24 Desember 2014

Keputusan

Hari ini, satu keputusan telah kuambil. Satu keputusan yang telah melewati tahap doa dan ikhtiar yang cukup panjang. Bismillah, aku yakin kalau keputusan ini adalah yang terbaik yang bisa aku berikan untuk masa depanku kelak. Aku yakin Allah telah pula menuntun langkahku untuk mengambil keputusan ini. Keputusan terbaik untukku, keluargaku, dan masa depanku. Aku hanya bisa berharap kembali dalam hati – sambil tak lupa juga terus berdoa dan berikhtiar – agar suatu saat nanti Allah masih berkenan memberikan jalan terbaikNya untukku. Saat ini aku hanya bisa terus memperbaiki diri setiap saat, agar kelak jalan takdir yang diberikan Allah juga lebih baik dari saat ini. Aku hanya ingin memantaskan diriku untuk sebuah masa depan yang cerah dan lebih baik. Semoga Allah selalu membersamai langkahku, dan selalu meridhoi setiap keputusan yang kuambil demi kebaikan semuanya. aamiin.

Jakarta, 
Pasar Minggu, Pojok Kamar
9.40 PM

19 Desember 2014

Surat Terbuka Untuk Bapak Pemerintah (Ini Jilbab Kami)

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Kepada Yth.

Bapak Pimpinan Pemerintah Pusat dan Bapak Pimpinan PemProv DKI Jakarta yang saya hormati.

Perkenalkan saya Sarah. Seorang wanita berjilbab yang tinggal di salah satu kota terbesar di Indonesia ini, DKI Jakarta. Mungkin bagi Bapak sekalian, tidaklah penting siapa nama yang tertera dalam KTP saya, namun bersama surat ini, saya hanya ingin menyampaikan goresan hati saya yang beberapa waktu terakhir ini sangat mengganjal pikiran saya.

Begini, Bapak-Bapak sekalian,
Belum lama ini saya mendapat sebuah informasi dari salah seorang adik perempuan saya yang duduk di bangku kelas 5 di salah satu SD negeri di Jakarta Selatan, bahwa ia disuruh untuk mengumpulkan beberapa lembar pas foto yang katanya akan digunakan untuk keperluan pengisian raport. Sampai di sini, saya rasa tidak ada masalah yang berarti buat saya. Namun informasi yang disampaikan berikutnya oleh adik saya, adalah sebuah berita yang teramat menyakitkan untuk saya. Ia mengatakan kalau foto yang dikumpulkan adalah foto tanpa mengenakan penutup kepala / jilbab / kerudung. Sementara adik perempuan saya sudah sejak lama baik dalam keseharian maupun bersekolah, dengan menggunakan hijab. Jelas saja hal itu menjadi sebuah kejanggalan untuk saya, selaku seorang wanita muslimah yang juga mengenakan jilbab dalam keseharian saya.

Ingin melakukan protes, tapi saya tidak tahu pada siapa. Pihak sekolahpun pastinya tidak mau tahu dengan apa yang menjadi keberatan untuk saya. Dan setelah saya tanyakan lebih lanjut dengan salah satu guru yang mengajar di sekolah negeri, benar saja bahwa katanya hal itu merupakan sebuah peraturan baru dari kepemerintahan yang baru. Subhanallah!!

Tak habis pikir rasanya diri ini. Mengapa dalam hal berjilbab dalam foto saja, adik saya maupun ribuan muslimah lainnya yang mengalami kasus yang sama seperti adik saya, mesti dilarang dengan alasan yang tidak jelas?? “Peraturan baru.” Demikian alasan yang terlontar dari pihak sekolah. Allahu Akbar!!

Mungkin sebagian orang akan menganggap kalau apa yang saya bicarakan ini adalah persoalan sepele, dan nampaknya saya saja yang terlalu melebih-lebihkan kasusnya. Namun bagi saya – yang sudah sejak lama mendidik adik perempuan saya untuk berjilbab sejak dini – persoalan jilbab bukanlah hal sepele yang dapat diremehkan oleh siapapun. Dalam agama Islam, jilbab adalah sebuah perintah yang Allah sampaikan langsung dalam Al Qur’an Surat Al Ahzab ayat 59, yang ditujukan untuk seluruh kaum muslimah di muka bumi ini. Maka dari itu saat saya mengetahui peraturan baru ini, tersentak rasanya seluruh jiwa raga saya. Mengapa semakin hari, kami – para muslimah – merasa semakin terpinggirkan oleh berbagai peraturan yang ‘katanya’ datangnya dari pemerintah. Entah dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.

Wahai Bapak Pimpinan Pemerintahan Pusat maupun Daerah…
Saya, dan mungkin puluhan ribu muslimah lainnya, baik yang ada di Indonesia maupun di Jakarta khususnya, hanya menginginkan hak kami sebagai seorang penganut salah satu agama di Negeri ini, terpenuhi dengan layak. Kami bukanlah teroris, kami bukanlah penjahat, kami hanya berusaha menjadi warga Negara yang baik, sekaligus selalu ingin berusaha menjadi umat beragama yang taat pada setiap perintah serta ajaran yang Tuhan dan agama kami ajarkan. Kami tidak menuntut banyak hal pada Bapak Pemerintah. Kami hanya ingin ketenangan dalam setiap usaha kami mengamalkan ajaran-ajaran Allah Swt, Tuhan kami. Kami hanya ingin menjadi hamba yang sebenar-benarnya taat pada Tuhan kami, Allah Swt, dengan senantiasa menjalani segala perintahNya dan menjauhi setiap laranganNya. Itu saja. Tolong Bapak sekalian jangan mempersulit kami dalam menjalani keyakinan kami di negeri kami tercinta ini, Indonesia, dan di kota kami tercinta ini, Jakarta.

