17 Desember 2009

HIDUP

Sebelum aku mengerti apa arti hidup yang sesungguhnya, aku memaknai bahwa hidup adalah bernafas dan melakukan berbagai hal di dunia ini. Itu dulu, sebelum kini aku memahami bahwa ternyata makna hidup adalah lebih dari apa yang kuartikan dulu.

Hidup memang memerlukan sebuah nafas. Tanpa helaan nafas yang kita hembuskan, takkan ada yang mengatakan bahwa kita hidup. Itulah yang membedakan orang yang hidup dan mati. Nafas. Namun hidup tenyata lebih dari itu.

Ketika kita dilahirkan ke dunia ini, kita terlahir sebagai seorang anak kecil lugu yang belum mengerti apa itu hidup. Seiring berjalannya waktu, kita beranjak menjadi seorang anak remaja, dewasa, dan tua. Namun hanya sedikit dari kita yang mengetahui apa arti dan makna hidup yang sesungguhnya.

Hidup tak hanya sekedar bernafas. Ada perjuangan, ada pengorbanan, ada kontribusi yang harus kita lakukan agar kita dapat tetap eksis dan bertahan hidup di dunia ini, tanpa mengesampingkan takdir Tuhan bahwa setiap yang bernyawa pasti merasakan mati.

Hidup pun juga membutuhkan makan. Namun makan disini adalah dalam rangka untuk mempertahankan kehidupan. Makan untuk hidup, dan bukan hidup untuk makan.

Hidup membutuhkan kerja keras. Setiap manusia ketika terbangun dari tidurnya, yang menjadi salah satu prioritasnya adalah bekerja. Ya, karena bekerja adalah salah satu cara untuk berkontribusi dalam hidup agar hidup yang dipunya bisa tetap eksis dan berlangsung di dunia ini.

Hidup. Pun sejatinya setiap manusia tidak pernah meminta pada Allah agar Dia berkenan menghidupkan dirinya. Allah Maha Tahu mana manusia-manusia super yang akan Ia berikan pinjaman nyawa dan usia, untuk juga bisa ikut berkontribusi hidup dalam dunia ini. Entah menjadi apa, itu urusan masing-masing individu seberapa kerasnya mereka berusaha.

Hidup. Sejatinya adalah memilih yang terbaik dari berbagai tawaran jalan kehidupan. Mana yang sekiranya dirasa baik untuk menunjang keeksistensian dan perbaikan diri, maka itulah yang dipilih. Sebab lagi-lagi, sejatinya, hidup adalah pilihan. Memilih mana yang terbaik dari setiap pilihan yang ada dihadapan kita.

Hidup. Sejatinya adalah misteri Ilahi. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada hidup yang kita miliki, kecuali Allah azza wa Jalla. Kuibaratkan hidup adalah sebuah teka-teki. Setiap waktunya, setiap langkahnya, adalah sebuah pertanyaan buatku. ”Apa yang akan terjadi nanti?” Apa, apa, dan apa. Tugas manusia lah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan segala doa, daya, upaya, kekuatan, dan usaha untuk dapat menjawabnya. Kujadikan pertanyaan itu sebagai sebuah tantangan buatku. Karena dengan tantangan, maka hidup akan mempunyai ritmenya tersendiri. Meski beberbeda dengan yang lain, tapi kuyakin inilah yang terbaik. Agar hidup bisa jadi lebih hidup.

Hidup. Apa yang kulakukan saat ini, adakah hanya sekedar usahaku untuk mempertahankan hidup? Atau untuk sekedar menyambung kehidupan? Atau karena memang hidup yang mengharuskan aku seperti ini??? Entahlah. Semua pertanyaan itu masih menjadi sebuah teka-teki buatku. Sebuah tantangan baru, yang baru saja dimulai. Harus segera kutemukan jawabannya, agar hidup yang kumiliki, bukan hanya sekedar hidup para rakyat biasa, namun bisa menjadi hidup yang dimiliki oleh sang raja. Hidup, yang dapat membuat orang lain juga tetap bisa bertahan hidup.

Inilah hidupku. Inilah jalan hidup yang telah kupilih dan kutempuh. Sebuah kerja keras yang harus terus kupacu sampai akhir hayatku, dengan doa dan tawakal yang akan menjadi pengiringnya. Amin.

30 November 2009

Andai : Sehari Bersama Buah Hatiku


Bersama sinar sang mentari pagi, kau terbangun dari tidur malammu yang begitu nyenyak kuperhatikan. Sinaran bola matamu memancarkan kehangatan dan kelembutan, yang membuatku tak mampu banyak berkata. Ah, kaulah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan untukku. Menatap senyummu, membuatku seolah tak inginkan yang lain dalam hidupku.

Sayang, marahku bukan berarti benci, melainkan agar kau mengerti. Tidurlah dalam pelukan hangat sang surya, agar kelak kau bisa menjadi pewaris negeri sejati.

Anakku, makan yang banyak ya? Agar kelak kau tumbuh sehat dan kuat. Dapat membawa negeri ini ke peradaban yang lebih baik, sebab peradaban adalah harga mati bagi mahalnya syurga.

Jangan menangis sayang. sebab tangismu adalah pilu buatku. Tertawalah, agar kelak dunia tersenyum untukmu.

Sayang, mendekatlah, biar aku bisa mendekapmu, biar merasakan kehangatan cintaku. dan kuciumi pipimu yang lembut, agar kau mengerti betapa kasih terlimpah untukmu. (*

Sayang, buah hatiku, siang menjelang dan kau masih belum juga mau terpejam dalam bayang sang surya. Tidurlah, agar kudapat menatap wajah lugumu yang penuh kepolosan.

Manisku, celotehmu di siang ini tetap tak bisa membuatku jemu. Walau mataku ingin sekali terpejam tuk melepas lelah, tapi tak jua bisa jika masih melihat tingkah polahmu yang terus membuatku terjaga.

Sore ini, kukembali menggendong tubuh mungilmu yang masih bersih dan suci. Kulantunkan ayat-ayat cinta, sembari menunggu sang surya bersembunyi dibalik senja. Ah,, indahnya…

Hei, lihatlah sayang. Senja telah berganti malam, dan kau pun telah kembali ke alam bawah sadarmu. Tidurlah dalam pelukan sinar sang rembulan karena esok masih terus setia menantimu. Kaupun akan selalu menjadi rembulan dilangit hatiku dan mutiara terindah dikedalaman jiwaku, sebab hadirmu, adalah penantian panjang buatku. Tidurlah nak, kau kan selalu ada dalam mimpiku...

*) Intervensi dari salah seorang sahabat

NZ - Sarah

16 November 2009

Lima Hukum Karakteristik Sifat Manusia

1. Wajib

Kenapa dikatakan wajib? Ya, seseorang yang bila adanya dia di lingkungan sekitarnya memberikan sebuah manfaat yang besar dan selalu menyenangkan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Namun sebaliknya, apabila ia tidak ada, maka orang-orang yang biasa bersamanya akan merasa kehilangan. Ibarat sebuah lilin, tidak akan menyala bila ia tidak menyulutnya. Prinsipnya, “Nggak ada loe, nggak rame…” :D

2. Sunnah

Kenapa juga dikatakan sunnah? Seseorang yang bila adanya dia di lingkungan sekitarnya memberikan manfaat, namun jika tidak ada dia pun tidak begitu berpengaruh pada yang lain. Jadi dirinya berpengaruh hanya pada saat dia ada bersama yang lain.

3. Mubah

Mubah artinya boleh. So, ada dia atau tidak adanya dia ya boleh-boleh saja. Artinya kehadiran dia di antara orang-orang di sekitarnya bisa mungkin memberikan manfaat, namun kapasitasnya sangat sedikit. Sehingga ketika ia tak ada pun tidak berpengaruh juga pada keadaan di sekitarnya.

4. Makruh

Seseorang yang dikategorikan dalam karakteristik ini, tidak memberikan manfaat apa-apa bagi lingkungan sekitarnya. Malah kehadiran dia cenderung membuat lingkungan di sekitarnya menjadi kurang nyaman. Dia tidak memberikan manfaat apapun bagi yang lain, hanya sekedar figuran saja. Malah bisa jadi, orang-orang yang berada di sekitarnya akan lebih comfort jika ia tidak ada.

5. Haram

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari karakteristik sifat manusia yang satu ini. Mengapa? Adanya dia di lingkungan sekitarnya hanya memberikan kemudharatan bagi dirinya dan orang lain. Dimanapun ia berada akan selalu membuat kekacauan dan tak ada satu orang pun yang menginginkan ia ada dalam kesehariannya. Bahkan ketika ia hadir, satu yang di pikirkan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya adalah, “biang masalah”. Adanya dia hanya akan memperburuk suasana. Dan berharap kalau dia tidak pernah ada, itu akan dirasa lebih baik.

So, yang mana hukum karakteristik sifatmu..?? Tentukan pilihanmu dari sekarang.
Salam NUZA – nurlailazahra
^_^

13 November 2009

Tips Mengelola Keuangan Yang Baik dan Benar


Bagi para karyawan/pegawai/pengusaha/ibu rumah tangga/pengangguran sekalipun, pasti ada masanya kalian mempunyai uang atau sebutlah penghasilan. Ya, untuk mengelolanya bisa dikatakan susah-susah gampang. Kenapa? Dikatakan mudah jika uang yang kita terima masih dalam jumlah yang cukup. Tapi bisa masuk kategori susah apabila uang yang kita pegang sudah sangat-sangat limit alias pas-pasan. Pokoknya harus cukup sampai akhir bulan sebelum menerima penghasilan di bulan berikutnya. Apalagi kalau sampai gali lubang tutup lubang or pinjam sana sini. Pusing lagi deh mikirin bagaimana balikinnya. :D


Nah, disini saya akan coba memberikan tips bagaimana baiknya mengelola keuangan, baik untuk mereka yang masih single atau yang sudah menikah.

