27 Juli 2015

Sudah Benarkah Kita Menjalankan Perintah-Nya Dan Menjauhi Larangan-Nya?

Hampir semua dari kita mengaku muslim, mengaku-ngaku menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, namun nyatanya hanya sholat dan puasa wajib saja yang kita lakukan, itu pun kalau ingat. "Yang penting agama saya Islam, dan saya seorang muslim..." demikian hati kita bergumam.
Memang ada sebuah hadits yang mengatakan demikian, Dari Abu Dzar, dia telah  berkata bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa yang meninggal di antara umatmu dalam keadaan tanpa mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun dia berbuat zina dan mencuri." Nabi saw mengulangi sampai dua kali.
Hadits tersebut memang menyampaikan bahwa setiap muslim pasti akan merasakan surga nantinya. Tapi bukan berarti hanya dengan berstatus muslim, lantas Allah membiarkan segala dosa yang telah kita perbuat selama ini di dunia, tanpa adanya perhitungan di akhirat kelak. Status ‘muslim’ itu hanyalah sebuah kunci bahwa pada akhirnya setiap hamba yang muslim pasti akan masuk surga, namun akan tetap mengalami perhitungan dosa di akhirat sebelum pada akhirnya kita bisa mencicipi manisnya surga.
Padahal ‘menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya' banyak sekali maknanya. BANYAK! bukan hanya sekedar berstatus muslim dan mengaku beriman, lantas seolah wajar bila seorang muslimah tidak memakai hijab, jangan mentang-mentang sudah merasa muslim sejak kecil, lantas seolah wajar bila seorang muslim membuang sampah sembarangan, jangan mentang-mentang sudah merasa beriman, lantas seorang muslimah wajar memakai rok mini membentuk tubuh, lantas wajar seorang muslim merokok, lantas wajar seorang muslim tidak membaca Al Qur'an, lantas wajar bila seorang muslim tidak tergugah hatinya saat mendengar azan berkumandang, atau saat melihat saudara seimannya tengah kesusahan. Lantas....
Ah ... terlalu banyak hal yang pada akhirnya kita wajar dan lumrahkan hanya karena berdalih, "Yang penting saya kan Islam, saya sholat, puasa, zakat, saya tidak berzina, tidak mencuri, dan bla bla bla...." Banyak hal yang menjadi toleransi untuk diri kita sendiri, sampai pada akhirnya larangan dariNya menjadi tak berarti apa-apa di hadapan kita.
Padahal...
-          Sholat haruslah diutamakan. Tak boleh diundur-undurkan, apalagi ditinggalkan.
-     Puasa wajib pun juga harus disertai dengan ibadah-ibadah lainnya agar puasanya bernilai lebih di mata Allah.
-   Tidak berzina? Lalu apa artinya pegang-pegangan tangan, berpelukan, cium kening, dan lain sebagainya dengan yang bukan mahrom? Yang disebut zina bukan hanya melakukan hubungan suami istri dengan yang bukan mahrom, tapi hal-hal yang disebutkan di atas juga termasuk ZINA!!
-      Tidak mencuri secara harfiah, mungkin iya. Tapi apakah kita sudah bersikap jujur dengan sebenar-benarnya? Mungkin banyak dari kita yang tanpa sadar mengambil hak orang lain, meskipun hanya sebesar biji zarah. Hal itu tetap saja dikatakan mencuri, meski jumlahnya sedikit namun sayangnya kita tidak menyadari hal itu.
-      Al Qur’an di rumah sebaiknya tidak hanya dijadikan hiasan bufet belaka, namun harus dibaca dan dipahami artinya.
-     Menutup aurat bukan hanya sekedar berpakaian, namun tetap ada adabnya. Bagi wanita adalah menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan dengan pakaian yang longgar. Sesuai dengan QS. An Nur: 31, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Sementara untuk laki-laki adalah menutup aurat dari pusat ke lutut, longgar dan tidak tipis, serta tidak menyerupai perempuan.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang kita sepelekan hanya karena kita merasa aman dengan status muslim yang kita miliki. Sebab perintahNya bukan hanya sekedar Rukun Islam belaka, tapi lebih dari itu...