Bagi kami, jilbab bukanlah sebuah gaya dan trendi seperti yang banyak digaungkan sebagian wanita pada umumnya. BAGI KAMI, JILBAB ADALAH SIMBOL KAMI. KEKUATAN KAMI. HARGA DIRI KAMI. Yang harus kami perjuangkan sampai kapanpun. Bagi kami, jilbab bukanlah bagian dari dandanan yang kami suguhkan untuk orang lain, yang bentuknya dapat kami sesuaikan dengan keadaan zaman, sehingga makna jilbab semakin hari semakin luntur seiring dengan perkembangan zaman. Tapi jilbab yang kami ulurkan sampai menutupi dada kami adalah tanda kebesaran kami dari Allah Swt. Alat yang kami gunakan untuk menutupi seluruh aurat kami sebagai muslimah, dari pandangan orang lain yang bukan muhrim kami. Maka dari itu, meskipun hanya sebuah foto, dan mungkin hal ini nampaknya sangat sepele di mata orang lain, namun tetap saja aurat anak-anak kami (dalam hal ini rambut, telinga, dan leher, yang merupakan salah satu aurat yang harus kami tutupi dari pandangan laki-laki yang bukan muhrim kami) akan terlihat sangat jelas di hadapan laki-laki yang bukan muhrim mereka. Hal itu jelas sudah membuat rendah izzah (harga diri) anak kami di depan semua laki-laki yang bukan muhrimnya.

Wahai Bapak Pimpinan Pemerintahan Pusat maupun Daerah…
Tolong, lindungilah hak kami para muslimah yang hidup di negeri kita tercinta ini, untuk sekiranya dapat melaksanakan dan menunaikan setiap kewajiban kami sebagai seorang muslim. Kami tegaskan sekali lagi bahwa berjilbab buat kami bukanlah sekedar trendi belaka, melainkan merupakan salah satu perintah Tuhan kami, Allah Swt, sebuah keharusan yang WAJIB kami laksanakan sebagai muslimah yang selalu berusaha untuk taat pada ajaran-ajaran agama kami. Kami harap Bapak sekalian dapat mengerti dan memahami keadaan kami, yang juga merupakan warga Bapak sekalian, penganut salah satu agama yang ada di negeri tercinta kita, yaitu Islam. Saya rasa Bapak sekalian tidak akan pernah lupa akan makna sila pertama dan kelima dalam Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Kami mempercayai Tuhan kami, Allah Swt, dalam agama Islam. Maka dari itu saya harap Bapak sekalian juga tidak mempersulit, atau bahkan melarang kami untuk dapat mengerjakan perintah dan ajaran agama kami. Dan saya sangat berharap, agar larangan muslimah berjilbab dalam foto untuk beberapa sekolah negeri di DKI Jakarta, tidak akan pernah berimbas menjadi larangan berjilbab di sekolah untuk anak-anak kami. Jika hal itu sampai terjadi, entah bagaimana kami harus memberi kesaksian atas kepemimpinan kalian, jika Allah Swt menanyakannya pada kami di akhirat nanti…..

Terima kasih. Wassalam….

Allah Beri Kemudahan Mengurus Piatu-Piatu Itu

Tadi pagi, saya mengambil raport adik sepupu saya, Intan, yang juga anak ketiga dari almarhumah Tante saya. Saya senang sekali karena menurut laporan dari wali kelasnya, Intan ini merupakan anak yang bertanggung jawab di kelasnya. Semester kemarin, saat bersamaan dengan kenaikan kelas, ia meraih juara dua di kelasnya. Saya yang sengaja izin dari kantor untuk mengambil raportnya sekaligus menyaksikan pentas seni di sekolahnya, merasa sangat bahagia dan bangga karena saat diumumkan oleh wali kelasnya, ia mendapat juara dua di kelasnya dan naik ke panggung untuk menerima piala. Hati saya bergitu terharu kala itu. Ibunya di barzakh sana juga pasti bangga dan bahagia melihat anaknya berprestasi seperti itu. Dan kali ini ia juga lagi-lagi masih mampu mempertahankan peringkat duanya di kelas. Masya Allah, saya sungguh bangga padanya.

Begitu juga dengan Intan, Tiar, anak kedua almh. Tante juga menyabet peringkat sepuluh besar di kelasnya. Lebih tepatnya lagi, peringkat sembilan yang ia raih. Masya Allah lagi-lagi saya mesti berucap syukur pada Allah Swt. Sama halnya seperti kedua kakaknya, Azmi, anak keempat almh. Tante juga nilai UASnya Alhamdulillah bagus-bagus dan memuaskan. Rasanya tidak sia-sia pengorbanan selama beberapa pekan ini dalam menggemblengnya belajar setiap hari menjelang UAS. Riski juga membuat saya bangga saat mengambil raportnya hari Rabu lalu. Wali kelasnya bilang kalau tingkah laku Riski sudah baik, dan rasa tanggung jawab di kelas maupun di sekolah juga besar. Apalagi yang membuat saya bahagia dan terharu, ia tak pernah segan-segan untuk meminta maaf, baik pada guru maupun teman-temannya, jika ia memang berbuat salah, atau tidak sengaja melakukan kesalahan.