1. Buat List Pemasukan dan Pengeluaran (Kelompok Prioritas)

Sebelum kita menerima uang hasil jerih payah kita (gaji) or dari misua (red: suami, bagi yang sudah menjadi seorang isteri :D), usahakan untuk membuat list pengeluaran dan pemasukan. Maksudnya begini, buat list pemasukan penghasilan kita setiap bulannya, dan buat list pengeluarannya juga dari uang tersebut. Seperti di pos-pos kan begitu. Misal, buat zakat berapa, buat sedekah berapa, buat ditabung berapa, buat ongkos pergi kerja sebulan berapa, buat belanja bulanan berapa, buat bayar asuransi berapa, buat ngasih ortu berapa, buat biaya lain-lain berapa, buat biaya anak berapa, buat A, buat B, buat C, dst. Oia, biaya untuk pulsa HP sebulan juga perlu diperhitungkan tuh. Jangan sampai uang kita habis buat beli pulsa saja lantaran dirumah tidak ada internet, terus bisa online di HP. Boros pulsa juga tuh. Nah, semua itu di list berdasarkan prioritas dan disesuaikan dengan kebutuhan. Tapi ingat! Jangan sampai besar pasak dari pada tiang ya? Artinya jangan sampai pengeluaran lebih besar daripada pemasukan.

2. Lakukan Sesuai Rencana/List Yang Telah Dibuat

Setelah membuat list pemasukan dan pengeluaran, yang selanjutnya dilakukan adalah mengorganisir hal itu. Maksudnya, ketika uang sudah ditangan, jangan lantas buru-buru dipakai untuk sesuatu yang tidak penting. Pakai uang tersebut sesuai dengan list yang kita buat. Segera kelompokkan atau pos-pos kan uang tersebut sesuai dengan tempatnya. Misal, uang untuk yang ditabung sekian. Maka segera pisahkan uang itu. Uang untuk ongkos sebulan sekian, pisahkan pula uangnya. Ada baiknya uang untuk ongkos ini dipecahkan menjadi uang receh ribuan or dua ribuan or lima ratusan. Gunanya agar memudahkan kita jika ingin membayar ongkos. Dan baiknya dipisahkan di tempat terpisah, misal dompet ongkos berbeda dengan dompet uang biasa. Uang untuk belanja bulanan berapa, pisahkan juga, jangan sampai lupa. Nah, jika kita sudah mengelompokan uang tersebut sesuai pos nya, ingat-ingat lagi, ada yang terlupa tidak? Jika tidak, maka uang lebih dari penghasilan kita (uang yang tidak dikelompokkan), itu menjadi uang harian kita. Misal untuk jajan kue or apa gitu. Dan ingat! Jangan sekali-kali pakai uang yang sudah dikelompokan itu untuk keperluan lain. Misal uang ongkos dipakai untuk beli kue. Kan gak ada relasinya tuh. Jadi kalaupun kita mau pakai uang ongkos untuk membeli suatu barang, anggap bahwa kita meminjam uang tersebut dan sepatutnya kita mengembalikan uang yang tadi kita gunakan pada posisinya, dengan uang harian kita. Paham kan maksudnya?? :)

3. Siapkan Uang Tak Terduga

Ada kalanya kita tak selalu sehat. Ada kalanya keperluan yang tak terduga datang menghampiri di sela hari-hari kita. Untuk mengatasi hal itu, kita disunahkan menyiapkan sejumlah uang yang kalau menurut bahasa saya, itu adalah uang tak terduga. Nah, uang tak terduga ini diambil dari uang harian kita. Misal, penghasilan kita rata-rata dua juta rupiah perbulan. Uang yang telah masuk kategori kelompok prioritas hanya satu juta tiga ratus rupiah saja. Nah, kan ada lebihnya yaitu tujuh ratus ribu rupiah yang kita sebut sebagai uang harian kita. Sisihkanlah sekitar 43% nya atau sekitar tiga ratus ribu rupiah untuk uang tak terduga. Tak perlu ditabung, cukup disimpan saja dalam dompet, tetapi di tempat yang tersembunyi, sehingga kita tak selalu melihat uang itu yang khawatirnya bisa merubah pikiran kita untuk menggunakan uang itu untuk keperluan yang tak penting dan tak direncanakan. Namun jika dalam sebulan uang itu tak terpakai, ada baiknya uang itu ditabung dibulan berikutnya.

4. List Juga Daftar Belanja Bulanan

Sebagai seorang wanita, saya terkadang sangat berhati-hati dalam menggunakan uang. Bukan berarti pelit, melainkan cenderung kepada sikap hemat. Termasuk jika ingin membelanjakan keperluan bulanan. Baik untuk pribadi maupun keluarga. List lah barang-barang yang dibutuhkan sebelum kita membelinya. Jangan sampai kita kebingungan ketika sudah berada di supermarket yang pada akhirnya kita membeli sesuatu yang tidak kita butuhkan. Sebagai seorang wanita yang masih single, saya juga mengalami hal itu pastinya. Melihat barang A, mau. Melihat barang B, ingin. Melihat barang C, barang D, dst. Ya begitulah wanita. Maka dari itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, membuat daftar belanjaan sangatlah diperlukan. Ingat ya, belilah barang-barang yang dibutuhkan, bukan sekedar yang diinginkan. Bukan berarti kita tidak boleh membeli baju baru atau apapun yang serba baru. Tapi apakah membeli itu semua harus setiap bulan? Kan tidak.

5. Hematlah Dalam Penggunaan Uang

Ini adalah hal yang paling mendasar dan sangat penting. Penyebab utama gagalnya seseorang dalam mengelola keuangan pribadi atau keluarganya adalah adanya sifat boros. Dia tidak pernah merencanakan uang yang ia terima dan mengelolanya untuk apa saja. Pikirnya, disaat ia menerima uang maka yang ada dalam benaknya adalah bagaimana caranya menghabiskan uang itu untuk sesuatu yang ia inginkan. Yang tanpa ia sadari bahwa apa yang ia inginkan belum tentu ia butuhkan. Klimaksnya, ketika tanggal belum memasuki usia mudanya, dan bulan belum berganti ke bulan berikutnya, dia sudah kebingungan sendiri lantaran uang yang ia punya sudah habis. Untuk apa saja? Terkadang orang seperti ini juga lupa untuk apa saja ia belanjakan uangnya sampai pada akhirnya ia sadar bahwa uangnya telah habis dan apa-apa saja yang telah ia belanjakan tidaklah ia butuhkan, melainkan hanya menuruti hawa nafsu belakanya saja. Na’udzubillah.

Intinya, sebanyak apapun uang yang kita terima setiap bulannya, bukan berarti kita boleh menggunakannya secara tidak bertanggung jawab. Ingat! Uang yang kita terima itu adalah amanah yang tidak kita sadari adanya. Sebab kita sudah menganggap bahwa itu adalah uang kita dan kita berhak menggunakannya sekehendak kita. Dan kita juga harus sadar bahwa di setiap rupiah uang kita, ada hak orang lain disana. Maksudnya jangan lupa zakat dan sedekah.

Satu pesan saya:
Kecukupan akan rizki yang kita miliki bukan terletak dari banyak atau sedikitnya rizki yang kita terima, melainkan seberapa mampu kita mempergunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan berguna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. :)


Sekian dari saya
Salam ….
NUZA – nurlailazahra
:)


3 November 2009

Jangan Bunuh Harapan Mereka


Pemuda dan Anak-Anak Adalah Generasi Bangsa
Maka itu, didik dan peliharalah mereka dengan kasih sayang

Pemuda dan Anak-Anak

19 Oktober 2009

Bunda, Aku ingin Menikah.....

Seketika mata tua itu berbinar senang seraya menatap anak laki-lakinya. Terlintas di pikirannya, gubuk kecil ini akan penuh dengan limpahan kebahagiaan. Ditemankan seorang gadis cantik yang kelak menjadi menantunya, hingga terbayang pula celoteh, canda dan tawa cucu-cucu yang memenuhi setiap sudut rumah.


Ditatapnya kembali pemuda tanggung yang berdiri dengan gagah di depannya. Ia telah tumbuh besar, bukan lagi bocah kecil yang dulu sering dijewer telinganya saat nakal. Tak pula sepotong kue yang disodorkan akan membuatnya menghentikan tangisan.

Bocah ingusan itu telah dewasa, bahkan terlihat lebih dewasa dari usianya. Sorot matanya tajam laksana elang, rahang kukuh dan ditumbuhi cambang, serta tubuh yang tegap bagaikan prajurit yang tak sabar menanti genderang perang ditabuhkan.

Seakan tak percaya pada sekian waktu yang telah berlalu, tangan yang telah keriput dimakan usia itu bergerak perlahan menyentuh wajah di hadapannya. Lalu dielusnya dengan lembut, penuh dengan selaksa cinta. Paras wajahnya mewarisi ketampanan asy Syahid, suaminya tercinta.

Ia memang telah dewasa dan saatnya telah tiba untuk menikah, hati kecilnya bergumam bahagia.



Sepekan pun berlalu dalam guliran usia dan waktu. Seiring itu pula, alunan bacaan al Qur‘an semakin terdengar merdu dan syahdu. Hampir setiap saat, lelaki itu selalu bersama mush-haf al Qur‘an kecil yang tak pernah jauh dari sisinya. Menjelang saat pernikahan, ia memang semakin dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Ibadah wajib bahkan sunnat pun tampak semakin khusyuk dilakukan.

Saat ini, pemuda itu kembali berdiri di hadapan ibunda tercinta. Ia semakin tampan, wajahnya tampak bercahaya, gagah walaupun tanpa mengenakan pakaian pesta seperti layaknya mempelai yang akan menikah. Ia tersenyum, sedikit menganggukkan kepala lalu memeluk dengan penuh kasih sayang wanita yang melahirkannya. Pelukannya lambat laun semakin erat, bagaikan sebuah salam perpisahan.

Ibunda pun menangis, isakannya terdengar saling memburu dan membasahi kafeyah. Mata hatinya sebagai seorang ibu, telah menerka makna pernikahan sesungguhnya yang diinginkan buah hati tercinta. Sekelebat kebahagiaan yang terlintas beberapa hari lalu di pikirannya, semata-mata hanyalah pelipur lara bagi fitrahnya sebagai seorang ibunda.

Pemuda yang lahir dari rahimnya, dibuai dan telah dibesarkan ini bukanlah miliknya, tapi milik zamannya. Kini anak panah itu telah siap meluncur dari busur, pedang siap terayun menebas musuh, butir peluru pun siap ditembakkan dan melaju.

Untaian do‘a, baluran cinta dan alunan senandung jihad yang senantiasa menemani lelap tidur anaknya telah menjelma dalam setiap helaan nafas dan butiran darah. Hidup bagi seorang laki-laki sejati di bumi al Aqsa hanyalah perjuangan yang tak pernah padam, mengusir zionis jahanam, laknatuLlah.

