dewasa. Banyak laki-laki pengecut yang maunya enak sendiri memainkan perasaan perempuan tanpa berani bersikap dewasa untuk mengambil keputusan tanggung jawab pernikahan. Atau pelaku-pelaku kemungkaran yang tak pernah berani bersikap dewasa untuk jujur terhadap hati nuraninya yang dalam, bahwa kemungkaran akan tetap menjadi sebuah tindakan tercela walau ditutupi dengan kebaikan-kebaikan yang semu. Juga pemimpin-pemimpin yang tidak pernah bersikap dewasa menerima takdirnya sebagai pelayan rakyat. Banyak anak-anak yang menghabiskan masa mudanya hanya untuk bersenang-senang tanpa mau bersikap dewasa mengubah paradigma mereka menjadi pemuda/pemudi yang lebih aktif dan produktif. Atau pedagang-pedagang culas yang hanya memikirkan keuntungan pribadi mereka semata tanpa pernah berani dewasa bahwa menerima hukum usaha yang adil adalah lebih baik untuknya. Dan juga orang-orang yang tidak berani dewasa, bila miskin ia mengeluh, angkuh, dan kufur, bila kaya ia tak bersyukur, bila bodoh ia menipu, dan bila pintar ia membodohi orang.

Berani dewasa adalah keputusan jiwa yang tidak sederhana. Sebab seringkali ia berada pada posisi yang sangat kontras dengan fitrah lahiriyah seseorang.

Berani hidup harus berani dewasa. Berani dewasa harus berani mengambil sikap dan keputusan untuk kehidupan yang lebih baik. Berani dewasa juga perlu perngorbanan yang tidak mudah. Harus berani mengalah untuk menang. Harus berani mengambil resiko, menerima tantangan, mencari ilmu yang bermanfaat, memberikan contoh yang baik, berani berbuat tidak hanya bicara, memberikan kebaikan di manapun ia berada dan berani menatap kehidupan di masa mendatang. 

Berani hidup harus #BeraniLebih dewasa. Hidup ini memang tidak mudah. Namun lebih tidak mudah lagi jika hidup tanpa berani menjadi dewasa. Bahwa fase demi fase adalah kepastian. Setiap usia punya jenjangnya, ada situasinya, sulit dan mudahnya. Tapi keberanian menjadi dewasa adalah sebuah keniscayaan yang dengannya kita lalui segala fase itu, kita kejar cita-cita akhir kita, di puncak keridhoan Allah swt.

Jumlah kata: 436
Facebook: Nurlaila Zahra
Twitter:@sarah_kecee



31 Maret 2015

Memetik Pelajaran dari Kepergian Sang Idola

Sahabat saya yang selalu dirahmati Allah SWT,

Beberapa hari terakhir ini kita mungkin telah dikejutkan dengan sebuah kabar duka yang melanda dunia hiburan tanah air. Ya, kabar meninggalnya salah satu artis dan komedian Indonesia, Olga Syahputra, jelas melahirkan sebuah kedukaan yang cukup mendalam, baik bagi keluarga, sahabat, para penggemar, dan juga mungkin hampir seluruh masyarakat Indonesia ikut berduka karenanya. Termasuk saya.

Saya memang bukan penggemar berat Alm. Olga, namun saya salah satu yang termasuk merasa terhibur dengan canda dan humor yang diciptakan olehnya, dan sedikit mengikuti perkembangan beliau semasa hidupnya. Jadi saya rasa wajar apabila untuk saat ini saya cukup merasa kehilangan sosok yang begitu dicintai oleh masyarakat Indonesia.

Kepergian Olga, sudah pasti meninggalkan duka yang mendalam bagi semua orang yang menyayanginya. Baik yang mengenalnya secara langsung, maupun tidak, seperti saya. Namun dalam hal ini, setidaknya ada tiga pelajaran yang bisa saya petik, baik dari sosok Olga maupun kepergiannya yang terkesan begitu cepat. Yang tentunya sangat mengingatkan saya akan janji-janji yang sudah Allah katakan dalam firman-Nya.

Yang pertama, sosok Olga nampaknya mampu memberikan sebuah pelajaran berharga pada kita yang masih hidup, bahwa semasa hidupnya, Olga selalu berbuat baik pada siapa pun, khususnya pada keluarganya. Kita bisa lihat dalam firman Allah SWT QS. 2 : 83, …..Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”

Dalam ayat tersebut dijelaskan, bahwa Allah SWT sudah mewajibkan kita untuk selalu menyembahNya, berbuat baik tidak hanya kepada orang tua, tapi juga pada keluarga, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta diperintahkan untuk berkata yang baik pada sesama manusia, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Tapi di akhir kalimat Allah kembali mengingatkan, bahwa hanya sebagian dari kitalah yang mau mengikuti semua perintah itu, dan sebagian yang lain lebih memilih untuk berpaling mencari kesenangan dunia yang lain. Di sini kita bisa lihat, bahwa semasa hidupnya, -in sya Allah- Olga sudah melaksanakan hampir semua hal yang Allah perintahkan di atas. Dan sudah sepatutnya hal ini menjadi sebuah pembelajaran untuk kita semua agar tidak menjadikan nikmat duniawi sebagai alat untuk menjerumuskan diri kita sendiri ke lembah dosa, melainkan bersyukurlah dengan hal-hal yang baik.