Meskipun ada beberapa hal yang menjadi catatan penting untuk saya terkait perilaku Riski di sekolah, namun hal tadi telah menjadi nilai plus saya untuk Riski. Biar bagaimanapun, memang tidak mudah menyuruh anak-anak untuk merubah tingkah polahnya menjadi anak yang baik dan penurut, terkadang bila dia lupa atau khilaf, ada saja hal-hal yang membuat ia berkata atau melakukan sesuatu di luar hal-hal yang kita ajarkan. Namun saya berpikir, wajar apabila anak-anak berlaku demikian, sebab saya pun juga terkadang masih sering khilaf dan sering memberi toleransi pada diri sendiri. Namun yang terpenting yang harus kita berikan dan tanamkan dalam diri anak-anak kita adalah benteng atau penjagaan yang kuat yang bisa membawa mereka kembali ke jalur yang benar, saat langkah mereka sudah sedikit keluar dari garis yang kita arahkan.

Penjagaan itu adalah keimanan dan akhlakul karimah yang harus sering kita tanamkan dalam diri mereka. Memperkenalkan hal-hal mendasar terkait ketauhidan, keimanan, kesabaran, kedisiplinan, yang juga harus dimengerti oleh para orang tua agar lebih mampu mengajarkan dan menerapkan pada anak-anak. Memperkenalkan rasa ‘kecewa’ pada mereka sejak dini juga cukup penting untuk meningkatkan rasa sabar mereka. Misalnya saja jika mereka menginginkan sesuatu, mereka harus tetap berusaha dengan giat untuk dapat memperolehnya, dan bukan dengan jalan instan seperti yang diperkenalkan tokoh Doraemon pada Nobita. Jika hasilnya tidak sesuai harapan mereka, maka ajarkanlah untuk menerima bentuk ‘kekecewaan’ itu dengan cara yang bijaksana, yang bisa membuat mereka jadi termotivasi kembali untuk tidak mudah putus asa dan mau berusaha kembali.

Juga ada kalanya sesuatu yang mereka inginkan tidak bisa segera mereka dapatkan karena faktor keadaan. Orang tua yang belum mempunyai cukup rejeki, atau karena hujan, atau karena kendala yang lain, dapat kita arahkan rasa kecewanya itu menjadi energi positif untuk membentuk karakter mereka menjadi karakter yang penyabar dan penerima keadaan yang baik.

Untuk itu, rasanya patut saya haturkan beribu-ribu rasa syukur saya pada Ilahi, karena Ia telah mengabulkan setiap doa saya untuk mempermudah mendidik dan membina anak-anak piatu itu. Alhamdulillah juga, Tiar dan Intan sudah belajar untuk menutup aurat mereka dengan hijab syar’i sesuai dengan ajaran dan perintah dari agama kami, Islam. Ihdinasshiroothol mustaqim, Semoga ke depannya, Allah senantiasa terus menguatkan saya untuk dimudahkan membina dan membimbing mereka ke jalan yang lurus, jalan yang Allah Swt ridhoi. Aamiin.





dari atas ke bawah: Tiar, Intan, Azmi, Riski
(semoga jadi anak-anak yang shalih dan shalihah, ya, sayang....)
I'm so proud of you....

10 Desember 2014

Tentang Menikah

Menikah, bagi sebagian orang adalah suatu perjalanan baru yang akan menghantarkan dirinya untuk menjalani episode baru dalam hidupnya. Menikah bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, melainkan sebuah babak baru yang harus ditempuh bersama seorang pendamping yang akan selalu ada di sisi kapanpun dan di manapun berada.

Menikah merupakan impian dan cita-cita setiap orang. Kecuali bagi mereka yang tidak ingin mengikuti Sunnah Rasul ini, menikah merupakan ancaman bagi mereka. setiap manusia diciptakan berpasang-pasangan oleh Allah Swt, jadi mustahil apabila ada seseorang yang tidak menemukan jodohnya di dunia ini dengan alasan bahwa Allah mentakdirkan ia untuk hidup sendiri di dunia ini. Sekalipun sampai akhir hayatnya ia sendiri, mungkin saja karena Allah telah menyiapkan jodohnya di akhirat nanti.

Menikah bukanlah perkara sesiapa yang lebih dulu menikah dibanding siapa. Tapi menikah merupakan perkara kita menemukan seseorang yang tepat di waktu yang tepat. Sesimple itulah jodoh. Jadi kalau sampai saat ini sudah banyak teman-teman kita yang mendahului kita untuk menikah, maka jangan pernah khawatir dan risau, bahwa Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya dan Ia telah menyiapkan seseorang terbaikNya untuk dipertemukan dengan kita di waktu yang tepat nanti. Hanya perkara waktu, selama kita selalu memperbaiki diri setiap waktu dan berdoa tiada henti agar Ia memberi kesabaran pada kita untuk menunggu datangnya waktu yang tepat itu.


Pojok Kamar,
Jakarta, 10 Desember 2014, 
00.17 WIB

21 November 2014

Dahsyatnya Sebuah Permintaan Maaf

Sekitar seminggu yang lalu Riski sakit. Sakitnya memang tidak begitu mengkhawatirkan, hanya flu dan sedikit batuk. Mungkin juga karena beberapa hari sebelumnya sering sekali minum air dingin. Ditambah lagi amandel Riski agak sedikit bengkak di sebelah kiri jadi kalau ada hal-hal yang sedikit saja menyebabkan amandelnya bengkak, maka dengan cepat tubuhnya akan merespon. Kebetulan responnya kemarin tidak ada demam, hanya flu dan batuk saja. Saya pun hanya memberikannya madu dan tidak membawanya ke dokter atau minum obat-obatan kimia. Saya pikir terlalu banyak obat kimia pun tidak begitu baik bagi tubuhnya, jadi hanya saya berikan madu sebagai pengobatan alternatifnya.