Dilepaskannya kepergian buah hati tercinta dengan ikhlas, penuh keredhaan dan iringan do‘a. Tak ada lagi tangis, apalagi sedu sedan dari sudut mata tuanya. Hanya tatapan kasih sayang dan senyum kebanggaan.

Sang pemuda melangkah dengan penuh keyakinan menuju gerbang pernikahan yang dihiasi mahligai cinta. Mahar yang akan diberikan pun telah siap di balik baju, melilit sekujur tubuh.

Semoga bermanfaat....
Selamat Buat yang akan menikah....
Barakallahu...

Dikutip : blog Ayo Menikah...

16 Oktober 2009

Pengalaman Naik Angkutan Umum (Sebuah Realita di Indonesia)


Seringnya saya berinteraksi dengan mobil angkot atau angkutan umum, membuat saya memiliki berbagai pengalaman didalamnya. Setiap pagi ketika saya ingin berangkat kerja, saya memang menggunakan jasa angkutan umum untuk sampai ke kantor karena jarak antara rumah saya dan kantor tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu beberapa menit dan hanya cukup sekali naik angkutan umum. Banyak pengalaman yang saya rasakan, seperti tadi pagi yang saya alami.

Ketika keluar gang rumah dan ingin menyeberang jalan, saya melihat angkot berwarna merah melintas di hadapan saya. Sayapun langsung memberhentikannya dan naik kedalamnya. Saya lihat muatan angkot itu tidak terlalu penuh oleh penumpang. Masih ada beberapa space untuk 2 sampai 3 orang lagi. Saya memilih space yang ada di dekat salah seorang bapak tua yang duduk di pojok. Posisi duduk beliau banyak memakan tempat. Mau saya, ketika saya ingin duduk di sebelah beliau, sudah seharusnyalah beliau membenarkan posisi duduknya sehingga saya bisa duduk disana.

Tapi kenyataannya tidak !! Bapak tua itu masih dengan posisi duduknya yang semula dan alhasil angkot sudah keburu jalan sedangkan saya belum dapat tempat duduk, akhirnya saya hampir saja jatuh di angkot sebelum akhirnya bapak itu menggeser tubuhnya mepet ke pojok setelah saya tegur.

Pengalaman lainnya dan lagi-lagi terkait mereka yang menurut saya egois. Banyak orang-orang yang baru pulang dari pasar ataupun mereka yang membawa barang-barangnya segambreng, menggunakan jasa angkot untuk bisa membawa mereka menuju tempat yang dituju. Ketika melihat angkot tidak terlalu penuh, jadilah mereka duduk di pinggir pintu dengan alasan, tempat yang mereka tuju dekat. Namun coba kita perhatikan dampaknya. Ketika ada orang lain yang kemudian ingin naik ke angkot itu, karena alasan tempat yang di tuju dekat, jadilah mereka yang membawa barang-barang segambreng itu tak mau bergeser serta tetap memilih duduk di pinggir pintu, sehingga membuat orang lain yang ingin naik ke angkot, harus berjuang dengan cukup keras dulu untuk bisa masuk lebih dalam kedalam angkot gara-gara mereka yang egois tidak memikirkan orang lain.

Hal ini juga tidak terlepas untuk mereka yang tidak membawa barang yang banyak. Sekalipun mereka tidak membawa barang banyak, sudah sepatutnyalah ketika ada orang lain yang ingin naik angkot juga, orang yang ada didalam angkot terlebih dahulu seharusnya bergeser agak kedalam agar mempermudah orang lain untuk dapat duduk dengan cepat sehingga ketika angkot sudah berjalan, dia tidak terjatuh di dalam angkot karena orang yang didalamnya sudah bergeser. Dekat atau jauhnya jarak yang ditempuh atau tempat yang dituju, tak jadi urusan ketika sudah didalam angkot. Toh ketika kita sudah bilang, “Depan Kiri ya Pak??” Si Supir angkot itu pasti akan langsung berhenti dan akan menunggu kita untuk turun dan membayar tarif ongkosnya. Jadi jangan khawatir akan hal itu.

Pengalaman lainnya lagi, ini terkait supir angkotnya. Saya seringkali menaiki angkot dengan supir yang ‘begajulan’ katakanlah. Ketika ada space di jalan sedikit saja, dia langsung menyalip dan itu membuat para penumpang sport jantung. Yang melanggar peraturanlah, yang tidak sopan dijalan lah, wah macam-macam ulah yang dilakukan supir angkot itu. Bahkan dua hari yang lalu, saya pernah naik angkot yang tidak ada penumpangnya kecuali saya sendiri. Saya duduk di belakang supirnya. Ketika angkot itu ada di posisi jalanan yang macet, sayapun hanya diam sambil melafadzkan asma Allah dalam hati saya. Ketika jalanan sudah agak lengang dan ada space, tiba-tiba angkot yang saya tumpangi melesat sangat kencang berniat ingin menyalip ke depan angkot yang ada di depannya. Spontan, tubuh saya pun terhempas beberapa centi kedalam dengan posisi yang hampir terjatuh. Uh !!! Saya menggerutu dan menyuruh sang supir agar lebih hati-hati lagi.

Tak hanya itu saja, terkadang supir angkot itu menyerobot tempat dijalan yang bukan semestinya ia lewati. Misal angkot itu jalurnya ke kanan, dimana jalur kanan itu setiap beberapa menit sekali selalu mengalami lampu merah, lain halnya dengan jalur kiri yang tidak akan mengalami lampu merah, (Kalau di logika & algoritma, materi coloring nih. Hehe....) namun karena ingin cepat sampai jalur yang terdepan, angkot itu mengambil jalur kiri dan ujung-ujungnya, ketika ia ingin menyalip masuk ke jalur kanan (jalur yang semestinya ia lewati), jadilah ia membuat sebuah kemacetan baru untuk si jalur kiri yang logikanya tidak ada kamus macet di jalur itu karena dia tidak mengalami lampu merah. Inilah salah satu pelanggaran hukum dan aturan yang sering dilakukan oleh supir angkot.

Ada beberapa kasus dan ini juga pernah dialami oleh ibu saya. Supir angkot itu tak jarang menyerobot hak penumpang. Ketika membayar tarif ongkos bukan dengan uang kecil (katakanlah uang 10 ribuan), supir angkot itu mengembalikannya tidak dengan semestinya. (Terkadang tarifnya dilebihkan dari yang seharusnya). Atau bahkan ibu saya pernah mengalami, uang yang beliau berikan malah tidak dikembalikan oleh si Supir angkot. Sungguh keterlaluan !!

Ya, mungkin masih banyak pengalaman yang dapat kita rasakan ketika menggunakan jasa angkutan umum. Tak hanya mobil angkot saja. Bahkan kereta, ojek, becak, atau apapun itu, banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang kita temukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak peraturan yang seharusnya ditaati namun mereka langgar dan banyak hak orang lain yang seharusnya dipenuhi namun malah justru tidak dipenuhi atau bahkan mereka “serobot” hak orang lain itu.

Mereka mengaku WNI dan selalu menuntut hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia, namun mereka sendiri masih belum bisa menjalankan kewajiban mereka sebagai WNI yang baik dan masih belum dapat memenuhi hak orang lain dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran diri. Selalu menuntut tanpa pernah berkaca diri dan introspeksi diri.

Inilah realita yang ada di masyarakat kita, Indonesia.

By Nurlaila Zahra (sarah)

12 Oktober 2009

Masa Peralihan


Awal mula diberikan pinjaman usia oleh Sang Maha Pemberi segalanya, aku tak pernah mengerti apa tujuan hidup yang semestinya aku jalani. Aku hanya mengikuti kemana waktu dan keadaan membawaku di kolong langit ini. Seiring berjalannya waktu, akupun tumbuh menjadi sosok seorang wanita yang tak lagi kecil. Namun dewasa, tak juga bisa aku mengatakannya. Sedang tua, sudah pasti, sebab usiaku kini tak lagi kanak-kanak. Melainkan sudah ada angka 2 (dua) yang mewakili usiaku saat ini. Meskipun angka kedua setelahnya masih sangat belia untuk diucapkan. Itu menurutku. :-D

Waktu terus bergulir, dan terus membawaku kedalam samudera kehidupan yang tak mudah untuk kuarungi. Banyak hambatan-hambatan yang tak besar, namun tak juga kecil, yang sekarang-sekarang ini aku hadapi. Dari mulai perananku dalam lingkungan, sampai tanggung jawab (amanah) yang kini lebih banyak aku emban.

Dulu, sebelum aku seperti sekarang ini. Lebih tepatnya lagi ketika aku masih duduk di bangku SMK, perananku sebagai seorang makhluk masihlah sangat minim. Tak banyak yang mau mendengar pendapatku kala itu. Mungkin karena kebanyakan mereka memandangku masih terlalu kecil untuk ikut berkecimpung dalam masalah yang mereka hadapi, dan tak layak untuk memberikan pendapat apapun. Setidaknya itu menurutku pribadi. Namun kini lain. Setelah aku lulus SMK, dan terlebih lagi sudah bekerja, ada sebuah pertanyaan yang memang membuatku sedikit tersenyum terkait dengan perananku saat ini. “Begini ya rasanya menjadi “besar”?”

Ya, dulu aku tak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi orang dewasa. Tapi sekarang aku merasakannya sendiri. Aku merasa orang lain ataupun keluargaku sendiri, lebih menghargaiku. Ketika mereka tengah dalam masalah, sebagian dari mereka menghampiriku. Alhamdulillah, meskipun tidak banyak yang dapat aku berikan, namun ada sekian persen yang dapat aku lakukan untuk membantu mengurangi masalah dan kesulitan sebagian mereka. Tentunya semua itu tak lepas dari izin dan campur tangan Sang Maha Besar juga, Allah swt.

Ketika dulu aku selalu ikut kemana saja orangtuaku pergi ke undangan pernikahan anak teman mereka, kini ceritanya lain. Malah aku yang kini di undang oleh mereka yang notabene nya adalah sahabatku sendiri ketika SMK. Sekali lagi aku hanya bisa menyunggingkan senyuman kala sebuah undangan pernikahan temanku bertengger dirumahku dan disana ada namaku yang tertera sebagai undangan. Ternyata aku sudah besar. Itulah yang aku pikirkan kala itu, dan sampai saat ini.