30 April 2015

Berani Lebih Dewasa Dalam Hidup

Ada seorang sahabat yang pernah berkata kepada saya: “Menjadi anak-anak adalah sebuah fase kehidupan, itu benar. Tapi kalau menjadi tua adalah sebuah kepastian, itu salah. Bagaimana dengan mereka yang belum mengalami masa tuanya, tapi sudah keburu meninggal? Bukankah tua itu artinya belum pasti?” Saya hanya tersenyum dan membalas kata-katanya dengan jawaban yang intinya begini: Yang disebut tua bukanlah dari lamanya seseorang hidup atau bayaknya angka yang mewakili usianya. Tapi menurut saya, yang disebut tua adalah bertambahnya usia seseorang dari hari ke hari. Sebab tidak ada batasan usia antara yang tua dan yang muda. Seseorang dengan usianya yang 30 tahun akan merasa muda bila dibandingkan dengan mereka yang usianya 50 tahun. Tapi seseorang yang usianya 20 tahun, akan mengatakan bahwa mereka yang berusia 30 tahun sudah terbilang tua. Jadi, yang menjadi masalahnya di sini adalah faktor bertambahnya usia, bukan banyaknya usia.

Para orang tua yang seharusnya sudah bisa menjadi dewasa, malah justru terlambat menjadi dewasa. Banyak laki-laki pengecut yang maunya enak sendiri memainkan perasaan perempuan tanpa berani bersikap dewasa untuk mengambil keputusan tanggung jawab pernikahan. Atau pelaku-pelaku kemungkaran yang tak pernah berani bersikap dewasa untuk jujur terhadap hati nuraninya yang dalam, bahwa kemungkaran akan tetap menjadi sebuah tindakan tercela walau ditutupi dengan kebaikan-kebaikan yang semu. Juga pemimpin-pemimpin yang tidak pernah bersikap dewasa menerima takdirnya sebagai pelayan rakyat. Banyak anak-anak yang menghabiskan masa mudanya hanya untuk bersenang-senang tanpa mau bersikap dewasa mengubah paradigma mereka menjadi pemuda/pemudi yang lebih aktif dan produktif. Atau pedagang-pedagang culas yang hanya memikirkan keuntungan pribadi mereka semata tanpa pernah berani dewasa bahwa menerima hukum usaha yang adil adalah lebih baik untuknya. Dan juga orang-orang yang tidak berani dewasa, bila miskin ia mengeluh, angkuh, dan kufur, bila kaya ia tak bersyukur, bila bodoh ia menipu, dan bila pintar ia membodohi orang.

Berani dewasa adalah keputusan jiwa yang tidak sederhana. Sebab seringkali ia berada pada posisi yang sangat kontras dengan fitrah lahiriyah seseorang.

Berani hidup harus berani dewasa. Berani dewasa harus berani mengambil sikap dan keputusan untuk kehidupan yang lebih baik. Berani dewasa juga perlu perngorbanan yang tidak mudah. Harus berani mengalah untuk menang. Harus berani mengambil resiko, menerima tantangan, mencari ilmu yang bermanfaat, memberikan contoh yang baik, berani berbuat tidak hanya bicara, memberikan kebaikan di manapun ia berada dan berani menatap kehidupan di masa mendatang. 

Berani hidup harus #BeraniLebih dewasa. Hidup ini memang tidak mudah. Namun lebih tidak mudah lagi jika hidup tanpa berani menjadi dewasa. Bahwa fase demi fase adalah kepastian. Setiap usia punya jenjangnya, ada situasinya, sulit dan mudahnya. Tapi keberanian menjadi dewasa adalah sebuah keniscayaan yang dengannya kita lalui segala fase itu, kita kejar cita-cita akhir kita, di puncak keridhoan Allah swt.

Jumlah kata: 436
Facebook: Nurlaila Zahra
Twitter:@sarah_kecee



31 Maret 2015

Memetik Pelajaran dari Kepergian Sang Idola

Sahabat saya yang selalu dirahmati Allah SWT,

Beberapa hari terakhir ini kita mungkin telah dikejutkan dengan sebuah kabar duka yang melanda dunia hiburan tanah air. Ya, kabar meninggalnya salah satu artis dan komedian Indonesia, Olga Syahputra, jelas melahirkan sebuah kedukaan yang cukup mendalam, baik bagi keluarga, sahabat, para penggemar, dan juga mungkin hampir seluruh masyarakat Indonesia ikut berduka karenanya. Termasuk saya.

Saya memang bukan penggemar berat Alm. Olga, namun saya salah satu yang termasuk merasa terhibur dengan canda dan humor yang diciptakan olehnya, dan sedikit mengikuti perkembangan beliau semasa hidupnya. Jadi saya rasa wajar apabila untuk saat ini saya cukup merasa kehilangan sosok yang begitu dicintai oleh masyarakat Indonesia.

Kepergian Olga, sudah pasti meninggalkan duka yang mendalam bagi semua orang yang menyayanginya. Baik yang mengenalnya secara langsung, maupun tidak, seperti saya. Namun dalam hal ini, setidaknya ada tiga pelajaran yang bisa saya petik, baik dari sosok Olga maupun kepergiannya yang terkesan begitu cepat. Yang tentunya sangat mengingatkan saya akan janji-janji yang sudah Allah katakan dalam firman-Nya.