Kemudian tiga atau empat hari yang lalu, tiba-tiba Riski ngambek mau minta minum air dingin. Saya sendiri sebenarnya sangat melarang dia untuk minum air langsung dari kulkas, pasalnya saat itu kondisi tubuhnya sedang kurang sehat, jadi saya rasa wajar jika sebagai 'ibu' saya melarangnya. Namun namanya anak kecil, tetap saja ia masih belum mengerti. Dan kalau dipikir-pikir, terkadang saya pun juga agak sedikit 'bandel' saat sakit maunya malah minum air yang dingin-dingin. Mungkin juga bawaan hawa panas dari tubuh yang akhirnya menyebabkan otak memerintahkan diri saya untuk minum air dingin. Mungkin demikian pula yang dialami Riski.

Namun saya tetap kekeuh tidak memberinya air dingin. Saya biarkan dia menangis sementara saya tinggalkan ia untuk mengajar. Saat hendak jalan mengajar, saya melihat ia melirik-lirik saya dalam ketakutannya karena saya marahi. Saya pun menciumnya dan bergegas berangkat mengajar. Saya berangkat selepas Maghrib, dan ketika saya pulang, ia sudah tertidur. Saya pun segera masuk ke kamar tanpa menemaninya tidur karena ia sudah terlelap lebih dulu.

Namun keesokan harinya, di mana hari masih terlalu pagi untuk membuka mata, tiba-tiba Riski mengetuk pintu kamar saya kemudian ia berkata saat saya telah membuka pintu, "Bunda, maafin aku, ya.." Kemudian ia mencium tangan saya. Masya Allah! Betapa bangganya hati ini mendapati seorang anak berusia lima tahun yang segera menyesali kesalahannya dan segera minta maaf saat ia membuka mata di pagi hari. Saya pun segera memeluknya dan menciuminya penuh kasih sayang.

Masya Allah, senang sekali rasanya bisa menjaga, merawat, dan membinanya sampai sedemikian rupa. Dan saya ingat betul, kenapa Riski bisa selalu ingat untuk meminta maaf di kala ia melakukan kesalahan atau bahkan segera meminta maaf saat ia menyadari kesalahan-kesalahannya, karena saya pribadi hampir selalu meminta maaf padanya saat saya melakukan kesalahan-kesalahan padanya, atau pada orang lain, apalagi jika bersalah pada Allah Swt.

Saya selalu mencontohkan langsung padanya bahwa setiap kami melakukan kesalahan pada siapapun, wajiblah kami untuk meminta maaf. Demikian pula saat saya melakukan kesalahan kecil sekalipun pada Riski. Tanpa gengsi saya meminta maaf padanya hingga yang selalu keluar dari mulutnya adalah kata-kata, "Iya, nggak papa kok, Bun."

Demikianlah, akhirnya saya menyadari, bahwa kata-kata seorang guru ngaji pada saya, yang beliau menyampaikan pula dari seorang ulama besar Aa Gym, mengatakan bahwa, jika ingin anak-anak kita menurut pada kita, maka jangan pernah segan-segan kita untuk senantiasa meminta maaf padanya sekecil apapun kesalahan yang kita perbuat padanya. In sya Allah anak akan merasa sangat dihargai dan akan belajar dari setiap sikap yang diteladani oleh orang tuanya.

7 November 2014

Rahasia Ilahi

Hidup, mati, rezeki, dan jodoh, merupakan sebuah misteri Allah yang tidak akan pernah dapat kita duga sebelumnya. Keempat hal itu merupakan hak prerogative yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. Kita sebagai hamba, tidak berhak ikut campur dalam menentukan keempat hal itu. Tugas kita sebagai seorang hamba, hanya berikhtiar sekuat tenaga agar hidup yang kita miliki bisa bermanfaat bagi sesama, bisa mempunyai usia yang berkah, dan selalu diberi kesehatan olehNya. Kematian pun demikian adanya. Agar kematian kita nantinya bisa bernilai husnul khotimah, maka kita harus senantiasa mengisi hari-hari kita dengan terus mendekatkan diri padaNya.

Sebagaimana hidup dan mati, jodoh juga merupakan salah satu misteri Allah yang sama sekali kita buta dalam mengetahuinya. Kita memang tidak pernah tahu siapa jodoh kita nantinya, tapi kita selalu memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan jodoh terbaik dariNya, yaitu dengan terus memperbaiki diri kita hari demi hari. Jodoh kita memang sudah ditentukan oleh Allah sejak kita dalam kandungan, namun jodoh bukanlah sesuatu yang tidak dapat dirubah selagi kita mau merubahnya. Tentunya ke arah yang lebih baik. Wanita baik-baik, tentu akan mendapat pria yang baik-baik pula, begitupun sebaliknya. Maka dari itu, memperbaiki diri hari demi hari juga merupakan sebuah upaya untuk memperbaiki jodoh kita nantinya.

Sama halnya seperti hidup, mati, dan jodoh, rezeki juga tak kalah misteriusnya dengan ketiga hal tadi. Ia merupakan sesuatu yang berhak kita dapatkan apabila kita menjalankan tugas kita sebagai hamba dengan baik. Rezeki tidak hanya berbentuk harta semata, namun kesehatan dan rasa syukur juga merupakan sebuah rezeki yang tiada taranya. Suami yang setia, anak-anak yang shalihah, pekerjaan yang mapan, rasa aman dan nyaman dalam hidup, juga merupakan sebuah rezeki yang patut kita syukuri.