Peralihan tanggung jawab yang kini aku emban pun juga tak kalah pentingnya dalam kehidupanku. Bisa dikatakan, jika dulu aku tak punya banyak tanggung jawab ketika masih sekolah, hanya belajar, belajar, dan belajar, mungkin kini masih bisa dikatakan sama, namun berbeda. Kenapa? Ya, dikatakan sama, karena sampai akhir hayatku, selalu aku tekankan pada diriku sendiri bahwa belajar adalah sebuah kewajiban yang memang harus selalu aku laksanakan. Namun juga berbeda, karena saat ini tanggung jawab dan amanahku lebih banyak dibanding ketika aku masih sekolah dulu.

Dari urusan pribadi, keluarga, sampai umat!! :-). Ya, itulah kenyataannya. Dan lagi-lagi, untuk semua amanah itu, aku harus kembali memutar otak. Bagaimana aku harus menyelesaikan semuanya tanpa hambatan-hambatan yang berarti. Dari segi waktu, tenaga, pikiran, dan juga financial, juga harus aku perhitungkan. Tak boleh asal. Sebab semua itu menentukan langkah hidupku kedepannya.

Dari semua yang telah terjadi, dari semua yang telah aku alami, bahkan sampai detik ini, aku selalu harus menghembuskan nafas panjang. Betapa beratnya…. Namun kembali aku tersadar. Tak ada yang lebih besar dari Allah swt. Dia lah Sang Maha Besar. Sehingga bila aku ingat akan hal itu, maka masalah-masalah dan amanah yang menurutku semakin sulit dan besar, akan menjadi kecil pada akhirnya. Karena ada Allah Sang Maha Besar yang selalu membuat masalah-masalahku menjadi kecil. Tentunya dengan ikhtiarku juga. :-)

Kini, kuakui aku harus kembali memutar otak agar hidupku bisa menjadi hidup yang terbaik. Dari segi manapun pastinya. Aku tak ingin hidup yang sekali-kalinya ini terlewati dengan begitu saja dan tanpa ada manfaat sedikitpun untuk aku, dan juga mereka yang pernah ada dalam kehidupanku.

Aku harus merubah paradigmaku dari yang sebelumnya. Apa paradigmanya? Biar aku saja yang tahu. :-) Yang pasti aku hanya inginkan yang terbaik dari semuanya. Kehidupan terbaik, ilmu terbaik, pekerjaan terbaik, pendidikan terbaik, sampai jodoh pun juga harus yang terbaik. :-) Dan untuk itu semua, sekali lagi aku tekankan pada diriku sendiri, untuk terus memperbaiki segala aspek yang ada pada diriku.

Tak jadi masalah jika masalah ini kurasa semakin besar, karena aku tahu bahwa Allah Sang Maha Besar selalu ada untukku, di setiap keadaan dan kondisi. Nyatanya saat ini aku masih bisa tersenyum, meskipun kuakui bahwa masalah yang kuhadapi saat ini sesungguhnya tak bisa dikatakan kecil. Tapi akan terasa kecil karena Sang Maha Besar selalu membesarkan dan melapangkan hatiku. :-) Semoga saja. Amin…..

By Nurlaila Zahra (Sarah)

6 Oktober 2009

Adakah Iman Kami yang Kumuh, Punya Andil Atas Bencanamu?

Saudaraku…
Di selang hari-hari ini, kami telah menyaksikan engkau, di hampir seluruh pelosok negeri ini, dilanda bencana demi bencana yang merampas jiwamu, hartamu, kesenangan dan rasa amanmu. Hampir semua penjuru negeri ini dinyatakan tidak benar-benar aman dari amukan alam. Yang membedakan adalah, bahwa kami disini selamat dan masih sehat wal afiat. Sedang sebagian besar engkau disana tewas, tertimbun runtuhan puing-puing bangunan, terluka parah, kehilangan harta, bahkan orang-orang tercinta.



Seharusnya dengan kesadaran, kami bertanya pada hati kecil kami. Tidak hanya soal keyakinan ketuhanan dan moralitas kami, melainkan juga tentang kadar dan kualitas ibadah kami.

Saat kami mulai termangu. Saat kami perlahan demi perlahan bercermin pada diri, kami melihat semua apa yang telah kami perbuat selama ini. Kami menyadari bahwa kami dan engkau, sesungguhnya bisa saling kokoh dan menguatkan, minimal dalam lingkaran persaudaraan atas nama Islam. Tapi sejujurnya, kami mungkin tak pernah menyebutkan engkau dalam munajat-munajat kami selama ini.

Lebih jauh tentang ibadah itu, kami dan engkau tetap harus mengerti kadar yang patut dan layak dari sebuah akhlaq dan moralitas dari perspektif kolektif. Kita satu entitas, satu negeri, dan satu bangsa. Maka, ketika bencana demi bencana menerjang dan meluluhlantakan negeri, kami memang harus bertanya dan berkaca diri tentang kualitas ibadah dan spiritualitas kami.

Mungkin diantara kami banyak yang mendustakan ayat-ayat Allah, baik yang tersurat maupun yang tersirat, kemudian engkau yang menanggungnya. Tak berlebihan rasanya jika kami merasa “berhutang” maaf pada engkau yang dilanda musibah dan bencana.

Maafkan kami atas kesadaran dan ibadah kami yang kumuh. Meski kami tahu bahwa iman dan taqwa kepada Allah adalah syarat datangnya keberkahan dan penawar datangnya musibah. Dan kami juga tahu bahwa iman dan taqwa itu hanya bisa diraih dengan ibadah dan penghambaan yang baik dan benar terhadap Allah swt. Namun ketika bencana datang susul menyusul, banyak kami yang tersadar dan terbangun. Ada yang salah pasti, dari diri dan ibadah kami, atau sebagian dari kami, dan mungkin kesalahan itu karena ibadah kami. Karena daya spiritual kami yang kumuh dan lemah.

Maafkan kami karena baru saat ini kami tersadar dan termenung. Berpikir dengan penuh kesungguhan akan kualitas dan kuantitas ibadah kami yang banyak kekurangan, banyak yang luput dari perhatian kami. Bisa mungkin ibadah kami selama ini, hanya karena kami ingin terbebas dari kewajiban. Hanya agar orang lain menilai kami sebagai orang yang taat beribadah. Hanya supaya kami tidak dikatakan sebagai orang yang tidak beriman. Tapi seringkali ibadah sebagian kami kering, kosong, dan hampa. Tidak berhasil meneteskan air untuk menyejukkan jiwa. Tidak dapat menumbuhkan dahan keimanan kami, dan tidak bisa membentuk karakter-karakter taqwa pada diri sebagian kami.

Mungkin kami beribadah, namun tidak disertai rasa takut, miskin rasa cinta, dan jauh dari pengharapan mendapat ridho Allah swt. Semua unsur itu, mungkin sudah mati dan padam selama ini. Mungkin kami beribadah, namun cara kami menyimpang dari apa yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Kami beribadah semau kami, dan bukan karena sesuai kemauan “ sang pemerintah” ibadah kami.

Mungkin juga kami memang sudah malas dan enggan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban kami. Di bulan puasa, tanpa rasa malu ada sebagian kami yang tidak menjalankan ibadah puasa. Kami yang berkecukupan juga tak lagi memperhatikan kebersihan jiwa dan harta. Hilang rasa kepedulian terhadap sesama, dan merasa bahwa harta yang dimiliki adalah hasil jerih payah sendiri dan tak ada hak orang lain di dalamnya.

Kami “berhutang” maaf padamu yang saat ini tengah ditimpa bencana. Karena bisa mungkin dan tidak mustahil bahwa ibadah kami yang asal-asalan berkontribusi besar atas musibah yang menimpamu. Bila kami disini selamat, itu bukan karena kami lebih baik dari engkau. Sekali lagi Allah mengingatkan bahwa segala bencana dan musibah yang datang, tidaklah karena sebab hukum alam semata, tetap akibat kekufuran, maksiat, dan dosa-dosa yang dilakukan anak cucu Adam. Dan sejarah telah membuktikan itu semua.

Maafkan kami saudara-saudara kami yang dilanda musibah. Peringatan-peringatan Allah yang dirasakan ini semoga menjadi penghapus serta pembersih jiwa dan dosa kalian. Tapi bagi kami, itu adalah cambuk kesadaran. Sebab Allah masih memberikan kesempatan kami untuk kembali sadar dan terbangun. Dan mempergunakan kesempatan itu untuk memperbaiki ibadah kami.

Semua yang terjadi ini adalah pelajaran bagi orang yang berakal, cambuk bagi mereka yang lalai, peringatan bagi orang yang kerap meremehkan keikhlasan taubat, dan teguran bagi orang yang berlambat-lambat dan merasa berat melakukan kebaikan.

Kami “berhutang” maaf padamu, wahai saudara-saudara kami yang ditimpa bencana. Sekaligus berhutang perbaikan-perbaikan diri yang sejatinya sudah harus kami mulai. Sebelum “segumpal daging” dalam diri ini mengeras melebihi gunung-gunung. Sebelum harus dilembutkan dengan cara yang sungguh sangat kami takuti. Pelembut yang sangat dahsyat, yaitu api neraka.

Maafkan saudaraku, mungkin iman kami yang kumuh, punya andil atas bencanamu…

Berikan sunduq (infaq) terbaikmu untuk mereka, saudara-saudara kita.

By Nurlaila Zahra

25 September 2009

Berani Hidup Harus Berani Dewasa

“Menjadi anak-anak adalah sebuah fase kehidupan, menjadi tua adalah sebuah kepastian. Tapi menjadi dewasa adalah sebuah pilihan dan keberanian”

Berani dewasa bukan urusan usia – meski usia punya kontribusinya – tapi ini soal sikap. Soal keberanian memilih mana sesuatu yang terbaik dari pilihan hidup yang kita jalani. Berani dewasa adalah pilihan hidup yang tidak sederhana. Ini bukan semata karena bertambahnya usia. Tapi berani dewasa adalah keputusan sikap, sudut pandang, pola pikir, dan tindakan yang benar-benar didasarkan pada kesadaran penuh. Berani dewasa adalah berani memutuskan bahwa tujuan hidupnya adalah di akhirat sana.