Yang pertama, sosok Olga nampaknya mampu memberikan sebuah pelajaran berharga pada kita yang masih hidup, bahwa semasa hidupnya, Olga selalu berbuat baik pada siapa pun, khususnya pada keluarganya. Kita bisa lihat dalam firman Allah SWT QS. 2 : 83, …..Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”

Dalam ayat tersebut dijelaskan, bahwa Allah SWT sudah mewajibkan kita untuk selalu menyembahNya, berbuat baik tidak hanya kepada orang tua, tapi juga pada keluarga, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta diperintahkan untuk berkata yang baik pada sesama manusia, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Tapi di akhir kalimat Allah kembali mengingatkan, bahwa hanya sebagian dari kitalah yang mau mengikuti semua perintah itu, dan sebagian yang lain lebih memilih untuk berpaling mencari kesenangan dunia yang lain. Di sini kita bisa lihat, bahwa semasa hidupnya, -in sya Allah- Olga sudah melaksanakan hampir semua hal yang Allah perintahkan di atas. Dan sudah sepatutnya hal ini menjadi sebuah pembelajaran untuk kita semua agar tidak menjadikan nikmat duniawi sebagai alat untuk menjerumuskan diri kita sendiri ke lembah dosa, melainkan bersyukurlah dengan hal-hal yang baik.

Yang kedua adalah, bahwa kebaikan seseorang, apabila dilakukan secara kontinyu meski kapasitasnya sedikit, akan berdampak sangat luar biasa ketika seseorang itu telah tiada. Seperti apa yang Allah firmankan dalam QS. 2 : 110, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

Sekali lagi kita tahu, bahwa apapun yang sudah Olga lakukan semasa hidupnya, jika itu merupakan sebuah kebaikan, maka sejatinya kebaikan itu juga untuk dirinya sendiri. Masalah pahala memang urusan Allah, namun jika melihat lautan manusia yang mengiringi kepergian Olga, jelas menunjukkan bahwa sosok Olga bukan hanya sekedar manusia bernyawa pada umumnya, namun in sya Allah kebaikannya banyak dirasakan oleh banyak orang hingga hal itu menjadi sebuah keberkahan untuk dirinya.

Dan yang ketiga adalah, bahwa kematian sejatinya selalu mengincar kita, kapan pun dan di mana pun. Kita tidak pernah tahu kapan waktu kita harus menghadapNya. Saat ini mungkin Olga yang harus pergi lebih dulu, namun bisa jadi tak lama setelahnya, kita yang akan menyusulnya menghadap Sang Khaliq. Ini jelas tertulis dalam firmanNya QS. 3 : 145, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya……”

Artinya, Allah sudah menentukan kapan waktu kita menghadapNya. JanjiNya yang sudah pasti adalah, bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Begitu pun dengan Olga. Terlepas dari perihal apa yang mengantarkan Olga menuju ke haribaanNya, tetap saja bahwa hal ini adalah takdir Allah yang tidak bisa diingkari. Banyak orang mengatakan bahwa Olga adalah orang yang baik, namun bukan berarti Allah tidak punya hak untuk menentukan cara bagaimana ia harus berpulang ke rahmatNya. Semua adalah rahasia Allah. Secara pribadi, saya hanya mampu mendoakan semoga sakit yang dideritanya selama ini, mampu menggugurkan setiap inci dosa yang melekat pada diri Olga. Semoga Allah terima segala amal ibadahnya, dan dilapangkan kuburnya. Aamiin.

Dan salah satu cara mempersiapkan kepulangan kita kelak adalah, dengan senantiasa memperbaiki diri hari demi hari, bermanfaat bagi sesama, dan selalu mendekatkan diri padaNya.

17 Maret 2015

5 Point Tentang Blog Dija

Jika bicara soal Blog Dija, maka yang ada dalam pikiran saya hanya satu: Pasti selalu ada foto yang membersamai setiap kali Mbak Elsa posting agenda kegiatan Dija. Entah kenapa, saya selalu kepo dengan blog Dija, selalu menanti ada apakah gerangan di postingan Dija selanjutnya. Nah, kali ini, berhubung saya nggak bisa terlalu banyak melakukan mukaddimah atau pembukaan, maka langsung saja saya ingin me-review kelima point penting dari blog Dija yang hampir berusia 5 tahun itu, persis dengan usia Dija yang juga sebentar lagi akan memasuki usia ke 5 tahun.