Yang kedua adalah, bahwa kebaikan seseorang, apabila dilakukan secara kontinyu meski kapasitasnya sedikit, akan berdampak sangat luar biasa ketika seseorang itu telah tiada. Seperti apa yang Allah firmankan dalam QS. 2 : 110, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

Sekali lagi kita tahu, bahwa apapun yang sudah Olga lakukan semasa hidupnya, jika itu merupakan sebuah kebaikan, maka sejatinya kebaikan itu juga untuk dirinya sendiri. Masalah pahala memang urusan Allah, namun jika melihat lautan manusia yang mengiringi kepergian Olga, jelas menunjukkan bahwa sosok Olga bukan hanya sekedar manusia bernyawa pada umumnya, namun in sya Allah kebaikannya banyak dirasakan oleh banyak orang hingga hal itu menjadi sebuah keberkahan untuk dirinya.

Dan yang ketiga adalah, bahwa kematian sejatinya selalu mengincar kita, kapan pun dan di mana pun. Kita tidak pernah tahu kapan waktu kita harus menghadapNya. Saat ini mungkin Olga yang harus pergi lebih dulu, namun bisa jadi tak lama setelahnya, kita yang akan menyusulnya menghadap Sang Khaliq. Ini jelas tertulis dalam firmanNya QS. 3 : 145, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya……”

Artinya, Allah sudah menentukan kapan waktu kita menghadapNya. JanjiNya yang sudah pasti adalah, bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Begitu pun dengan Olga. Terlepas dari perihal apa yang mengantarkan Olga menuju ke haribaanNya, tetap saja bahwa hal ini adalah takdir Allah yang tidak bisa diingkari. Banyak orang mengatakan bahwa Olga adalah orang yang baik, namun bukan berarti Allah tidak punya hak untuk menentukan cara bagaimana ia harus berpulang ke rahmatNya. Semua adalah rahasia Allah. Secara pribadi, saya hanya mampu mendoakan semoga sakit yang dideritanya selama ini, mampu menggugurkan setiap inci dosa yang melekat pada diri Olga. Semoga Allah terima segala amal ibadahnya, dan dilapangkan kuburnya. Aamiin.

Dan salah satu cara mempersiapkan kepulangan kita kelak adalah, dengan senantiasa memperbaiki diri hari demi hari, bermanfaat bagi sesama, dan selalu mendekatkan diri padaNya.

17 Maret 2015

5 Point Tentang Blog Dija

Jika bicara soal Blog Dija, maka yang ada dalam pikiran saya hanya satu: Pasti selalu ada foto yang membersamai setiap kali Mbak Elsa posting agenda kegiatan Dija. Entah kenapa, saya selalu kepo dengan blog Dija, selalu menanti ada apakah gerangan di postingan Dija selanjutnya. Nah, kali ini, berhubung saya nggak bisa terlalu banyak melakukan mukaddimah atau pembukaan, maka langsung saja saya ingin me-review kelima point penting dari blog Dija yang hampir berusia 5 tahun itu, persis dengan usia Dija yang juga sebentar lagi akan memasuki usia ke 5 tahun.

Dija itu anak yang pintar dan cerdas

di dalam postingan yang ini Dija sudah bisa berhitung angka 1 - 10, meski memang dijelaskan oleh Ola Elsa kalau tulisan angkanya masih sering salah, nggak apa-apa, karena di usia Dija kala itu yang baru mau beranjak 3 tahun, pencapaian seperti itu adalah hal yang sangat luar biasa yang bisa dilakukan oleh seorang anak seperti Dija. Selain itu, di postingan ini Dija juga sudah mampu menghafal surat-surat pendek dalam Al Qur'an di usianya yang masih sangat belia, di mana biasanya anak-anak seusianya di luar sana masih belum mampu menghafal. (saya sedikit iri karena kemampuan Riski sangat berbeda dengan Dija, hehehe)

Dija itu cantik

Mungkin karena salah satu alasan ini yang membuat saya selalu menanti-nanti postingan dari blog Dija yang dibuat oleh Ola Elsa. Foto-foto yang selalu menyertai setiap postingan, selalu membuat saya terkesima dan membuat setiap postingan terkesan sangat hidup. Apalagi teknik pengambilan gambar yang dilakukan Ola Elsa sangat bagus sehingga foto-foto yang ditampilkan di blog selalu menari perhatian pembaca, khususnya saya sebagai pembaca setia blog Dija.

Sekarang tentang blog Dija- nya, yaa...