Ada seorang sahabat yang pernah berkata kepada saya: “Menjadi anak-anak adalah sebuah fase kehidupan, itu benar. Tapi kalau menjadi tua adalah sebuah kepastian, itu salah. Bagaimana dengan mereka yang belum mengalami masa tuanya, tapi sudah keburu meninggal? Bukankah tua itu artinya belum pasti?” Saya hanya tersenyum kala itu dan membalas kata-katanya dengan jawaban yang saya lupa isinya, tapi intinya begini: Yang disebut tua bukanlah dari lamanya seseorang hidup atau bayaknya angka yang mewakili usianya. Tapi menurut saya, yang disebut tua adalah bertambahnya usia seseorang dari hari ke hari. Sebab tidak ada batasan usia antara yang tua dan yang muda. Seseorang dengan usianya yang 30 tahun akan merasa muda bila dibandingkan dengan mereka yang usianya 50 tahun. Tapi seseorang yang usianya 20 tahun, akan mengatakan bahwa mereka yang berusia 30 tahun sudah terbilang tua. Jadi, yang menjadi masalahnya disini adalah factor bertambahnya usia, bukan banyaknya usia.

Para orang tua yang seharusnya sudah bisa menjadi dewasa, malah justru terlambat menjadi dewasa. Banyak laki-laki pengecut yang maunya enak sendiri memainkan perasaan perempuan tanpa berani bersikap dewasa untuk mengambil keputusan tanggung jawab pernikahan. Para mahasiswa dan mahasiswi yang seenaknya menghambur-hamburkan uang tanpa pernah berani dewasa menanggung lelah dan letih bergelut dengan berbagai ilmu, dan maunya hanya yang instan saja mencontek sana sini. Atau pelaku-pelaku kemungkaran yang tak pernah berani bersikap dewasa untuk jujur terhadap hati nuraninya yang dalam, bahwa kemungkaran akan tetap menjadi sebuah tindakan tercela walau ditutupi dengan kebaikan-kebaikan yang semu. Juga pemimpin-pemimpin yang tidak pernah bersikap dewasa menerima takdirnya sebagai pelayan rakyat. Banyak anak-anak yang menghabiskan masa mudanya hanya untuk bersenang-senang tanpa mau bersikap dewasa mengubah paradigma mereka menjadi pemuda/pemudi yang lebih aktif dan produktif. Atau pedagang-pedagang culas yang hanya memikirkan keuntungan pribadi mereka semata tanpa pernah berani dewasa bahwa menerima hukum usaha yang adil adalah lebih baik untuknya. Dan juga orang-orang yang tidak berani dewasa, bila miskin ia mengeluh, angkuh, dan kufur, bila kaya ia tak bersyukur, bila bodoh ia menipu, dan bila pintar ia membodohi orang. Dan begitu seterusnya.

Berani dewasa adalah keputusan jiwa yang tidak sederhana. Sebab seringkali ia berada pada posisi yang sangat kontras dengan fitrah lahiriyah seseorang. Pernah suatu ketika, masih dengan sahabat yang sama, ia menuturkan bahwa pernyataan “Menjadi dewasa adalah sebuah pilihan dan keberanian” adalah kurang tepat. Alasannya, dia memberikan contoh. Jika boleh memilih, maka anak-anak yang hidup di jalanan yang harus berkelahi dengan waktu bekerja sana sini demi mempertahankan hidup, akan lebih memilih untuk menjadi anak-anak yang waktunya tidak terbuang di jalanan, tetapi dirumah, bermain dengan anak-anak lain pada umumnya dan bersekolah dengan tenang.

Lagi-lagi saya hanya tersenyum dan menjawabnya dengan tenang. Sebuah kedewasaan itu terlahir dari ketulusan dan keikhlasan hati. Anak-anak yang dimaksudkan diatas tadi hanyalah korban dari keadaan. Mereka belum bisa dikatakan dewasa jika mereka masih memilih untuk hidup layaknya anak-anak pada umumnya. Dan hal itu juga tak bisa disalahkan sebab fitrah seorang anak adalah menerima kasih sayang dari orang tuanya dan tidak menjadi korban eksploitasi keadaan. Namun kembali lagi ke pembahasan awal, bahwa yang dikatakan dewasa adalah ia yang mau menerima kenyataan hidup dengan lapang, tulus, dan ikhlas. Jika anak-anak yang hidup di jalanan itu dapat dengan rela dan ikhlas menjalani kehidupan mereka sebagai tukang semir sepatu atau pedagang asongan demi membantu kehidupan keluarga mereka misalnya, maka tak perlu dipertanyakan lagi akan kedewasaan mereka.

Berani hidup harus berani dewasa. Berani dewasa harus berani mengambil sikap dan keputusan untuk kehidupan yang lebih baik. Berani dewasa juga perlu perngorbanan yang tidak mudah. Berani dewasa harus berani mengalah untuk menang. Berani dewasa harus berani mengambil resiko. Berani dewasa harus berani menerima tantangan. Berani dewasa harus berani mencari ilmu yang bermanfaat. Berani dewasa harus berani memberikan contoh yang baik. Berani dewasa harus berani berbuat, dan tidak hanya bicara. Berani dewasa harus berani memberikan kebaikan dimanapun ia berada. Berani dewasa harus berani menatap kehidupan di masa mendatang.

Berani hidup harus berani dewasa. Hidup ini memang tidak mudah. Namun lebih tidak mudah lagi jika hidup tanpa berani menjadi dewasa. Bahwa fase demi fase adalah kepastian. Setiap usia punya jenjangnya, ada situasinya, sulit dan mudahnya. Tapi keberanian menjadi dewasa adalah sebuah keniscayaan yang dengannya kita lalui segala fase itu, kita kejar cita-cita akhir kita, di puncak keridhoan Allah swt. Wallahu ‘alam.

By Nurlaila Zahra (Sarah)
250909

24 September 2009

Tips Mengelola Virus C 1 N T 4 Yang Baik

Seringkali kita merasa tabu untuk membicarakan ‘Cinta’. Entah karena tak pantas, atau memang persepsi mayoritas orang yang membuat tabu akan hal itu. Tapi kali ini, saya akan coba membahas hal itu dari sudut pandang yang berbeda. Di suatu waktu, pernah seorang sahabat di facebook berkomentar pada saya, “Ukhti, coba anti yang membahas tentang cinta yang terpendam / cinta yang bertepuk sebelah tangan”. Wow !!! menjadi sebuah tantangan nih buat saya. Ok, saat ini saya akan coba membahasnya.


Sebenarnya jatuh cinta dengan lawan jenis itu hukumnya apa sih? Islam tidak mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri manusia. Akan tetapi, cinta itu harus dijaga dan dilindungi dari kehinaan dan kekotoran. Cinta pada lawan jenis bukan sesuatu yang kotor. Bahkan ia sesuatu yang suci. Dan pernikahan adalah “bingkai” yang dapat menjaga kesucian itu. Cinta tidak haram dan tetap terjaga kesuciannya selama tidak menimbulkan kemaksiatan pada Allah. Inilah yang harus digarisbawahi karena seringkali dengan dalih cinta, namun menghalalkan apa-apa yang Allah haramkan.

Pernikahan adalah solusi mutlak bagi dua insan yang tengah jatuh cinta. Tapi hal itu tidak terlepas dari kesiapan fisik, mental, dan materi dalam menuju gerbang pernikahan. Jika kedua belah pihak masing-masing sudah mapan dan siap, sebaiknya jangan pakai ditunda-tunda lagi sebab kebaikan haruslah disegerakan.

Seorang antropolog asal AS, Helen Fischer, menemukan kesimpulan yang amat “berani”. Setelah melakukan penelitian selama beberapa tahun, ia menyatakan bahwa cinta itu tak abadi. Daya tahan cinta hanya 4 tahun saja. Ia menemukan betapa kasus perceraian mencapai puncaknya ketika usia pernikahan mencapai usia 4 tahun. Kalaupun masa 4 tahun itu terlewati, kemungkinan itu berkat hadirnya anak kedua. Kalau mau main hitung2 an, rasanya seru juga. Misal, masa pacaran telah dilalui 3 tahun, berarti kesempatan untuk bisa mempertahankan gelora cinta hanya ada di tahun pertama pernikahan. Lalu apa yang terjadi ketika masa pernikahan menginjak tahun kedua, ketiga, dan seterusnya? Cuma ada sisa-sisa / bahkan punah sama sekali. Lalu bagaimana dengan mereka yang mengalami masa pacaran lebih dari 6 tahun?

Maka dari itu saya tekankan bagi mereka yang sudah mapan dan siap, bersegeralah untuk menikah dan jangan ditunda-tunda lagi. Hal ini untuk menghindari hilangnya gelora cinta bila yang dilakukan hanya pacaran bertahun-tahun tanpa ada realisasinya dalam wujud pernikahan. Makanya tak jarang orang-orang yang sudah melakukan pacaran selama bertahun-tahun, hubungan mereka kandas ditengah jalan karena mungkin dari masing2 mereka sudah jenuh dengan pasangannya (gelora cintanya sudah hilang) dan memutuskan untuk mencari pasangan yang lain. Juga karena sesuatu yang belum halal, secara paksa telah mereka rasakan.

Lalu bagaimana bagi mereka yang hanya bisa memendam cintanya dalam diam, dalam hati, cinta terpendam, atau bertepuk sebelah tangan? Mungkin hal ini yang masih belum bisa disikapi secara baik oleh masing2 kita. Banyak yang merealisasikan perasaan cinta itu dengan menjalin hubungan tanpa status alias pacaran. Padahal mungkin masing2 kita tahu bahwa dalam berpacaran, banyak hal-hal haram yang justru dihalalkan dengan cara pemaksaan.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32).

“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw. Sabdanya : "Nasib anak Adam mengenai zina telah ditetapkan. Tidak mustahil dia pernah melakukannya. Dua mata, zinanya memandang. Dua telinga, zinanya mendengar. Lidah, zinanya berkata. Tangan zinanya memegang. Kaki, zinanya melangkah. Hati, zinanya ingin dan rindu, sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti atau tidak mengikuti." (Hadits Shahih Muslim No. 2282)

Lalu, ada tidak sih pacaran yang islami? Jelas tidak. Pacaran itu bid’ah (mengada-ada), jadi tidak ada istilah pacaran islami. Terlepas dari alasan karena Allah / tidak, pacaran tetap diharamkan karena tidak merujuk pada syariat Islam. Khawatir jika pacaran ada embel-embel islaminya, maka judi pun juga bisa ditambahkan embel-embel islami oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi apa yang harus dilakukan bagi mereka yang “katanya” jatuh cinta, namun belum saatnya / tidak bisa memiliki? Hal ini sebenarnya susah-susah gampang, tergantung dari masing-masing kita apakah berniat untuk menjalankannya atau tidak.