Rezeki memang mistreri, namun kita bisa menjemputnya dengan cara yang diridhoi olehNya. Bila berbicara tentang harta maupun penghasilan, maka seberapa kecil atau besarnya rezeki yang kita dapati dari Allah, letak keberkahannya adalah pada rasa syukur yang senantiasa mengalir dari mulut kita setiap rezeki hadir dalam hidup kita. Sedangkan rasa cukup, akan lahir seiring dengan syukur yang kita haturkan padaNya.

Saat Allah masih belum memberikan kita rezeki sebesar apa yang orang lain dapatkan, mungkin saja Allah masih melapangkan waktu kita untuk bisa lebih lama bersama keluarga, melakukan hal-hal yang kita sukai yang tentunya bermanfaat untuk kita dan orang banyak, atau hal-hal lain yang belum kita sadari keberadaan dan manfaatnya.

Ingatlah bahwa Allah tidak pernah tidur dalam mengurus dan memberi rezeki pada setiap hambaNya. Rezeki tidak akan pernah salah pintu selagi kita mau menjemputnya dengan cara yang halal, lagi diridhoi olehNya.

4 November 2014

Menjadi Muslim dan Mukmin Terbaik

Diriwayatkan oleh Imam Muslim daripada Abu Yahya (Syuhaib) bin Sinan r.a. bahawa Nabi S.A.W. pernah bersabda yang bermaksud : "Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin, disebabkan segala keadaannya untuk urusan ia sangat baik. Dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin: Jika mendapat nikmat, dia bersyukur. Maka bersyukur itu adalah lebih baik bagi dirinya. Dan jika menderita kesusahan, dia bersabar. Maka kesabaran itu lebih baik buat dirinya."

Saat masalah datang dan menghadang, sesungguhnya Allah bukan tidak sayang pada kita. Tapi ujian hidup itu merupakan bentuk kasih sayang Allah pada kita, karena kita yang selalu minta dikuatkan olehNya.

Sebagaimana yang kita tahu, bahwa seorang muslim itu diwajibkan untuk menuntut ilmu dan selalu meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Kita senantiasa istiqomah dan melakukan hal-hal apapun yang diperintahkan olehNya dan sebisa mungkin menjauhi segala apapun yang menjadi laranganNya. Kita selalu ingin memiliki tingkat keimanan yang tinggi, agar kita bisa selalu istiqomah di jalanNya dan dapat menjalani kehidupan ini dengan mudah.

Semakin tinggi tingkat keimanan kita, maka doa yang selalu kita panjatkan padaNya adalah mohon diberi kekuatan atas segala ujian dan cobaan hidup yang Ia berikan pada kita. Bukan malah meminta dikurangi beban hidupnya karena yang tahu sanggup atau tidaknya kita dalam menghadapi ujian hidup ini hanyalah Allah Swt. 

Seiring dengan mengakunya kita akan ketinggian iman yang kita miliki, maka sejalan pula dengan ujian hidup yang kelak akan Allah berikan pada kita. Ujian yang semakin berat kita rasakan, itu adalah bukti kasih sayang Allah  pada hambaNya yang mengaku beriman. Ia berikan cobaan hidup itu, untuk menguji seberapa besar tingkat keimanan yang kita miliki sebagai seorang hamba. Jika kita mampu melewati ujian itu dengan sabar dan ikhlas, maka Ia akan meningkatkan derajat kita sebagai seorang hamba. Dan sesuai dengan tingkat keimanan yang semakin tinggi, maka akan semakin berat pula ujian hidup yang akan kita terima. Namun tenang saja, selama kita masih memohon kekuatan padaNya, maka ujian yang kita terima akan mampu kita jalani, seberat apapun ujian itu. Ia yang akan menjaminnya.

Namun jika kita merasa tingkat keimanan kita sudah tinggi, tapi memilih untuk putus asa saat diberi ujian hidup, maka Allah akan menilai sendiri seberapa tinggi tingkat keimanan kita padaNya. Ia lantas akan membiarkan kita pada kondisi di mana derajat kita sebagai seorang hamba masih biasa-biasa saja dan belum mengalami peningkatan. Dan ia tidak akan memberikan ujian yang berat pada kita, sampai kita benar-benar mampu menerimanya kembali.

Jika kita memilih untuk tetap bertahan dengan kondisi yang masih sama, maka Allah juga tidak akan memberikan kita ujian hidup dengan standar keimanan kita yang masih lemah. Karena Ia tahu bahwa kita pasti tidak akan sanggup diberi ujian yang berat. Jika kita masih terus dan terus di kondisi yang sama - membiarkan diri berlarut-larut terpuruk dalam kondisi iman yang lemah - maka sampai kapanpun kita tak akan mampu menerima segala ujian yang Allah berikan pada kita.

Maka dari itu sadarlah, bahwa jika kita merasa hidup ini datar-datar saja tanpa ada liku atau masalah yang berarti, bisa jadi Allah masih enggan melirik kita karena kualitas keimanan kita yang masih lemah. Ia berikan kesempatan pada kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, namun nyatanya hal itu malah kita gunakan untuk berbuat hal-hal yang dilarang olehNya. Kesempatan memperbaiki diripun semakin hilang dan meredup, hingga yang ada hanya puing-puing keimanan kita yang semakin lemah, hingga akhirnya Allah memilih meninggalkan kita, dan lebih memilih untuk terus bersama orang-orang yang senantiasa istiqomah dalam perjalanan hidupnya. Orang-orang yang akan selalu bersabar saat ditimpa ujian hidup, dan orang-orang yang senantiasa bersyukur saat diberi kenikmatan hidup. Orang-orang seperti itulah yang kelak akan mendapat pertolongan Allah seperti dalam firmanNya QS. Ali Imran: 125 : "Ya (cukup), jika kamu semua bersabar dan bertakwa. Dan (seandainya) mereka menyerang kamu semua seketika itu juga, niscaya Allah akan menolong kalian dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda." dan juga akan mendapat pahala yang tanpa batas seperti difirmankan olehNya dalam QS. Az Zumar: 10 : "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala buat mereka tanpa batas."