Blog Dija sangat kreatif sekali

Sejak saya mengenal Blog Dija, saya selalu suka dengan dekorasi blog yang ditampilkan Ola Elsa dalam blog Dija ini. Baik dari segi desain blog nya, maupun setiap gambar dalam postingan yang membutuhkan editan, yang ditampilkan selalu berbeda dari postingan-postingan sebelumnya, dan warna-warna yang ditampilkan juga selalu cerah, menarik hati setiap pembaca untuk selalu berkunjung lagi dan lagi..

contohnya yang ini ...

dan juga yang ini...

kedua gambar di atas menurut saya sangat kreatif dan inspiratif sekali karena kedua tulisan yang mengiringi kedua gambar tersebut selalu mempunyai karakter yang berbeda dan sangat kuat. Mungkin inilah yang membuat blog Dija selalu dinanti oleh para pembacanya.

Foto-foto Dija selalu ciamik

Saya selalu suka dengan foto-foto di dalam Blog Dija. Selain Dija-nya yang cantik dan manis, teknik pengambilan gambar yang dilakukan Ola Elsa juga sangat ciamik. Tapi kalau disuruh milih mana foto yang paling saya suka, semuanyaaaa saya suka. Sukaaaa banget kalau lagi liatin foto-foto yang ada di blog Dija. Sekali lagi, blog Dija sangat inspiratif karena terkadang saat saya menemukan sebuah foto yang bagus, saya seperti menemukan inspirasi baru dalam teknik membidik objek saat memotret.

Yang terakhir.... apa ya...

Blog Dija sangat informatif

Sempet bingung sih sebenarnya saat menentukan point ke lima tentang blog Dija ini, karena menurut saya blog Dija ini udah kayak kue yang enaaakkk banget rasanya, yang siapapun pasti suka. Tapi jujur deh, Blog Dija memang sangat informatif karena di hampir setiap postingan selalu ada catatan Ola Elsa mengenai perkembangan Dija, yang secara tidak langsung juga bisa menjadi pelajaran buat saya dalam mengasuh Riski. Catatannya sangat simple namun pasti sangat berkesan bagi yang membacanya. Hal seperti ini pasti bisa menjadi kesan tersendiri untuk Dija, kelak saat ia sudah mulai paham tentang semua dokumentasi tentang tumbuh kembang dirinya.

Mungkin segitu aja yang bisa saya tuliskan. Bingung sebenarnya mau nulis apa, karena sebenarnya saya nggak terlalu bisa berceloteh melalui tulisan. Semoga sedikit review ini bisa memberi kesan tersendiri baik untuk Mbak Elsa maupun Dija kelak. Aamiin. 

note:
salam dari Riski untuk Dija :)


6 Maret 2015

Sesuatu dan Kenangan

Sahabat,
Pernahakah kalian merasakan sesuatu yang kalian sendiri tidak bisa menerjemahkan sesuatu itu? Kalian terdiam, seolah tidak melakukan apa-apa, padahal kalian berpikir tentang sesuatu itu. Ada sebuah rasa kehilangan yang menyayat kalbu, namun sebenarnya kalian tidak pernah memiliki kehilangan itu. Ada sebuah ruang yang sedikit hampa karena sudah terlalu lama kosong karena kepergiaan sesuatu itu. Saat diam, yang ada dalam pikiran hanya satu: sesuatu itu! Begitu banyak kenangan yang terlukis di memori, namun sedikit pun tak pernah hilang dalam ingatan. Entah karena apa...

Sahabat,
Sesuatu yang terkadang kita anggap mudah untuk meraihnya, jika Allah tuliskan bahwa sesuatu itu tidak baik adanya untuk kita, maka semua akan terasa sulit untuk digapai, meski pada awalnya terasa sangat mudah. Sebagai manusia biasa, kita wajib berprasangka baik pada-Nya. Bukan karena dipaksa untuk itu, melainkan kita harus yakin bahwa ketetapan Allah lah yang terbaik untuk kehidupan kita selanjutnya.

Kenangan itu boleh saja terus melekat dalam benak kita, laiknya noda yang tidak bisa hilang pada pakaian. Sebab seperti yang disampaikan Pak Mario Teguh, bahwa melupakan sebuah kenangan itu sesulit mengingat sebuah masa yang belum pernah kita alami atau temui.

Mari kita kelola sesuatu dan kenangan masa lalu kita secara bijak, agar hal itu tidak menghambat langkah kita untuk terus bergerak dan meraih masa depan kita....

5 Maret 2015

Penurunan Daya Ingat

Lagi.... dan lagi...

Ini untuk yang kedua kalinya saya mengalami pengalaman tidak mengenakkan saat berada di depan mesin ATM. Bukan, bukan karena tindakan orang yang tidak bertanggung jawab kepada saya, hanya saja... saya yang teramat ceroboh karena telah dua kali melakukan kesalahan yang sama. Yak, hari ini saya lupa mengeluarkan kartu ATM saya dari mesin ATM. Subhanallah, sebelumnya hal ini pernah saya lakukan juga beberapa tahun silam. Entah, apakah waktu itu saya juga menuliskan pengalaman ini di blog atau tidak, saya lupa. Yang pasti saya sudah dua kali melakukan kecerobohan ini. Sampai akhirnya mesin ATM itu berbunyi, dan alhamdulillah nya saya masih ada di lokasi Bank karena hendak menyetorkan uang juga pada teller. Mesin ATM itu berbunyi namun saya masih belum sadar bahwa bunyi itu menandakan bahwa kartu ATM saya masih ada di sana dan belum saya keluarkan.