Pertama, bila hasrat cintanya sudah menggebu, sebaiknya dia menindaklanjuti ke jenjang pernikahan. Kedua, jika belum mampu, sebaiknya dia berusaha melupakan “pujaan hatinya” itu dan senantiasa menyibukan diri untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat. Dia harus merahasiakan cintanya, menahan diri, dan tetap bersabar. Bahkan Rasulullah dalam sebuah haditsnya menganjurkan untuk berpuasa.

Belajar dari pengalaman, ada beberapa tips yang bisa dilakukan bagi kalian yang terjebak dalam kasus ini, namun belum mampu untuk merealisasikannya ke jenjang pernikahan.

1) Niatkan dalam diri bahwa kita mampu melupakan si dia. Bukan karena kita tidak boleh jatuh cinta, namun karena adanya dia di hati kita, membuat cinta kepada-Nya menjadi terduakan / terlalaikan. Banyak aktivitas kita yang terganggu karenanya.
2) Sibukkan diri dengan hal-hal positif yang bisa mengalihkan perhatian kita dari hanya memikirkannya.
3) Hindari sebisa mungkin hal-hal yang berhubungan dengannya. Baik interaksi secara langsung dengannya atau hanya sekedar mencari tahu kabarnya dari teman. Bukan bermaksud untuk memutus silaturrahim, tapi lebih kepada menjaga jarak dengannya. Mungkin mengikuti setiap perkembangan kabar dan berita dari si dia bisa membuat kita senang. Tapi ada yang perlu diingat, bila hal itu terus kita lakukan, maka ibarat bermain api, kalau kita tidak hati-hati, maka kita yang akan terbakar oleh api itu. Setiap kali kita mengikuti perkembangan si dia, timbul harapan-harapan yang membuat kita jadi semakin berharap padanya, padahal harapan itu masih semu. Banyak hal yang kita interpretasikan sendiri, yang pada akhirnya membuat kita jadi berpikiran yang macam-macam terhadap dirinya. Kalau sudah begitu, maka kita sendirilah yang jadi tersiksa karena terus memupuk harapan-harapan yang semu.
4) Hindari sebisa mungkin perbincangan yang tidak penting, sebab hal itu hanya akan membuat kita lebih berharap padanya.
5) Jangan pernah memberikan perhatian lebih ataupun memberikan berbagai macam hadiah pada si dia sebab hal itu hanya akan menimbulkan harapan akan sebuah balasan / pamrih darinya. Jika dibalas, alhamdulillah. Namun jika tidak? Maka kecewalah yang kita rasakan. Dan hal itu kita rasakan sendiri tanpa sepengetahuannya.
6) Jangan pernah berprasangka apapun terhadap dirinya. Posisikan dia sama seperti teman-teman kita lainnya. Sebab dengan cara itu, bisa membuat kita lebih nyaman dalam berinteraksi dengan semua teman-teman kita, termasuk dirinya.
7) Jangan pernah merasa cemburu bila kita lihat si dia lebih sering memberikan perhatiannya kepada orang lain / temannya / teman kita, ketimbang pada kita. Sebab sampai saat ini, dia adalah seorang yang single yang tak punya hubungan apa-apa dengan kita. Lagipula dia pun juga tak pernah tahu apa yang kita rasakan terhadapnya. Daripada api cemburu membakar hati kita, lebih baik padamkan kobaran api itu dengan selalu bersikap husnudzon terhadapnya. Toh sampai saat ini, dia bukan siapa-siapa kita.
8) Hindari dari memikirkan dia, termenung, bermimpi / berangan-angan tentang dirinya. Jangan pernah berandai-andai, “Jikalau bisa hidup bersama dengannya….” Sebab hal itu, lagi-lagi hanya akan menimbulkan harapan yang tak pasti dan hanya akan mengotori diri kita dengan zina hati.
9) Bersikaplah yang sewajarnya dan biasa-biasa saja. Tidak terlalu over dan agresif, namun jangan pula terlalu menghindarinya dan menutup diri darinya. Jadi, ‘B’ aja lagi. Hehehe…

Intinya, kalau sedang jatuh cinta tidak perlu malu. Namun kita harus pandai-pandai menempatkan cinta kita sesuai pada tempatnya. Setelah diikat dengan ijab qabul, barulah rasa cinta itu kita ungkapkan kepada suami / istri kita.

Jadi pacaran itu tidak boleh? Kita lihat QS. Ar Rum: 21

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (AR-RUUM (BANGSA RUMAWI) ayat 21)

Pada ayat diatas, Allah menjelaskan terlebih dahulu bahwa Dia menciptakan pasangan supaya kita merasa cenderung dan tenteram (menikah), barulah Dia menjadikan diantara kita rasa cinta dan kasih sayang. Itu artinya bahwa tidak ada cinta dan kasih sayang sebelum kita merasa cenderung dan tenteram terhadap pasangan kita, yaitu dengan jalan pernikahan dulu, barulah Allah menghadirkan rasa cinta dan kasih sayang itu.

Tidaklah perlu kita menguji kedalaman cinta dengan pacaran bertahun-tahun, karena mengenal seseorang bisa dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat dari itu, yaitu dengan cara ta’aruf (berkenalan secara syar’i). Kita juga tidak perlu menilai kecocokan dengan merelakan diri berpacaran bertahun-tahun karena saat ngobrol dalam sesi ta’aruf itu pun sudah bisa dikenali apakah kita cocok dengan si dia / tidak.

Hati yang kotor akan menyebabkan pemiliknya senantiasa berfikir kotor, bertindak kotor, berucap kotor, dan sebagainya yang serba kotor. Karena segala sesuatunya bersumber dari hati, maka apa-apa yang kita lakukan merupakan cerminan dari hati. Begitupun rasa cinta yang tumbuh dari hati. Jika diumbar dan diperturutkan, terlebih lagi bila ditujukan pada seseorang yang belum halal bagi kita, akan menimbulkan titik noda dan benih-benih kekotoran. Wajar jika Allah memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan. Dan menjaganya sangatlah dianjurkan agar hati kita tetap terjaga. Wallahu’alam.

Pembahasan ini menemukan kesimpulan yang mungkin sudah ditangkap oleh kita. Bahwa mencintai lawan jenis adalah hal yang wajar. Senang, suka, naksir, jatuh hati, jatuh cinta, atau apalah namanya adalah sebuah kewajaran. Ia akan menjadi ladang pahala bila ditindaklanjuti dan disemai dalam bingkai pernikahan. Namun, ia akan menjadi penghasil dosa yang luar biasa, manakala hanya dibingkai pacaran dan senang-senang saja. Bagi mereka yang sudah siap menikah, maka carilah cinta anda dan menangkan. Namun, bagi anda yang hanya ingin mencicipi rasanya di awal usia, sebaiknya pertimbangkan kembali niat anda. Karena sudah banyak yang capek dan kelelahan karenanya.

Seorang pemenang bukan dilahirkan, namun harus diciptakan. Note ini hanya sebagian kecil dari banyaknya ilmu yang ada di dunia ini. Semoga bermanfaat bagi saya, sebagai hamba yang masih harus banyak belajar dari apa yang belum saya ketahui, dan juga anda tentunya.
(Dari berbagai sumber)

NB:
Ayo, segera hubungi murrabinya jika anda cenderung dengan seseorang

11 September 2009

THR, Antara Kebutuhan dan Keinginan

Di penghujung Ramadhan seperti saat ini, ada satu hal yang sangat dinanti-nantikan oleh para pekerja yaitu Tunjangan Hari Raya, atau yang sering kita dengar dengan istilah THR. Banyak orang yang menggunakan uang THR itu untuk membeli kebutuhan-kebutuhan dalam menjelang Hari Raya. Tapi saya ingin mengingatkan disini. Terkadang setelah kita mendapatkan uang THR tersebut, kebanyakan dari kita mempergunakan uang tersebut untuk membeli sesuatu hal yang sebenarnya tidak kita perlukan dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri.


Yang ingin saya tekankan disini adalah, kebutuhan jelas sangat berbeda sekali dengan keinginan. Mengapa? Ya, ketika mendekati Hari Raya Idul Fitri, orang-orang yang sudah mempunyai rencana-rencana apa saja yang ingin dilakukan ketika uang THR itu diterima ditangan, merealisasikan rencana-rencana itu dengan membeli segala sesuatunya untuk menyambut Hari Raya. Tapi pernahkah kita sadar, bahwa apa yang kita beli selama ini untuk menyambut Hari Raya, bisa jadi adalah susuatu yang tidak kita butuhkan melainkan hanya sebuah keinginan belaka untuk meramaikan Hari Raya.

Contoh kecilnya saja, bagi seseorang yang sudah berumah tangga dan punya anak, membeli pakaian untuk si buah hati jelas sepertinya sudah menjadi hal yang wajib ketika Hari Raya itu tiba. Namun kita bisa lihat, bagi mereka yang belum berumah tangga (single), ketika THR itu diterima, kebanyakan dari mereka membelanjakan uangnya itu tanpa terkendali. Membeli pakaian baru, sepatu baru, kerudung baru, dan segala yang serba baru, seolah-olah untuk menyambut Hari nan fitri itu harus dengan sesuatu yang baru. Sehingga tanpa disadari uang THR itu terbuang percuma untuk sesuatu hal yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan, melainkan hanya sekedar memenuhi keinginan kita semata. Bukankah tanpa pakaian dan sepatu baru, toh kita tetap akan merayakan Hari Raya itu bukan? Dan bukankah kita bisa lebih memanfaatkan sebagian uang tersebut untuk investasi kita kedepannya?

Bukan berarti kita tidak boleh membeli itu semua, tapi kita juga harus bisa mengalokasikan uang tersebut untuk sesuatu hal memang benar-benar kita butuhkan, bukan hanya sekedar untuk hal-hal yang kita inginkan belaka. Jika hal itu memang terjadi, maka bisa jadi apa yang kita lakukan adalah sebuah kemubaziran atau berlebih-lebihan. Dan Allah sangat tidak menyukai hal itu.