Dija itu anak yang pintar dan cerdas

di dalam postingan yang ini Dija sudah bisa berhitung angka 1 - 10, meski memang dijelaskan oleh Ola Elsa kalau tulisan angkanya masih sering salah, nggak apa-apa, karena di usia Dija kala itu yang baru mau beranjak 3 tahun, pencapaian seperti itu adalah hal yang sangat luar biasa yang bisa dilakukan oleh seorang anak seperti Dija. Selain itu, di postingan ini Dija juga sudah mampu menghafal surat-surat pendek dalam Al Qur'an di usianya yang masih sangat belia, di mana biasanya anak-anak seusianya di luar sana masih belum mampu menghafal. (saya sedikit iri karena kemampuan Riski sangat berbeda dengan Dija, hehehe)

Dija itu cantik

Mungkin karena salah satu alasan ini yang membuat saya selalu menanti-nanti postingan dari blog Dija yang dibuat oleh Ola Elsa. Foto-foto yang selalu menyertai setiap postingan, selalu membuat saya terkesima dan membuat setiap postingan terkesan sangat hidup. Apalagi teknik pengambilan gambar yang dilakukan Ola Elsa sangat bagus sehingga foto-foto yang ditampilkan di blog selalu menari perhatian pembaca, khususnya saya sebagai pembaca setia blog Dija.

Sekarang tentang blog Dija- nya, yaa...

Blog Dija sangat kreatif sekali

Sejak saya mengenal Blog Dija, saya selalu suka dengan dekorasi blog yang ditampilkan Ola Elsa dalam blog Dija ini. Baik dari segi desain blog nya, maupun setiap gambar dalam postingan yang membutuhkan editan, yang ditampilkan selalu berbeda dari postingan-postingan sebelumnya, dan warna-warna yang ditampilkan juga selalu cerah, menarik hati setiap pembaca untuk selalu berkunjung lagi dan lagi..

contohnya yang ini ...

dan juga yang ini...

kedua gambar di atas menurut saya sangat kreatif dan inspiratif sekali karena kedua tulisan yang mengiringi kedua gambar tersebut selalu mempunyai karakter yang berbeda dan sangat kuat. Mungkin inilah yang membuat blog Dija selalu dinanti oleh para pembacanya.

Foto-foto Dija selalu ciamik

Saya selalu suka dengan foto-foto di dalam Blog Dija. Selain Dija-nya yang cantik dan manis, teknik pengambilan gambar yang dilakukan Ola Elsa juga sangat ciamik. Tapi kalau disuruh milih mana foto yang paling saya suka, semuanyaaaa saya suka. Sukaaaa banget kalau lagi liatin foto-foto yang ada di blog Dija. Sekali lagi, blog Dija sangat inspiratif karena terkadang saat saya menemukan sebuah foto yang bagus, saya seperti menemukan inspirasi baru dalam teknik membidik objek saat memotret.

Yang terakhir.... apa ya...

Blog Dija sangat informatif

Sempet bingung sih sebenarnya saat menentukan point ke lima tentang blog Dija ini, karena menurut saya blog Dija ini udah kayak kue yang enaaakkk banget rasanya, yang siapapun pasti suka. Tapi jujur deh, Blog Dija memang sangat informatif karena di hampir setiap postingan selalu ada catatan Ola Elsa mengenai perkembangan Dija, yang secara tidak langsung juga bisa menjadi pelajaran buat saya dalam mengasuh Riski. Catatannya sangat simple namun pasti sangat berkesan bagi yang membacanya. Hal seperti ini pasti bisa menjadi kesan tersendiri untuk Dija, kelak saat ia sudah mulai paham tentang semua dokumentasi tentang tumbuh kembang dirinya.

Mungkin segitu aja yang bisa saya tuliskan. Bingung sebenarnya mau nulis apa, karena sebenarnya saya nggak terlalu bisa berceloteh melalui tulisan. Semoga sedikit review ini bisa memberi kesan tersendiri baik untuk Mbak Elsa maupun Dija kelak. Aamiin. 

note:
salam dari Riski untuk Dija :)


6 Maret 2015

Sesuatu dan Kenangan

Sahabat,
Pernahakah kalian merasakan sesuatu yang kalian sendiri tidak bisa menerjemahkan sesuatu itu? Kalian terdiam, seolah tidak melakukan apa-apa, padahal kalian berpikir tentang sesuatu itu. Ada sebuah rasa kehilangan yang menyayat kalbu, namun sebenarnya kalian tidak pernah memiliki kehilangan itu. Ada sebuah ruang yang sedikit hampa karena sudah terlalu lama kosong karena kepergiaan sesuatu itu. Saat diam, yang ada dalam pikiran hanya satu: sesuatu itu! Begitu banyak kenangan yang terlukis di memori, namun sedikit pun tak pernah hilang dalam ingatan. Entah karena apa...