Ya Allah, lemas sekali rasanya kaki saya kala itu. Membayangkan jika saya langsung bergegas pergi setelah dari ATM dan tidak mampir dulu ke teller, lalu ada oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan hal-hal yang tidak saya inginkan atas kartu ATM saya itu. Meski memang mesin itu pasti akan berbunyi jika kartu yang masih ada di dalamnya tidak diambil dalam waktu beberapa lama. Untung saja teller cantik yang melayani saya segera ngeh dan langsung menegur saya. Tapi karena bingung, saya masih belum sadar kalau saya memang belum mengeluarkan kartu ATM itu. Alhamdulillah Pak Satpam yang ada di sana begitu cekatan sehingga saat mesin ATM itu berbunyi, ia langsung berlari dan menekan tombol cancel, dan akhirnya kartu ATM saya bisa keluar tanpa harus tertelan di dalamnya. Saya mengucapkan terima kasih pada Pak Satpam lalu duduk termenung memkirkan apa yang barusan saja saya lakukan.

Sepanjang perjalanan pulang dari bank, saya terus memikirkan hal itu. Betapa ternyata, mungkin daya ingat saya sudah mulai menurun atau karena memang terlalu banyak to do list hari ini yang menyebabkan saya jadi kurang berkonsentrasi. Tapi paling tidak saya masih bisa bersyukur karena saya tidak harus pusing memikirkan kemana hilangnya kartu ATM saya. Mungkin juga karena masih rezeki, dan hal ini seharusnya bisa menjadi pelajaran yang sangat...sangat berharga buat saya, mengingat hal ini sudah dua kali saya alami.

Entah bagaimana caranya untuk bisa kembali meningkatkan daya ingat. Tapi selama ini saya selalu berusaha untuk senantiasa beristighfar. Sebab kalimat istighfar adalah kalimat permohonan ampun pada Allah Swt, senantiasa mengingat Ia kapan dan di mana pun, sehingga mudah-mudahan bisa membantu saya untuk terus mengingat hal-hal apa saja yang harus saya lakukan, kerjakan, dan segala amanah yang diberikan Allah pada saya.

Aamiin...

27 Februari 2015

Hiatus VS Pencapaian

Sahabat yang tersayang,

entah sudah berapa lama saya mengangguri blog ini sampai saya sendiri tidak ingat tema apa yang saya bahas di postingan terakhir saya dalam blog ini. Terkadang saya merasa sedih melihat semangat diri saya yang terkadang naik turun untuk tetap aktif menulis di blog ini. Saya selalu menyadari bahwa untuk tetap aktif menulis, memang diperlukan kedisiplinan dan kekonsistenan untuk terus mengisi hari dengan menulis. Menulis apa saja, apa pun yang bisa dibahas dan diambil hikmahnya bisa menjadi tema yang menarik untuk dibahas. Dan sebenarnya saya mempunyai prinsip seperti itu sejak beberapa bulan ini. Namun entah apa yang pada akhirnya membuat saya jadi kembali bisu dan bungkam untuk menulis. Berbagai alasan dikemukakan tapi mungkin akhirnya akan menjadi klise. Entah akhir-akhir ini sibuk di kantor lah, di rumah lah, mengajarlah, inilah, itulah, dan berbagai alasan lainnya hingga teramat membuat saya melupakan kejadian atau hikmah apa yang saya dapati setiap harinya. Padahal mestinya saya bisa setiap saat menulis tentang hikmah dan pelajaran apa pun yang saya dapatkan setiap harinya. Tapi yaaa... mungkin inilah sifat kemanusiawian saya, khilaf. Dan kini saya merasa sangat bersalah saat saya harus melalui hari-hari kemarin tanpa pelajaran yang bisa saya goreskan di blog ini.

Tapi paling tidak, saya bisa sedikit menebus rasa bersalah itu dengan satu kebahagiaan yang pada akhirnya menghampiri saya. Beberapa hari yang lalu Buku Kumpulan Cerpen saya sudah terbit di rasibook.com. Berikut penampakan cover yang bisa sahabat lihat...


Saya merasa covernya amat simple, karena memang saya tidak mengambil paket revisi cover. Jadi sekian rupiah yang saya bayarkan, saya sudah terima bersih semua prosesnya. Meski memang ada beberapa kekuranganyang saya sesalkan di akhirnya, namun saya berusaha menerima semua itu sebagai pengalaman pertama saya menerbitkan buku. Overall, saya sangat senang dan bersyukur atas pencapaian yang saya lakukan ini. Paling tidak saya patut bersyukur pada Allah Swt karena telah memberikan saya kesempatan untuk menelurkan satu buku hasil karya saya pribadi. Saya berharap semoga pencapaian pertama saya ini bisa disusul dengan karya-karya saya lainnya yang juga bisa dinikmati oleh banyak pembaca.