“…janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (SURAT AL AN'AAM (Binatang ternak) ayat 141)

Manfaatkanlah setiap rizki yang kita terima dari Allah, dengan cara-cara yang ahsan (baik), bukan dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab. Belanjakanlah setiap harta kita untuk suatu hal yang memang benar-benar kita butuhkan, dan bukan hanya sekedar memenuhi hasrat keinginan kita semata. Semoga kita bisa menjadi hamba yang selalu bersyukur dengan apa yang kita dapatkan dari Allah Azza wa Jalla. Amin

“Kecukupan akan rizki yang kita miliki adalah bukan dari besar atau kecilnya rizki yang kita dapatkan, namun bagaimana cara kita menggunakan rizki itu dengan penuh manfaat”

Patutlah kita memanjatkan doa ini:
"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami {235} dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (ALI 'IMRAN (KELUARGA 'IMRAN) ayat 147)

090909
By Nurlaila Zahra - Sarah

9 September 2009

Jangan Takut Menjadi "Orang Aneh"

Dari sekian lama perjalanan usia kita, mungkin kita pernah mengalami suatu hal yang “aneh” yang kita anggap sebagai sebuah pembelajaran untuk masyarakat kita pada umumnya. Ya, mungkin kita pernah pergi ke sebuah masjid dengan maksud ingin menunaikan shalat maghrib berjamaah dengan penampilan yang sangat rapi. Bagi yang laki-laki, mengenakan kain sarung, baju koko, dan peci. Bagi yang perempuan mungkin mengenakan pakaian muslimah beserta kerudung dan mukena yang ia bawa. Lantas di tengah jalan, kita bertemu dengan seseorang yang dengan enaknya berujar pada kita, “Aduh, tumben nih rapi banget. Kayak Pak Ustadz/Bu Ustadzah. Emang mau kemana sih?”

Mungkin awalnya kita biasa saja dalam menyikapi hal tersebut karena bisa jadi orang yang menegur kita itu tetangga kita, namun menjadi sesuatu yang lain rasanya ketika dikaitkan dengan ucapan Pak Ustadz/Bu Ustadzah. Kenapa orang yang hendak pergi ke masjid dengan berpakaian rapi dan memang sudah seharusnya seperti itu dikatakan ‘tumben’? Kenapa justru orang yang sedang jalan-jalan sore sambil mengasuh anaknya ditengah kumandang adzan menjadi biasa-biasa saja?

Ya, orang yang pergi ke masjid akan terasa “aneh” dan “asing” ketika orang-orang justru tengah asyik menonton tayangan sinetron atau menyaksikan pertandingan bola. Orang yang pergi ke masjid akan terasa “aneh” bin “asing” ketika melalui kerumunan orang banyak yang sedang mengobrol ngalor ngidul seolah ingin menyaingi suara adzan yang menggema. Dan orang yang pergi ke masjid akan terasa “aneh” binti “asing” ketika orang lain justru tengah sibuk dengan hal-hal keduniawian mereka.

Mungkin kita akan lebih sering menemukan keanehan-keanehan dan rasa keterasingan diri yang lain, disekitar kita. Coba saja ketika kita datang ke kantor. Sebelum memulai aktivitas kerja, kita sempatkan diri untuk melaksanakan shalat dhuha. Pasti akan terasa “aneh” tatkala karyawan-karyawan yang lain tengah sibuk menghabiskan sarapan, kopi, atau hanya sekedar membaca koran pagi sambil ngobrol.

Ketika adzan zuhur atau ashar berkumandang, cobalah kita menunaikan kewajiban itu tepat waktu atau di awal waktu. Pasti akan terasa “aneh” sebab masjid atau mushalla masih kosong karena teman-teman kita biasa shalat di akhir waktu.

Ba’da menunaikan shalat, cobalah kita berdzikir atau membaca selembar dua lembar ayat Al Qur’an, pasti akan terasa sangat “aneh” ditengah dengkuran orang-orang yang tertidur pulas di masjid atau mushalla. Dan akan makin terasa “aneh” dan “terasing” kala kita ingin menunaikan waktu shalat kita di masjid, malah justru lampu masjid nya sudah di matikan agar orang-orang yang tertidur disana tidak terganggu dengan silaunya lampu masjid.

Kita yang ingin shalat di masjid jadi serasa “numpang” di tempat orang yang tidur. Bukan sebaliknya, orang yang tidur itu justru numpang di tempat orang shalat. Aneh bukan? Cobalah pekan ini anda shalat Jum’at lebih awal. Pasti akan terasa “aneh” karena masjid masih kosong dan baru akan terisi penuh jika khutbah kedua akan selesai. (Realita di luar Ramadhan, entah kalau di bulan Ramadhan).

Masih banyak keanehan dan keterasingan kita lainnya, tapi sekali lagi jangan takut menjadi orang “aneh” selama keanehan kita itu sesuai dengan tuntunan agama dan norma syariat yang benar. Jangan takut merasa “aneh” jika kita shalat tepat waktu sementara yang lain shalat di akhir waktu sebab shalat adalah kewajiban yang memang telah ditentukan waktunya terhadap orang-orang yang beriman.. Jangan merasa asing menjadi orang “aneh” jika kita melakukan shalat dhuha dikantor sementara yang lain tengah asyik menyantap sarapan paginya sebab itulah yang terbaik. Jangan merasa “terasing” jika anda berada di shaf terdepan ketika shalat Jum’at karena perintahnya pun bersegeralah.

Jangan takut dianggap sok tahu dan sok alim ketika kita sering mengirimkan artikel-artikel islami yang sarat makna sebab memang itu yang diperintahkan oleh Allah dalam surat Al Ashr [103:3] “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (AL 'ASHR (MASA) ayat 3). Toh banyak orang yang saling berkirim artikel-artikel yang hanya berisi humor atau sekedar candaan belaka, mereka biasa-biasa saja, kenapa kita harus merasa “aneh” dan tak enak hati untuk mengirim artikel-artikel islami? Mutiara akan tetap menjadi mutiara terlepas dari siapapun pengirimnya. Dan sampah pun tidak akan pernah menjadi emas walaupun berasal dari istana sekalipun.

Tetap lakukan “keanehan dan keterasingan” kita yang dituntunkan oleh syariat dan manhaj Islam. Kenakan jilbab dengan penuh keistiqomahan, meskipun itu akan terasa sangat aneh ditengah orang-orang yang berpakaian seksi dan mengumbar aurat.

Jangan takut dan cemas mengatakan perkataan yang baik dan benar yang berasal dari Al Qur’an dan Al Hadits meskipun akan terasa sangat aneh ditengah hingar bingarnya bacaan vulgar dan tak bermoral.

Kesimpulannya, jangan pernah takut menjadi “orang aneh” atau “manusia langka” atau “manusia asing” jika memang keanehan di mata mereka yang kita lakukan bisa menyelamatkan kita di hari akhir.

Selamat menjadi orang aneh yang sesuai dengan syariat dan manhaj Islam…. :-)

090909
By Nurlaila Zahra - Sarah
Selama hampir enam tahun belajar menjadi "orang aneh"

2 September 2009

Cerpen : Cinta Dalam Diam

Aku tak mengerti dengan rasa dalam hatiku
Aku hanya bisa merasakannya lewat hati
Hanya dengan hati…
Tak perlu dengan kata-kata
Karena kata hanya akan membuat luka

Aku akan terbang jauh
Bersama anganku yang melayang
Menerawang menembus angkasa
Lalu jatuh bersama derai air mata

Aku tak akan mau mengingatmu
Demi rasa haru sembunyikan cinta
Demi rasa sedih karena tak bisa berbagi cinta
Demi rasa sakit memendam asa
Akan kupendam dalam-dalam cinta ini
Dan akhirnya, demi cinta itu sendiri


Puisi di atas adalah penggalan dari cerpen CINTA DALAM DIAM yang saya tulis. Jika ingin membaca lebih jelasnya, silahkan dowload di
http://www.ziddu.com/download/6318071/CINTADALAMDIAM.pdf.html

Terima kasih....

4 Agustus 2009

Di Suatu Sore, Sepulang Kerja


Tak seperti hari-hari biasanya yang setiap kali pulang kerja aku selalu bareng dengan teman-teman kantorku. Sore ini aku pulang lebih awal, mendahului teman-teman kantorku yang lain karena tugas mengajarku telah menanti. Aku langsung bergegas keluar kantor setelah merapikan ruang kerjaku dan berpamitan pada sebagian teman-teman di ruangan sebelah. Diluar kantor, aku menunggu mobil angkot.

Tak berapa lama, mobil angkot berwarna merah melintas dihadapanku. Tanpa berlama-lama lagi aku langsung menghentikan mobil tersebut kemudian aku menaikinya dengan harapan mobil itu langsung jalan agar aku tidak telat sampai ketempat mengajar.

Ketika aku sudah didalam mobil, aku memilih duduk tepat dibelakang supir angkot sambil membaca sebuah tulisan Mbak Azimah yang aku print di beberapa lembar kertas. Sesekali kuarahkan mataku pada seorang lelaki berjenggot tipis yang wajahnya tak asing lagi buatku. Dia bekerja ditempat yang sama dengan divisi yang berbeda denganku.

Dia berdiri tak jauh dari mobil yang aku tumpangi. Entah mengapa dia tak juga menaiki mobil tersebut. Pikirku mulai berkelana, apa mungkin dia tidak mau naik karena ada aku? Aku berpikiran seperti itu bukan karena su’udzan atau pun ke-GR-an, tapi karena aku melihat aura kealiman pada dirinya sehingga mungkin dia tidak mau naik ke mobil karena risih ada aku disana, yang notabene-nya seorang akhwat.

Tapi tak lama setelah itu, aku lihat dia berjalan mendekati mobil yang aku tumpangi dan dengan segera ia masuk kedalamnya. Awalnya kukira ia akan duduk dipojok mobil karena suasana dimobil saat itu sangat lengang. Hanya ada aku dan seorang lelaki paruh baya yang duduk didekat pintu. Namun yang tak pernah kukira, dia ternyata memillih duduk disebelah kiriku. Lebih tepatnya hanya berjarak beberapa centi dariku.

Bukan rasa senang yang timbul dalam hatiku karena bisa duduk dekat dengan seorang ikhwan alim. Bukan juga rasa gugup yang membuncah dikedalaman relung hati saat mobil perlahan jalan dan menaikan penumpang satu demi satu di setiap putaran rodanya. Tapi justru rasa heran dan sedikit rasa kesal yang menyeruak dihatiku saat tubuhnya semakin lama semakin dekat denganku karena sesaknya penumpang yang terus saja menjejal masuk kedalam mobil.