Semoga kita semua dapat lebih mampu meningkatkan keimanan kita, dan selalu mendekatkan diri padaNya dengan selalu menaati perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Semoga Allah tak pernah berpaling dari kita lantaran kita yang terlalu lalai akan segala nikmat hidup yang Ia berikan. Sehingga membuat kita dijauhi olehNya, hingga tak mendapat apapun dalam hidup ini kecuali kesia-siaan semata. Nauzubillah...

Menjadi Ibu Itu....

Menjadi orang tua itu memang bukan pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi seorang Ibu yang sejatinya mampu menjadi Ayah sekaligus Ibu bagi putra putri mereka. Di saat kewajibannya mencari nafkah tengah memenuhi pikirannya, seorang Ibu diharuskan mampu untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada dalam keluarganya. Baik masalah tentang rumah tangga, ataupun anak-anaknya.

Saat ini, kondisi itu yang tengah saya hadapi. Berbagai tuntutan hidup tengah mendera pikiran saya, sehingga terkadang membuat saya pening dan ingin menyendiri dalam memikirkan semua masalah yang ada. Di sisi lain, saya juga tengah dihadapkan dengan kondisi di sekolah Riski yang sedang ada sedikit kesalah pahaman. Membuat saya jadi semakin tak konsentrasi dalam bekerja.

Ternyata memang tak mudah untuk menjadi orang tua, dalam kondisi ini, menjadi seorang Ibu. Setiap hari harus belajar bagaimana caranya untuk bisa menjadi Ibu yang baik buat Riski, juga menjadi sosok Ibu yang baik bagi para orang tua lainnya yang ada di sekolah Riski.

Bersosialisasi itu memang penting, namun ternyata memang harus pilih-pilih juga. Pilih Ibu-Ibu yang bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik, dan jangan sampai kita terpengaruh dengan hasutan-hasutan Ibu-Ibu yang ingin membawa kita ke arah yang tidak baik. Kalau bisa, jadilah lilin bagi Ibu-Ibu itu, sehingga ketiadaan kita di antara mereka, selalu dirindukan karena cahaya kita akan selalu memberi manfaat bagi mereka.

15 September 2014

Cobaan Hidup

entah kenapa, akhir-akhir ini banyak sekali ujian dan cobaan yang menghampiri saya. dari mulai masalah keuangan, sampai masalah pribadi yang tak kunjung berkesudahan. terkadang saya berpikir, sebenarnya apa yang salah dari yang sudah saya lakukan di masa lalu? apakah ada kesalahan yang mungkin sulit untuk dimaafkan sehingga kini saya harus menanggung apa yang telah saya lakukan?

berkali-kali saya introspeksi diri, dan memang ada kesalahan, atau mungkin banyak kekurangan, dan kelalaian yang saya perbuat di masa terdahulu, bahkan hingga kini, yang akhirnya - mungkin - menyebabkan saya jadi terpelanting jauh ke dasar jurang yang tak berkesudahan. membuat saya berkali-kali menarik, dan membuang nafas saya dengan harapan hampa. pikiran saya tidak karuan lantaran masalah yang bertubi-tubi datangnya. 

saya masih belum bisa menelaah ataupun menerka-nerka apa yang sebenarnya tengah Allah rencanakan atas setiap ujian dan cobaan yang Ia berikan padaku. saya masih belum mengerti apa hikmah dari semua masalah hidup yang tak berkesudahan ini. 

kalau dibilang lelah, saya pasti lelah. bahkan sangat lelah. berkali-kali saya berlari untuk kemudian terjatuh lagi, lalu bangkit, lari, dan jatuh lagi. begitu seterusnya selama beberapa masa ini. saya bingung, apa yang seharusnya saya perbuat?? meski sebenarnya saya tahu, dan paham apa yang mestinya saya lakukan untuk merubah semua ini menjadi lebih baik lagi, namun terkadang akal dan logika bahkan nafsu manusiawi saya selalu mengalahkan apa yang sudah semestinya saya perbuat untuk menjadi lebih baik lagi.

kondisi dan keadaan ini benar-benar membuat saya terpuruk, dan ingin rasanya pergi berlari dan menjauh dari kenyataan yang ada ini. namun dalam agama yang saya anut, bahwa lari dari kenyataan bukanlah pilihan terbaik untuk menyelesaikan masalah yang ada. saya yakin, kelak akan ada jalan keluar yang terbaik untuk permasalahan yang tengah saya hadapi saat ini. Aamiin