Sahabat,
Sesuatu yang terkadang kita anggap mudah untuk meraihnya, jika Allah tuliskan bahwa sesuatu itu tidak baik adanya untuk kita, maka semua akan terasa sulit untuk digapai, meski pada awalnya terasa sangat mudah. Sebagai manusia biasa, kita wajib berprasangka baik pada-Nya. Bukan karena dipaksa untuk itu, melainkan kita harus yakin bahwa ketetapan Allah lah yang terbaik untuk kehidupan kita selanjutnya.

Kenangan itu boleh saja terus melekat dalam benak kita, laiknya noda yang tidak bisa hilang pada pakaian. Sebab seperti yang disampaikan Pak Mario Teguh, bahwa melupakan sebuah kenangan itu sesulit mengingat sebuah masa yang belum pernah kita alami atau temui.

Mari kita kelola sesuatu dan kenangan masa lalu kita secara bijak, agar hal itu tidak menghambat langkah kita untuk terus bergerak dan meraih masa depan kita....

5 Maret 2015

Penurunan Daya Ingat

Lagi.... dan lagi...

Ini untuk yang kedua kalinya saya mengalami pengalaman tidak mengenakkan saat berada di depan mesin ATM. Bukan, bukan karena tindakan orang yang tidak bertanggung jawab kepada saya, hanya saja... saya yang teramat ceroboh karena telah dua kali melakukan kesalahan yang sama. Yak, hari ini saya lupa mengeluarkan kartu ATM saya dari mesin ATM. Subhanallah, sebelumnya hal ini pernah saya lakukan juga beberapa tahun silam. Entah, apakah waktu itu saya juga menuliskan pengalaman ini di blog atau tidak, saya lupa. Yang pasti saya sudah dua kali melakukan kecerobohan ini. Sampai akhirnya mesin ATM itu berbunyi, dan alhamdulillah nya saya masih ada di lokasi Bank karena hendak menyetorkan uang juga pada teller. Mesin ATM itu berbunyi namun saya masih belum sadar bahwa bunyi itu menandakan bahwa kartu ATM saya masih ada di sana dan belum saya keluarkan.

Ya Allah, lemas sekali rasanya kaki saya kala itu. Membayangkan jika saya langsung bergegas pergi setelah dari ATM dan tidak mampir dulu ke teller, lalu ada oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan hal-hal yang tidak saya inginkan atas kartu ATM saya itu. Meski memang mesin itu pasti akan berbunyi jika kartu yang masih ada di dalamnya tidak diambil dalam waktu beberapa lama. Untung saja teller cantik yang melayani saya segera ngeh dan langsung menegur saya. Tapi karena bingung, saya masih belum sadar kalau saya memang belum mengeluarkan kartu ATM itu. Alhamdulillah Pak Satpam yang ada di sana begitu cekatan sehingga saat mesin ATM itu berbunyi, ia langsung berlari dan menekan tombol cancel, dan akhirnya kartu ATM saya bisa keluar tanpa harus tertelan di dalamnya. Saya mengucapkan terima kasih pada Pak Satpam lalu duduk termenung memkirkan apa yang barusan saja saya lakukan.

Sepanjang perjalanan pulang dari bank, saya terus memikirkan hal itu. Betapa ternyata, mungkin daya ingat saya sudah mulai menurun atau karena memang terlalu banyak to do list hari ini yang menyebabkan saya jadi kurang berkonsentrasi. Tapi paling tidak saya masih bisa bersyukur karena saya tidak harus pusing memikirkan kemana hilangnya kartu ATM saya. Mungkin juga karena masih rezeki, dan hal ini seharusnya bisa menjadi pelajaran yang sangat...sangat berharga buat saya, mengingat hal ini sudah dua kali saya alami.

Entah bagaimana caranya untuk bisa kembali meningkatkan daya ingat. Tapi selama ini saya selalu berusaha untuk senantiasa beristighfar. Sebab kalimat istighfar adalah kalimat permohonan ampun pada Allah Swt, senantiasa mengingat Ia kapan dan di mana pun, sehingga mudah-mudahan bisa membantu saya untuk terus mengingat hal-hal apa saja yang harus saya lakukan, kerjakan, dan segala amanah yang diberikan Allah pada saya.

Aamiin...