Bagi yang berminat membacanya, bisa segera pesan bukunya di sini. Enjoy reading :)

13 Januari 2015

Titik Lemah

Setiap manusia pasti memiliki titik lemah dalam hidupnya. Titik lemah ini adalah satu titik dalam dirinya yang bila diuji dengan sesuatu hal, titik ini bisa jadi sangat lemah atau bahkan bisa membuat seseorang itu sangat tidak berdaya lantaran sesuatu yang disebut ujian tadi. Ujian dalam hidup ini bermacam-macam bentuknya. Bisa berupa harta, tahta, jabatan, ataupun pasangan hidup. Dari tiap-tiap ujian itu bisa saja menghampiri kita sebagai makhluk lemah yang tidak memiliki daya upaya apapun jika hati dan jiwa kita jauh dari Rabb semesta alam, Allah Azza Wajalla.

Setidaknya ada empat hal yang wajib kita waspadai terkait ujian hidup yang mungkin saja salah satu di antara empat hal itu merupakan titik lemah kita sebagai manusia. Yang pertama adalah, jika kita diuji dengan syahwat dan hawa nafsu, bisa mungkin ada yang tidak beres dalam sholat kita. Mengapa sholat? Sebab dalam QS. Maryam ayat 59, Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka datang sesudah mereka suatu keturunan yang mereka telah melalaikan sholat dan memperturutkan syahwat hawa nafsunya.”.

Sebagai manusia yang berakal, jika hal pertama tadi adalah titik lemah dalam diri kita, ada baiknya kita segera periksa sholat kita. Apakah selama ini menunaikan sholat hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban, hanya untuk dipuji orang lain, atau semata-mata hanya karena Allah? Apakah kita sudah cukup khusyuk dalam melaksanakannya, atau masih sering memikirkan hal-hal lain saat sholat? Sudah tepat waktukah, atau malah sering mentakhirkannya? Atau bahkan kita sering lalai dalam menjalankannya? Patutnya kita periksa semua hal itu.

Hal yang kedua adalah, jika kita merasa keras hati, berperangai akhlak buruk, sial, sengsara, dan seolah tidak ada kemudahan, periksalah hubungan kita dengan ibu dan bakti kita terhadapnya. Mengapa demikian, sebab dalam QS. Maryam ayat 32, Allah SWT berfirman, “dan (Dia jadikan aku) berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” Dari ayat tersebut sudah sangat jelas, jika kita ingin merasa mudah dalam melangkah di kehidupan, maka berbakti pada orang tua adalah hal yang paling utama yang harus dilaksanakan. Sebab satu hal yang mesti diingat, bahwa ridho orang tua adalah ridhoNya Allah. Tidak akan pernah kita merasakan nikmatnya kemudahan dalam segala hal jika orang tua kita tidak ridho pada apa yang kita lakukan. Nauzubillahi minzalik.

Yang ketiga adalah, jika kita merasa depresi, tertekan, dan kesempitan dalam hidup, maka sebaiknya kita memeriksakan interaksi kita dengan Al Qur’an. Karena dalam QS. Thaha ayat 124, Allah SWT telah berfirman, “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Al Qur’an – berzikir), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” Bukankah ayat tersebut sudah sangat jelas memberitahu kita, bahwa jika ingin hidup lapang, maka jangan pernah sekali-kali kita melupakan Al Qur’an. Bacalah setiap hari meski tidak bisa membaca banyak dalam sehari. Paling tidak jika kontinuitas interaksi kita dengan Al Qur’an sudah cukup bagus, maka dengan sendirinya hati kita akan merasa lapang dan satu per satu masalah akan terselesaikan dengan baik. Jadikanlah Al Qur’an sebagai teman sehari-hari bukan malah hanya menjadi pajangan di dalam buffet rumah kita, hanya karena Al Qur’an yang kita miliki boleh kita beli di Mekkah. Ingatlah, bahwa rumah yang senantiasa diperdengarkan Al Qur’an setiap harinya, akan membuat para penghuninya selalu diliputi perasaan aman, nyaman, dan tenteram. Karena Al Qur’an itu adalah obat dari segala penyakit hati.

Dan yang terakhir adalah, jika kita merasa kurang tegar dan teguh di atas kebenaran dan gangguan kegelisahan, maka periksalah bagaimana pelaksanaan kita terhadap nasihat yang kita dengar. Allah SWT berfiman dalam QS. An Nisa ayat 66, “Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih meneguhkan (iman mereka).” Maka dari itu, apabila kita mendengar suatu kebaikan dari mulut seorang alim ulama, hendaklah kita mendengar dan melaksanakannya dengan ikhlas. Sebab orang yang mengetahui sebuah kebaikan namun ia tidak melaksanakannya, maka ia termasuk pada golongan orang-orang yang munafik.

Semoga keempat hal tadi bisa menjadi peringatan untuk kita sebagai hamba yang lemah, bahwa titik lemah dari masing-masing kita berbeda-beda, sehingga kita diharuskan untuk introspeksi diri setiap hari agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang tidak beruntung sebab dari hari ke hari tidak ada perbaikan yang kita lakukan.