18 Agustus 2014

Hakikat Berjilbab

Sahabat muslimah saya yang dirahmati Allah Swt,

Salah satu kewajiban kita dalam menjalankan syariat agama kita adalah berjilbab. Saya yakin kita paham dan mengerti bahwa hal itu merupakan kewajiban beragama yang mutlak harus kita laksanakan. Terlepas dari apapun akhlak dan sifat kita dalam hidup, berjilbab tetap saja keharusan yang mesti kita lakukan. Karena jilbab dan akhlak merupakan dua hal yang berbeda dan tidak ada keterkitan satu sama lain. Namun jika kita ingin menelaah lebih lanjut, nyatanya dengan berjilbab, akan mampu membuat kita berusaha untuk menjadi muslimah yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Dengan berjilbab, kita akan malu jika kita tidak bisa shalat, sehingga kita 'mencambuk' diri kita untuk mau belajar shalat. Dengan berjilbabpun, kita akan malu jika kita tidak bisa membaca al qur'an, sehingga kita 'memaksa' diri untuk mau belajar membaca Al qur'an. Dan dengan berjilbab, nyatanya mampu memotivasi diri kita sendiri untuk menciptakan akhlak yang lebih baik lagi. Dan saya yakin, dengan kita memulai memberanikan diri mengambil keputusan untuk berjilbab, maka seiring berjalannya waktu, akhlak yang baik itu perlahan akan mengiringi keseharian kita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama, bahkan pada Rabb semesta alam, Allah azza wajalla. Yang pasti jika niat kita tulus, serta diiringi dengan keteguhan iman yang memukau, Allah Swt akan mempermudah langkah kita dalam menapaki kehidupan ini. Ingatlah, saat kita menjaga kewajiban kita terhadap Allah Swt, maka Allah Swt akan pula menjaga hak-hak kita di dunia dan akhirat kelak. Jangan pernah takut dengan ancaman duniawi, karena menunaikan kewajiban kita kepada Allah akan mengundang cinta dan ridho Allah, sehingga in syaAllah, Ia akan mempermudah langkah kita dalam menapaki kehidupan ini.

11 Agustus 2014

Pentingnya Kasih Sayang Akhlak dan Moral Pada Anak

Seorang anak merupakan anugerah terindah dan terbesar yang diberikan oleh Allah Swt. Kehadirannya mampu membuat hati menjadi sejuk serta menyempurnakan kehidupan berumah tangga. Seorang anak sudah pasti menjadikan orang tuanya sebagai tempat menuntut ilmu yang paling utama sebelum sekolah ataupun lembaga pendidikan lainnya. Maka dari itu, sebagai orang tua atau yang sebentar lagi akan menjadi orang tua, memahami arti kehidupan itu sangatlah penting. Bagaimana kita menerapkan hal-hal baik kepada anak dengan cara yang baik dan benar, namun tidak serta merta membuat mereka merasa digurui, atau bahkan tertekan dengan pemahaman yang kita berikan dengan cara yang salah.

Di rumah, saya mengajarkan pemahaman hidup kepada Riski dengan cara yang pelan-pelan namun pasti masuk ke dalam pikirannya. Saat ia salah, saya tidak mengatakan tidak apa-apa kepadanya, namun saya ajarkan ia untuk meminta maaf pada orang yang ia sakiti. Atau saat ia menginginkan sesuatu namun saya belum bisa memberikannya saat itu juga, saya berikan ia pemahaman bahwa hidup itu tidak melulu harus selalu seperti apa yang kita inginkan. Ada saat di mana kita harus merasa kecewa dan menyikapinya dengan sabar. Sabar dan sabar, hal itu yang selalu saya tanamkan kepadanya. Meski awalnya ia menangis karena tidak mampu sabar, namun saya tetap pada pendirian saya bahwa mengajarkan konsep sabar pada anak memang tidak mudah, kalau tidak ia yang menurut, mungkin saja saya yang jadi tidak sabar padanya. Tapi alhamdulillah semua proses saya jalani dengan nikmat, agar beban dalam hidup saya tidak terlalu berat.

Selain hal di atas, kebiasaan memberikan hukuman pada Riski juga terkadang saya terapkan. Misalnya saja saat ia berkata atau berbuat yang tidak semestinya, saya ajak ia ke dalam kamar lalu saya nasehati ia secara perlahan. Saya katakan kalau setiap perbuatan salah pasti ada hukumannya, tapi setiap ia salah saya selalu menyerahkan hukumannya padanya, terserah hukuman apa yang ia inginkan, agar ia juga belajar untuk mengintrospeksi dirinya sendiri. Kesalahan-kesalahan kecilnyapun tak luput dari hukuman, hanya saja porsinya tidak berat, bahkan cenderung ringaaan sekali, paling tidak hal itu bisa mengajarkannya tentang pentingnya mengakui kesalahan dan introspeksi diri.

Alhamdulillah komunikasi yang lancar antara saya dan Riski, mampu membuatnya memiliki kemajuan dalam mengakui setiap kesalahan kecil yang ia lakukan. Sudah beberapa kali ini ia berani mengakui kesalahan yang ia lakukan, pada saya. Saat saya pulang kerja ia segera meminta maaf karena hari itu ia sempat berbuat sesuatu yang tidak semestinya pada saudari sepupunya. Padahal kalau ia mau tidak jujur, bisa saja ia tidak ceritakan kesalahan kecil tersebut, namun ia lebih memilih untuk segera meminta maaf atas apa yang sudah ia perbuat. Juga saat hari ini saya bekerja, tiba-tiba ia menelepon saya dari rumah kalau di sekolah tadi ia sempat berkata yang tidak semestinya, bukan, bukan kata-kata kotor atau kasar, hanya kata-kata yang antara kami - saya dan Riski - sudah sepakat untuk tidak boleh diucapkan, namun tiba-tiba saja terlontar dari mulutnya. Ia segera meminta maaf pada saya lewat ponsel dengan suara yang terdengar sangat menyesal. Saya pahami hal itu, dan sayapun memaafkannya. Dan saya katakan untuk tidak lagi mengulangi hal itu, dan ia pun berjanji.