27 Februari 2015

Hiatus VS Pencapaian

Sahabat yang tersayang,

entah sudah berapa lama saya mengangguri blog ini sampai saya sendiri tidak ingat tema apa yang saya bahas di postingan terakhir saya dalam blog ini. Terkadang saya merasa sedih melihat semangat diri saya yang terkadang naik turun untuk tetap aktif menulis di blog ini. Saya selalu menyadari bahwa untuk tetap aktif menulis, memang diperlukan kedisiplinan dan kekonsistenan untuk terus mengisi hari dengan menulis. Menulis apa saja, apa pun yang bisa dibahas dan diambil hikmahnya bisa menjadi tema yang menarik untuk dibahas. Dan sebenarnya saya mempunyai prinsip seperti itu sejak beberapa bulan ini. Namun entah apa yang pada akhirnya membuat saya jadi kembali bisu dan bungkam untuk menulis. Berbagai alasan dikemukakan tapi mungkin akhirnya akan menjadi klise. Entah akhir-akhir ini sibuk di kantor lah, di rumah lah, mengajarlah, inilah, itulah, dan berbagai alasan lainnya hingga teramat membuat saya melupakan kejadian atau hikmah apa yang saya dapati setiap harinya. Padahal mestinya saya bisa setiap saat menulis tentang hikmah dan pelajaran apa pun yang saya dapatkan setiap harinya. Tapi yaaa... mungkin inilah sifat kemanusiawian saya, khilaf. Dan kini saya merasa sangat bersalah saat saya harus melalui hari-hari kemarin tanpa pelajaran yang bisa saya goreskan di blog ini.

Tapi paling tidak, saya bisa sedikit menebus rasa bersalah itu dengan satu kebahagiaan yang pada akhirnya menghampiri saya. Beberapa hari yang lalu Buku Kumpulan Cerpen saya sudah terbit di rasibook.com. Berikut penampakan cover yang bisa sahabat lihat...


Saya merasa covernya amat simple, karena memang saya tidak mengambil paket revisi cover. Jadi sekian rupiah yang saya bayarkan, saya sudah terima bersih semua prosesnya. Meski memang ada beberapa kekuranganyang saya sesalkan di akhirnya, namun saya berusaha menerima semua itu sebagai pengalaman pertama saya menerbitkan buku. Overall, saya sangat senang dan bersyukur atas pencapaian yang saya lakukan ini. Paling tidak saya patut bersyukur pada Allah Swt karena telah memberikan saya kesempatan untuk menelurkan satu buku hasil karya saya pribadi. Saya berharap semoga pencapaian pertama saya ini bisa disusul dengan karya-karya saya lainnya yang juga bisa dinikmati oleh banyak pembaca.

Bagi yang berminat membacanya, bisa segera pesan bukunya di sini. Enjoy reading :)

13 Januari 2015

Titik Lemah

Setiap manusia pasti memiliki titik lemah dalam hidupnya. Titik lemah ini adalah satu titik dalam dirinya yang bila diuji dengan sesuatu hal, titik ini bisa jadi sangat lemah atau bahkan bisa membuat seseorang itu sangat tidak berdaya lantaran sesuatu yang disebut ujian tadi. Ujian dalam hidup ini bermacam-macam bentuknya. Bisa berupa harta, tahta, jabatan, ataupun pasangan hidup. Dari tiap-tiap ujian itu bisa saja menghampiri kita sebagai makhluk lemah yang tidak memiliki daya upaya apapun jika hati dan jiwa kita jauh dari Rabb semesta alam, Allah Azza Wajalla.

Setidaknya ada empat hal yang wajib kita waspadai terkait ujian hidup yang mungkin saja salah satu di antara empat hal itu merupakan titik lemah kita sebagai manusia. Yang pertama adalah, jika kita diuji dengan syahwat dan hawa nafsu, bisa mungkin ada yang tidak beres dalam sholat kita. Mengapa sholat? Sebab dalam QS. Maryam ayat 59, Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka datang sesudah mereka suatu keturunan yang mereka telah melalaikan sholat dan memperturutkan syahwat hawa nafsunya.”.

Sebagai manusia yang berakal, jika hal pertama tadi adalah titik lemah dalam diri kita, ada baiknya kita segera periksa sholat kita. Apakah selama ini menunaikan sholat hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban, hanya untuk dipuji orang lain, atau semata-mata hanya karena Allah? Apakah kita sudah cukup khusyuk dalam melaksanakannya, atau masih sering memikirkan hal-hal lain saat sholat? Sudah tepat waktukah, atau malah sering mentakhirkannya? Atau bahkan kita sering lalai dalam menjalankannya? Patutnya kita periksa semua hal itu.