9 Januari 2015

Epilog Seorang Hamba

Tuhan,
Setiap orang pasti memiliki masalah dan beban hidup masing-masing. Setiap masalah seseorang, juga bergantung pada kadar keimanan dan kemampuan setiap hamba. Aku tahu, Tuhan, bahwa kadar keimanan dan kemampuanku masih belum terlalu tinggi, jadi aku mohon Tuhan, tolong kuatkanlah aku dalam menghadapi semua beban hidup ini. Segala amanah dan tanggung jawab yang Kau pikulkan di pundakku, tak pernah sedikitpun aku meminta untuk Kau kurangi, tapi aku hanya berharap kekuatan, kesabaran, serta keikhlasan hati dan jiwaku untuk dapat melewati semua itu.

Tuhan,
Kepergian sosok Ayah dalam hidupku selama hampir dua puluh enam tahun perjalanan hidupku, juga bertubi-tubi amanah, serta tanggung jawab yang ada di pundakku, telah menjadi cobaan terberat dalam hidupku. Jika semua cobaan ini merupakan ganjaran dariMu atas segala salahku di masa lalu, lalu sampai kapan aku harus menebus semua salahku, Rabb?

Tuhan,
Terkadang aku merasa kuat dan tegar menghadapi semua ini, namun ada saat di mana aku terlalu lelah menghadapi semuanya sendiri, hingga hanya ada air mata yang selalu menemani kesendirianku. Aku merasa lemah, aku terlalu letih, Rabb.

Tuhan,
Mohon ampuni semua salah dan khilafku. Aku hanya seorang hamba yang terkadang hanya tidak mampu menahan segala beban yang menggelayut di bahuku. Aku hanya ingin sedikit bercerita dan bersandar padaMu, itu saja. Terima kasih, Rabb….

6 Januari 2015

Menjemput Rezeki dengan Cara yang Allah Ridhoi

Mencari rezeki atau mencari nafkah untuk keluarga, bagi kita merupakan sebuah pilihan yang memang harus kita lakukan demi menyambung kelangsungan hidup kita maupun orang-orang yang kita cintai. Mencari rezeki, sejatinya adalah kita melakukan sebuah pekerjaan, entah itu kita bekerja pada pemerintah, perusahaan swasta, atau bisnis serta membuka usaha sendiri. Semuanya bisa kita lakukan demi mencari rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan hidup.

Dalam mencari rezeki, ada beberapa hal yang mungkin harus kita ketahui dan pahami agar rezeki yang kita dapat tidak hanya bernilai dari segi kuantitas saja namun juga bisa mengandung keberkahan di dalamnya. Satu hal yang harus kita sadari bahwa semua rezeki yang kita dapatkan itu datangnya dari Allah. Semua rezeki dan nikmat yang kita rasakan, semata-mata karena atas izinNya. Tidak mungkin kita dapat menikmati manisnya rezeki jika bukan atas izinNya. Maka dari itu, patutlah bila kita mengutamakan kehalalan dari setiap rezeki kita. Sebab segala yang halal di mata Allah adalah baik.

Selain kehalalan rezeki, cara untuk mendapatkan rezeki juga merupakan kunci utama dalam proses mencari nafkah. Rezeki yang halal mungkin belum tentu didapat dengan cara yang Allah sukai. Tapi rezeki yang didapatkan dengan cara yang diridhoi Allah, sudah pasti rezeki itu adalah halal.

Ada berbagai cara yang dapat kita lakukan dalam mencari rezeki. Salah satunya saja adalah berdagang. Membuka usaha sendiri, di kalangan masyarakat saat ini sudah menjadi hal yang wajar, karena bisa dikatakan sebagian besar penduduk ibu kota memiliki profesi berdagang. Berdagang adalah sebuah pekerjaan baik yang in sya Allah akan menghasilkan rezeki yang halal bila dilakukan dengan cara yang baik pula. Tapi bisa juga rezeki yang dihasilkan dari berdagang itu berubah menjadi haram apabila cara yang dilakukan adalah cara-cara yang merugikan orang lain, atau bahkan bersifat musyrik (menduakan Allah).

Selain kehalalan dan cara yang dilakukan menjadi faktor penting dalam meraih rezeki, ternyata interaksi atau kedekatan kita kepada Allah juga menjadi kunci utama dalam mencari keberkahan rezeki. Cara dan kehalalan mungkin sudah kita lakukan, tapi apabila karena alasan mencari rezeki menjauhkan kita pada Allah, maka tanpa kita sadari rezeki yang kita dapatkan akan kehilangan esensi keberkahannya.