Alahmdulillah, seperti itulah konsep pendidikan akhlak dan moral yang saya ajarkan pada Riski. Semoga saja para orang tua di luar sana juga bisa lebih bisa belajar dari hal-hal kecil dalam keseharian kita, dan mengajarkannya kembali pada buah hati kita. Agar kelak anak-anak kita tumbuh, tidak hanya pintar dalam hal intelektualnya saja, namun juga diimbangi dengan kemuliaan akhlak dan moralnya. Aamiin :)

7 Agustus 2014

Disiplin Menjadi Ibu

Ternyata saya belum bisa jadi orang tua yang baik. Belum mampu menjadi ibu yang baik untuk Riski. Saya baru sadar kalau selama ini saya hanya mampu menyayanginya sebatas apa yang dia inginkan, namun belum mencapai apa yang dia butuhkan. Saya memang menyayanginya sehingga saya jaga ia betul - betul jangan sampai ia terjatuh ataupun terluka dan menangis. Saya jaga ia benar-benar agar ia merasa nyaman berada di dekat saya dan tidak merasa kehilangan sosok ibunya. Apa yang sekiranya ia inginkan, lebih sering saya turuti hingga akhirnya ia tumbuh menjadi karakter yang seolah tidak boleh kecewa sedikitpun. Namun alhamdulillah sedikit demi sedikit, saya selalu tanamkan dalam hatinya tentang kesabaran dalam segala hal. Belajar tentang rasa kecewa saat apa yang ia inginkan tidak bisa saat itu juga ia dapatkan. Semuanya butuh proses, dan proses itu hanya bisa dinikmati keberadaannya saat kita bersabar.

Namun ada satu hal yang terlewat dari penglihatan batin saya. Ada sebuah kesadaran yang menyeruak keluar dari jiwa saya saat saya dapati bahwa kasih sayang yang saya berikan selama ini tidak, atau belum mampu menyentuh ke dalam hati kecilnya. Saat saya sadari kalau menjadi orang tua itu juga harus menjadi sosok yang disiplin bagi sang buah hati. Harus tahu kapan waktunya ia bermain, dan kapan waktunya ia menuntut ilmu untuk dirinya sendiri. Dan dalam hal ini, sayangnya saya selama ini lebih banyak menyerahkan urusan pendidikannya pada lembaga bernama sekolah, bahwa saya yakin kalau lembaga itu pasti mampu membuat Riski pintar dan cerdas dalam segala bidang. Baik dari segi akhlak, moral, dan intelektualnya. Namun sekali lagi saya tegaskan, kalau ternyata saya salah. Salah BESAR!!

Saya sedih, saya merasa kerdil karena selama ini saya selalu menyuguhkan Riski dengan hal-hal yang berbau kekinian. Gadget, makan di resto, uang, dan berbagai keinginannya yang saya harap mampu membuatnya senang dan terkadang mampu sedikit meredakan rasa kecewanya. Namun tak ada kata terlambat selama saya yakin kalau saya pasti bisa menjadi ibu yang baik baginya. Saya akan coba mendisiplinkan diri agar kelak Riski tumbuh menjadi anak yang pintar dan berakhlak baik. Aamiin

6 Agustus 2014

Keajaiban Bersedekah

Teman-teman yang budiman, seberapa jauh pemahaman kita tentang pentingnya bersedekah? Sudahkah kalian merasakan betapa besar dan nikmatnya keajaiban bersedekah? Saya yakin kita semua sudah pernah merasakannya. Entah bersedekah dengan nominal yang kecil, atau bahkan besar sekalipun. Sesungguhnya nominal sedekah tidak menjadi ukuran seberapa besar pahala yang kita dapat dari Allah, karena sedekah yang bernilai di hadapanNya adalah yang diberikan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Juga disertai dengan niat yang suci Lillahita ala bahwa bersedekah hanya karena Allah, dan bukan karena balasan pahala dariNya ataupun ganjaran rejeki yang berlipat ganda setelah kita bersedekah.

Memang tidak mudah untuk meluruskan niat kita karena Allah, meski sebenarnya mengharap ganjaran yang lebih dariNya juga tidak melulu salah, namun alangkah lebih baiknya jika kita dapat menjaga keikhlasan kita dalam bersedekah. Karena itu adalah hal utama dalam esensi bersedekah.

Mungkin kita pernah mendengar bahwa jika ingin kaya, maka bersedekahlah. Karena dengan bersedekah akan membuat banyak pintu rejeki kita semakin terbuka, asalkan satu syaratnya terpenuhi, yaitu ikhlas lillahi ta'ala. Kalaupun kita tidak ikhlas karena Allah, dan hanya karena kita ingin mendapat rejeki yang berlipat dariNya, bisa saja Allah mengabulkan apa yang menjadi harapan kita dalam bersedekah tersebut, namun tetap saja sedekahnya tidak bernilai ibadah di sisiNya dan tidak mengundang keberkahan di dalamnya. Untuk itulah mengapa sangat dianjurkan sekali untuk kita bersedekah disertai dengan niat yang tidak menyimpang dari tujuan awal, yaitu mengharap keridhoanNya.

Keajaiban sedekah itu memang bukan omong kosong belaka, bahkan saya sendiri pernah merasakannya. Dan Allah bukanlah Dzat yang ingkar janji, saat saya dapati rejeki nomplok datang menghampiri saya tiga puluh kali lipat dari uang yang sebelumnya saya sedekahkan dengan niat ingin membantu seseorang. Bahkan saya juga pernah dalam satu hari mendapat rejeki dua kali lipat dari uang yang saya sedekahkan di hari yang sama. Alhamdulillah. Maaf, bukan saya bermaksud untuk riya, tapi saya ingin menunjukkan bahwa Allah memang tak pernah ingkar terhadap semua janjiNya. Bahwa Ia akan memberikan setiap kebutuhan hambaNya, jika hambaNya mau menjaga keikhlasan dalam hatinya demi mengharap keridhoan dari Rabbnya....