Hal yang kedua adalah, jika kita merasa keras hati, berperangai akhlak buruk, sial, sengsara, dan seolah tidak ada kemudahan, periksalah hubungan kita dengan ibu dan bakti kita terhadapnya. Mengapa demikian, sebab dalam QS. Maryam ayat 32, Allah SWT berfirman, “dan (Dia jadikan aku) berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” Dari ayat tersebut sudah sangat jelas, jika kita ingin merasa mudah dalam melangkah di kehidupan, maka berbakti pada orang tua adalah hal yang paling utama yang harus dilaksanakan. Sebab satu hal yang mesti diingat, bahwa ridho orang tua adalah ridhoNya Allah. Tidak akan pernah kita merasakan nikmatnya kemudahan dalam segala hal jika orang tua kita tidak ridho pada apa yang kita lakukan. Nauzubillahi minzalik.

Yang ketiga adalah, jika kita merasa depresi, tertekan, dan kesempitan dalam hidup, maka sebaiknya kita memeriksakan interaksi kita dengan Al Qur’an. Karena dalam QS. Thaha ayat 124, Allah SWT telah berfirman, “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Al Qur’an – berzikir), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” Bukankah ayat tersebut sudah sangat jelas memberitahu kita, bahwa jika ingin hidup lapang, maka jangan pernah sekali-kali kita melupakan Al Qur’an. Bacalah setiap hari meski tidak bisa membaca banyak dalam sehari. Paling tidak jika kontinuitas interaksi kita dengan Al Qur’an sudah cukup bagus, maka dengan sendirinya hati kita akan merasa lapang dan satu per satu masalah akan terselesaikan dengan baik. Jadikanlah Al Qur’an sebagai teman sehari-hari bukan malah hanya menjadi pajangan di dalam buffet rumah kita, hanya karena Al Qur’an yang kita miliki boleh kita beli di Mekkah. Ingatlah, bahwa rumah yang senantiasa diperdengarkan Al Qur’an setiap harinya, akan membuat para penghuninya selalu diliputi perasaan aman, nyaman, dan tenteram. Karena Al Qur’an itu adalah obat dari segala penyakit hati.

Dan yang terakhir adalah, jika kita merasa kurang tegar dan teguh di atas kebenaran dan gangguan kegelisahan, maka periksalah bagaimana pelaksanaan kita terhadap nasihat yang kita dengar. Allah SWT berfiman dalam QS. An Nisa ayat 66, “Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih meneguhkan (iman mereka).” Maka dari itu, apabila kita mendengar suatu kebaikan dari mulut seorang alim ulama, hendaklah kita mendengar dan melaksanakannya dengan ikhlas. Sebab orang yang mengetahui sebuah kebaikan namun ia tidak melaksanakannya, maka ia termasuk pada golongan orang-orang yang munafik.

Semoga keempat hal tadi bisa menjadi peringatan untuk kita sebagai hamba yang lemah, bahwa titik lemah dari masing-masing kita berbeda-beda, sehingga kita diharuskan untuk introspeksi diri setiap hari agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang tidak beruntung sebab dari hari ke hari tidak ada perbaikan yang kita lakukan.

9 Januari 2015

Epilog Seorang Hamba

Tuhan,
Setiap orang pasti memiliki masalah dan beban hidup masing-masing. Setiap masalah seseorang, juga bergantung pada kadar keimanan dan kemampuan setiap hamba. Aku tahu, Tuhan, bahwa kadar keimanan dan kemampuanku masih belum terlalu tinggi, jadi aku mohon Tuhan, tolong kuatkanlah aku dalam menghadapi semua beban hidup ini. Segala amanah dan tanggung jawab yang Kau pikulkan di pundakku, tak pernah sedikitpun aku meminta untuk Kau kurangi, tapi aku hanya berharap kekuatan, kesabaran, serta keikhlasan hati dan jiwaku untuk dapat melewati semua itu.

Tuhan,
Kepergian sosok Ayah dalam hidupku selama hampir dua puluh enam tahun perjalanan hidupku, juga bertubi-tubi amanah, serta tanggung jawab yang ada di pundakku, telah menjadi cobaan terberat dalam hidupku. Jika semua cobaan ini merupakan ganjaran dariMu atas segala salahku di masa lalu, lalu sampai kapan aku harus menebus semua salahku, Rabb?

Tuhan,
Terkadang aku merasa kuat dan tegar menghadapi semua ini, namun ada saat di mana aku terlalu lelah menghadapi semuanya sendiri, hingga hanya ada air mata yang selalu menemani kesendirianku. Aku merasa lemah, aku terlalu letih, Rabb.