Katakan saja demi mencari rezeki yang banyak, seorang pedagang sampai rela meninggalkan sholatnya lantaraan takut kehilangan pelanggan apabila dagangannya ditinggal sebentar untuk sholat. Lalu demi sebuah gadget baru, seorang staf rela melakukan korupsi . Atau demi sebuah jabatan tinggi, seorang muslimah rela menanggalkan hijabnya. Hal-hal semacam itu adalah contoh bahwa kurangnya iman seseorang dalam proses pencarian rezeki, akan membuat rezekinya kehilangan keberkahan. Mungkin mereka akan mendapatkan apa yang mereka harapkan, tapi mereka tidak akan pernah cukup dengan semuanya karena yang ada dipikiran mereka hanya duniawi saja. Bagaimana caranya mendapatkan rezeki sebanyak mungkin, tanpa mengindahkan syariat dan aturan yang berlaku dari Tuhannya.

Mereka lupa bahwa rezeki yang mereka dapat datangnya dari Allah. Dan mereka seolah tidak mau menyadari bahwa untuk mendapatkan rezeki Allah, maka mereka haruslah melakukan apapun yang Allah perintahkan. Mereka hanya menuntut hak tanpa mau menunaikan kewajiban mereka sebagai muslim. Jika sudah seperti itu keadaannya, maka cepat atau lambat mereka akan kehilangan rezeki yang sudah mereka dapat, tanpa mereka sadari. Entah karena gaya hidup mereka yang hedonis hingga membuat mereka boros, atau mungkin mereka akan ditimpa kemalangan maupun kesakitan yang menyebabkan harta mereka terkuras untuk biaya pengobatan. Wallahu ‘alam.

24 Desember 2014

Keputusan

Hari ini, satu keputusan telah kuambil. Satu keputusan yang telah melewati tahap doa dan ikhtiar yang cukup panjang. Bismillah, aku yakin kalau keputusan ini adalah yang terbaik yang bisa aku berikan untuk masa depanku kelak. Aku yakin Allah telah pula menuntun langkahku untuk mengambil keputusan ini. Keputusan terbaik untukku, keluargaku, dan masa depanku. Aku hanya bisa berharap kembali dalam hati – sambil tak lupa juga terus berdoa dan berikhtiar – agar suatu saat nanti Allah masih berkenan memberikan jalan terbaikNya untukku. Saat ini aku hanya bisa terus memperbaiki diri setiap saat, agar kelak jalan takdir yang diberikan Allah juga lebih baik dari saat ini. Aku hanya ingin memantaskan diriku untuk sebuah masa depan yang cerah dan lebih baik. Semoga Allah selalu membersamai langkahku, dan selalu meridhoi setiap keputusan yang kuambil demi kebaikan semuanya. aamiin.

Jakarta, 
Pasar Minggu, Pojok Kamar
9.40 PM

19 Desember 2014

Surat Terbuka Untuk Bapak Pemerintah (Ini Jilbab Kami)

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Kepada Yth.

Bapak Pimpinan Pemerintah Pusat dan Bapak Pimpinan PemProv DKI Jakarta yang saya hormati.

Perkenalkan saya Sarah. Seorang wanita berjilbab yang tinggal di salah satu kota terbesar di Indonesia ini, DKI Jakarta. Mungkin bagi Bapak sekalian, tidaklah penting siapa nama yang tertera dalam KTP saya, namun bersama surat ini, saya hanya ingin menyampaikan goresan hati saya yang beberapa waktu terakhir ini sangat mengganjal pikiran saya.

Begini, Bapak-Bapak sekalian,
Belum lama ini saya mendapat sebuah informasi dari salah seorang adik perempuan saya yang duduk di bangku kelas 5 di salah satu SD negeri di Jakarta Selatan, bahwa ia disuruh untuk mengumpulkan beberapa lembar pas foto yang katanya akan digunakan untuk keperluan pengisian raport. Sampai di sini, saya rasa tidak ada masalah yang berarti buat saya. Namun informasi yang disampaikan berikutnya oleh adik saya, adalah sebuah berita yang teramat menyakitkan untuk saya. Ia mengatakan kalau foto yang dikumpulkan adalah foto tanpa mengenakan penutup kepala / jilbab / kerudung. Sementara adik perempuan saya sudah sejak lama baik dalam keseharian maupun bersekolah, dengan menggunakan hijab. Jelas saja hal itu menjadi sebuah kejanggalan untuk saya, selaku seorang wanita muslimah yang juga mengenakan jilbab dalam keseharian saya.

Ingin melakukan protes, tapi saya tidak tahu pada siapa. Pihak sekolahpun pastinya tidak mau tahu dengan apa yang menjadi keberatan untuk saya. Dan setelah saya tanyakan lebih lanjut dengan salah satu guru yang mengajar di sekolah negeri, benar saja bahwa katanya hal itu merupakan sebuah peraturan baru dari kepemerintahan yang baru. Subhanallah!!

Tak habis pikir rasanya diri ini. Mengapa dalam hal berjilbab dalam foto saja, adik saya maupun ribuan muslimah lainnya yang mengalami kasus yang sama seperti adik saya, mesti dilarang dengan alasan yang tidak jelas?? “Peraturan baru.” Demikian alasan yang terlontar dari pihak sekolah. Allahu Akbar!!