Tuhan,
Mohon ampuni semua salah dan khilafku. Aku hanya seorang hamba yang terkadang hanya tidak mampu menahan segala beban yang menggelayut di bahuku. Aku hanya ingin sedikit bercerita dan bersandar padaMu, itu saja. Terima kasih, Rabb….

6 Januari 2015

Menjemput Rezeki dengan Cara yang Allah Ridhoi

Mencari rezeki atau mencari nafkah untuk keluarga, bagi kita merupakan sebuah pilihan yang memang harus kita lakukan demi menyambung kelangsungan hidup kita maupun orang-orang yang kita cintai. Mencari rezeki, sejatinya adalah kita melakukan sebuah pekerjaan, entah itu kita bekerja pada pemerintah, perusahaan swasta, atau bisnis serta membuka usaha sendiri. Semuanya bisa kita lakukan demi mencari rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan hidup.

Dalam mencari rezeki, ada beberapa hal yang mungkin harus kita ketahui dan pahami agar rezeki yang kita dapat tidak hanya bernilai dari segi kuantitas saja namun juga bisa mengandung keberkahan di dalamnya. Satu hal yang harus kita sadari bahwa semua rezeki yang kita dapatkan itu datangnya dari Allah. Semua rezeki dan nikmat yang kita rasakan, semata-mata karena atas izinNya. Tidak mungkin kita dapat menikmati manisnya rezeki jika bukan atas izinNya. Maka dari itu, patutlah bila kita mengutamakan kehalalan dari setiap rezeki kita. Sebab segala yang halal di mata Allah adalah baik.

Selain kehalalan rezeki, cara untuk mendapatkan rezeki juga merupakan kunci utama dalam proses mencari nafkah. Rezeki yang halal mungkin belum tentu didapat dengan cara yang Allah sukai. Tapi rezeki yang didapatkan dengan cara yang diridhoi Allah, sudah pasti rezeki itu adalah halal.

Ada berbagai cara yang dapat kita lakukan dalam mencari rezeki. Salah satunya saja adalah berdagang. Membuka usaha sendiri, di kalangan masyarakat saat ini sudah menjadi hal yang wajar, karena bisa dikatakan sebagian besar penduduk ibu kota memiliki profesi berdagang. Berdagang adalah sebuah pekerjaan baik yang in sya Allah akan menghasilkan rezeki yang halal bila dilakukan dengan cara yang baik pula. Tapi bisa juga rezeki yang dihasilkan dari berdagang itu berubah menjadi haram apabila cara yang dilakukan adalah cara-cara yang merugikan orang lain, atau bahkan bersifat musyrik (menduakan Allah).

Selain kehalalan dan cara yang dilakukan menjadi faktor penting dalam meraih rezeki, ternyata interaksi atau kedekatan kita kepada Allah juga menjadi kunci utama dalam mencari keberkahan rezeki. Cara dan kehalalan mungkin sudah kita lakukan, tapi apabila karena alasan mencari rezeki menjauhkan kita pada Allah, maka tanpa kita sadari rezeki yang kita dapatkan akan kehilangan esensi keberkahannya.

Katakan saja demi mencari rezeki yang banyak, seorang pedagang sampai rela meninggalkan sholatnya lantaraan takut kehilangan pelanggan apabila dagangannya ditinggal sebentar untuk sholat. Lalu demi sebuah gadget baru, seorang staf rela melakukan korupsi . Atau demi sebuah jabatan tinggi, seorang muslimah rela menanggalkan hijabnya. Hal-hal semacam itu adalah contoh bahwa kurangnya iman seseorang dalam proses pencarian rezeki, akan membuat rezekinya kehilangan keberkahan. Mungkin mereka akan mendapatkan apa yang mereka harapkan, tapi mereka tidak akan pernah cukup dengan semuanya karena yang ada dipikiran mereka hanya duniawi saja. Bagaimana caranya mendapatkan rezeki sebanyak mungkin, tanpa mengindahkan syariat dan aturan yang berlaku dari Tuhannya.

Mereka lupa bahwa rezeki yang mereka dapat datangnya dari Allah. Dan mereka seolah tidak mau menyadari bahwa untuk mendapatkan rezeki Allah, maka mereka haruslah melakukan apapun yang Allah perintahkan. Mereka hanya menuntut hak tanpa mau menunaikan kewajiban mereka sebagai muslim. Jika sudah seperti itu keadaannya, maka cepat atau lambat mereka akan kehilangan rezeki yang sudah mereka dapat, tanpa mereka sadari. Entah karena gaya hidup mereka yang hedonis hingga membuat mereka boros, atau mungkin mereka akan ditimpa kemalangan maupun kesakitan yang menyebabkan harta mereka terkuras untuk biaya pengobatan. Wallahu ‘alam.