Mungkin sebagian orang akan menganggap kalau apa yang saya bicarakan ini adalah persoalan sepele, dan nampaknya saya saja yang terlalu melebih-lebihkan kasusnya. Namun bagi saya – yang sudah sejak lama mendidik adik perempuan saya untuk berjilbab sejak dini – persoalan jilbab bukanlah hal sepele yang dapat diremehkan oleh siapapun. Dalam agama Islam, jilbab adalah sebuah perintah yang Allah sampaikan langsung dalam Al Qur’an Surat Al Ahzab ayat 59, yang ditujukan untuk seluruh kaum muslimah di muka bumi ini. Maka dari itu saat saya mengetahui peraturan baru ini, tersentak rasanya seluruh jiwa raga saya. Mengapa semakin hari, kami – para muslimah – merasa semakin terpinggirkan oleh berbagai peraturan yang ‘katanya’ datangnya dari pemerintah. Entah dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.

Wahai Bapak Pimpinan Pemerintahan Pusat maupun Daerah…
Saya, dan mungkin puluhan ribu muslimah lainnya, baik yang ada di Indonesia maupun di Jakarta khususnya, hanya menginginkan hak kami sebagai seorang penganut salah satu agama di Negeri ini, terpenuhi dengan layak. Kami bukanlah teroris, kami bukanlah penjahat, kami hanya berusaha menjadi warga Negara yang baik, sekaligus selalu ingin berusaha menjadi umat beragama yang taat pada setiap perintah serta ajaran yang Tuhan dan agama kami ajarkan. Kami tidak menuntut banyak hal pada Bapak Pemerintah. Kami hanya ingin ketenangan dalam setiap usaha kami mengamalkan ajaran-ajaran Allah Swt, Tuhan kami. Kami hanya ingin menjadi hamba yang sebenar-benarnya taat pada Tuhan kami, Allah Swt, dengan senantiasa menjalani segala perintahNya dan menjauhi setiap laranganNya. Itu saja. Tolong Bapak sekalian jangan mempersulit kami dalam menjalani keyakinan kami di negeri kami tercinta ini, Indonesia, dan di kota kami tercinta ini, Jakarta.

Bagi kami, jilbab bukanlah sebuah gaya dan trendi seperti yang banyak digaungkan sebagian wanita pada umumnya. BAGI KAMI, JILBAB ADALAH SIMBOL KAMI. KEKUATAN KAMI. HARGA DIRI KAMI. Yang harus kami perjuangkan sampai kapanpun. Bagi kami, jilbab bukanlah bagian dari dandanan yang kami suguhkan untuk orang lain, yang bentuknya dapat kami sesuaikan dengan keadaan zaman, sehingga makna jilbab semakin hari semakin luntur seiring dengan perkembangan zaman. Tapi jilbab yang kami ulurkan sampai menutupi dada kami adalah tanda kebesaran kami dari Allah Swt. Alat yang kami gunakan untuk menutupi seluruh aurat kami sebagai muslimah, dari pandangan orang lain yang bukan muhrim kami. Maka dari itu, meskipun hanya sebuah foto, dan mungkin hal ini nampaknya sangat sepele di mata orang lain, namun tetap saja aurat anak-anak kami (dalam hal ini rambut, telinga, dan leher, yang merupakan salah satu aurat yang harus kami tutupi dari pandangan laki-laki yang bukan muhrim kami) akan terlihat sangat jelas di hadapan laki-laki yang bukan muhrim mereka. Hal itu jelas sudah membuat rendah izzah (harga diri) anak kami di depan semua laki-laki yang bukan muhrimnya.

Wahai Bapak Pimpinan Pemerintahan Pusat maupun Daerah…
Tolong, lindungilah hak kami para muslimah yang hidup di negeri kita tercinta ini, untuk sekiranya dapat melaksanakan dan menunaikan setiap kewajiban kami sebagai seorang muslim. Kami tegaskan sekali lagi bahwa berjilbab buat kami bukanlah sekedar trendi belaka, melainkan merupakan salah satu perintah Tuhan kami, Allah Swt, sebuah keharusan yang WAJIB kami laksanakan sebagai muslimah yang selalu berusaha untuk taat pada ajaran-ajaran agama kami. Kami harap Bapak sekalian dapat mengerti dan memahami keadaan kami, yang juga merupakan warga Bapak sekalian, penganut salah satu agama yang ada di negeri tercinta kita, yaitu Islam. Saya rasa Bapak sekalian tidak akan pernah lupa akan makna sila pertama dan kelima dalam Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Kami mempercayai Tuhan kami, Allah Swt, dalam agama Islam. Maka dari itu saya harap Bapak sekalian juga tidak mempersulit, atau bahkan melarang kami untuk dapat mengerjakan perintah dan ajaran agama kami. Dan saya sangat berharap, agar larangan muslimah berjilbab dalam foto untuk beberapa sekolah negeri di DKI Jakarta, tidak akan pernah berimbas menjadi larangan berjilbab di sekolah untuk anak-anak kami. Jika hal itu sampai terjadi, entah bagaimana kami harus memberi kesaksian atas kepemimpinan kalian, jika Allah Swt menanyakannya pada kami di akhirat nanti…..

Terima kasih. Wassalam….