Tiba-tiba aku merasa risih. Aku heran, kenapa ia memilih duduk disebelahku? Kenapa dari awal ia tak memilih tempat duduk yang jauh dariku? Nasi sudah menjadi bubur. Akupun sudah tak dapat lagi berpindah ke posisi manapun. Sesekali ‘ikhwan’ itu mengalihkan pandangannya keluar kemudian kembali membaca buku yang dipegangnya.

Selama perjalanan, rasa tak nyaman terus saja menemani raga dan perasaanku. Entah mengapa aku jadi sedikit kesal pada ikhwan yang ada disebelahku itu. Kenapa dia harus duduk disebelahku? Apa mungkin dia bukan ikhwan sejati? Tapi, kalaupun dia bukan seperti itu, kenapa dia harus duduk disebelahku? Kenapa dia bukan duduk jauh dariku?

Wajahku memang tidak cantik, tapi aku juga berhak untuk tetap menjaga diriku ini. Apa aku tidak boleh marah dan kesal? Akhirnya aku turun tepat di depan Ramayana Pasar Minggu. Hatiku lega karena akhirnya aku bisa keluar dari kondisi seperti itu.

Sampai sekarang, aku masih sedikit kesal bila mengingat hal itu. Semoga aku, dan kita semua bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menghampiri kehidupan kita. Amiin.

23:13 Kamis 03/07/2008
By NZ (Sarah)

31 Juli 2009

Biarlah.....

Mungkin aku tak setegar batu karang di lautan
Yang tetap tegar berdiri tegak di bibir pantai
Meskipun ombaknya selalu menghempasnya tanpa usai
Namun biarlah aku menjadi batu kerikil,
Yang walaupun kecil keberadaannya
Namun bisa sangat bermanfaat untuk membantu
Menopang fondasi bangunan keimananmu

Mungkin aku tak secerah sang mentari pagi
Yang selalu memberikan sinar hangatnya
Pada semua makhluk yang ada di dunia
Namun biarlah aku menjadi sebatang lilin
Yang dapat menerangi sebuah ruang disana
Kala gelap kegamangan tengah melanda hatimu

Mungkin aku tak sehalus kain sutera
Yang keindahannya bisa memukau
Siapa saja yang melihatnya
Namun biarlah aku menjadi selembut katun
Yang meskipun tak sehalus sutera
Namun keberadaannya dapat meneduhkan jiwamu

Mungkin aku tak sebening embun pagi
Yang kehadirannya bisa memberikan
Bau basah yang khas
Pada setiap daun-daun tanaman hias
Namun biarlah aku menjadi sejernih air
Yang dapat menyejukkan mata batinmu
Kala gundah tengah melanda dirimu

Mungkin aku tak seharum kasturi
Yang wanginya takkan pernah hilang
Sampai kapanpun
Namun biarlah aku menjadi setangkai bunga melati
Di taman hatimu
Yang akan selalu tumbuh dan mengharumkan
Setiap sudut kehidupanmu

NZ (sarah)

Bukan Hanya Milikku

Pagi ini, bukan hanya milikku
Masih banyak orang yang menikmati
hangatnya sinar sang mentari
bersama dengan niat dan semangat
yang tulus dan suci

Siang ini, bukan hanya milikku
Masih banyak kehidupan yang menyusuri lorong waktu ini
bersama dengan segenap cita dan harapan
yang akan diraih

Sore ini, bukan hanya milikku
Masih banyak perkasa-perkasa lain
yang akan menaruh harapannya pada senja
yang akan terus mengukir asa

Malam ini, bukan hanya milikku
Masih banyak jiwa yang turut serta
menyandarkan lelahnya pada kelam
yang tak pernah henti menyapa

Dan waktu ini, bukan hanya kepunyaanku
Dibelahan bumi Allah yang lain
masih banyak hamba-Nya
yang senantiasa melewati waktu dan menyusuri hari
dengan cara dan jalan hidup yang telah Allah garisi

NZ (Sarah)

23 Juli 2009

Puisi Tak Berharga


Malam..
Bersama semilir angin
ingin rasanya kutitipkan salam ini padanya
agar ia tahu betapa aku sangat merindukannya

Tak dapat lagi kubendung kegundahan ini
yang semakin hari semakin menjadi

Malam..
Adakah ia masih mengingatku?
Ingin sekali rasanya aku melihatnya lagi
setelah sekian lama mata ini
tak menatap lagi wajahnya

Malam..
Dibawah langit kelammu
Ingin rasanya kubermunajat pada Sang Kuasa
agar Ia berkenan mempertemukan aku dengannya

Kalaupun itu masih belum bisa juga
akan kutuliskan semua perasaanku selama ini
Tentang cinta yang selalu kuharapkan
Tentang kasih yang selalu aku impikan
Tentang kerinduan yang selama ini terpendam
bahwa selama hampir seperempat abad ini
aku hidup tanpa belaiannya

Malam..
Tak dapatkah angin dinginmu
menyampaikan puisi tak berharga ini untuknya?
Untuk seorang ayah yang selama ini
tak pernah kuketahui keberadaannya

Malam..
Aku hanya ingin bertemu dengannya
walau dalam mimpi saja..
Aku sangat merindukannya..
Sangat....

NZ (Sarah)
230709
04.04

21 Juli 2009

Mengharapkan Kekasih dari Sang Maha Pengasih


Rabb..
Tak pantas rasanya jika aku mengharapkan hamba-Mu yang shalih
Untuk kujadikan pendamping hidupku
Jika selama ini aku masih jauh dari-Mu

Rabb..
Tak layak sepertinya jika aku mengharapkan hamba-Mu yang rajin beribadah
Jika selama ini ibadahku hanya sekedar menggugurkan kewajibanku sebagai hamba-Mu
Tanpa esensi apapun

Rabb..
Tak pantas rasanya jika aku menginginkan hamba-Mu yang begitu taat kepada orang tuanya
Jika selama ini aku banyak mendurhakai orang tuaku

Rabb..
Tak layak sepertinya jika aku mengharapkan hamba-Mu
yang selalu menyisihkan sepertiga malamnya untuk bisa berdua saja dengan-Mu
Jika selama ini aku hanya bangun disepertiga malamku
Untuk sekedar menghilangkan haus dahagaku
dan sekali atau dua kali saja aku bertemu dengan-Mu
dan itupun kalau kantuk tak mengalahkan azzamku untuk bisa bermunajat pada-Mu


Rabb...
Tak patut rasanya jika aku mengharapkan hamba-Mu
yang senantiasa berdzikir dalam setiap waktunya
Jika selama ini aku hanya meluangkan waktuku untuk berdzikir dikala aku ingat
dan selebihnya hanya kuhabiskan waktuku
dalam kesia-siaan kata

Rabb..
Tak pantas sepertinya jika aku mengharapkan hamba-Mu
yang selalu meluangkan waktunya untuk membaca ayat-ayat cinta-Mu
dengan hatinya yang bergetar
Jika selama ini aku hanya membaca kitab suci-Mu tanpa perasaan apapun

Rabb..
Tak enak rasanya jika aku mengharapkan hamba-Mu
yang selalu menjaga pandangannya
Jika selama ini aku masih belum bisa menjaga pandanganku
dari sesuatu hal yang bukan hakku

Rabb..
Tak layak sepertinya jika aku menginginkan hamba-Mu
yang dengan sungguh-sungguh menyerahkan jiwa dan raganya untuk Engkau dan da'wah
Jika selama ini kontribusiku dalam da'wah masih setengah hati

Rabb..
Tak pantas rasanya jika aku mengharapkan hamba-Mu
yang selalu sabar dalam menyikapi masalah hidupnya
Jika selama ini aku masih belum bisa bersabar atau sekedar menahan nafsu amarahku

Rabb..
Layakkah diriku mengharapkan seorang dari hamba-Mu
untuk menjadi partner dalam hidupku
dengan segala keshalihan dan kemuliaan dirinya
Jika aku mungkin masih hanya sepersekian persen
dari keshalihan dan kemuliaan seorang wanita?

Rabb..
Pantaskah aku menginginkan salah seorang dari hamba-Mu
untuk kujadikan imam bagi makmum hidupku
dengan segala kesempurnaan dia dalam mencintai-Mu
Jika aku belum bisa mencintai-Mu secara penuh?

Rabb..
Pantaskah aku mengharapkannya?
Berkenankah Engkau menghadirkan ia untukku dengan segala kekurangan yang kumiliki?

Namun Rabb..
Sebelum aku meminta-Mu untuk memperkenankan semua harap dan inginku
Bantulah aku memperbaiki diriku menjadi wanita yang sempurna keshalihannya
Menjadi wanita yang mulia akhlaqnya dan menjadi wanita
yang tak hanya bisa berharap pada hamba-Mu yang shalih
namun bisa menjadi harapan bagi hamba-Mu yang selalu bertasbih

Rabb..
Hadirkanlah ia untukku
Disaat aku telah siap dengan hadirnya ia dalam hidupku

Rabb..
Ajarkan aku untuk bisa lebih sabar dalam menanti dirinya
Sebab aku tak tahu kapan Engkau akan menghadirkan ia untukku

Rabb..
Sucikan dan jagalah hatiku dari debu-debu kehidupan ini
yang bisa membuat kotor permukaannya
sehingga ketika telah tiba masanya
hanya dialah orang pertama yang menghampiri hatiku

Rabb..
Jagalah ia
Lindungi dirinya
dan buatlah rasa ini indah pada waktunya

Rabb..
Kabulkanlah....
Amin.

NZ (Sarah)
170709
22:43

17 Juli 2009

Hidup adalah Pilihan


Itu memang judul dari blog ini. Awalnya saya hanya ingin mempublish moto hidup saya "Hidup adalah pilihan dan yang terbaiklah yang akan menjadi pilihan". Mungkin banyak orang yang mempertanyakan, mengapa "Hidup adalah pilihan?" Bukankah hidup itu adalah ketentuan dan azimah (ketetapan)? Memang iya, hidup adalah ketentuan dan ketetapan dari Allah. Namun maksud saya mengatakan hidup adalah pilihan, bahwa hidup ini memang sejatinya harus memilih. Bukan memilih untuk hidup atau tidak, namun ketika Allah sudah memilih kita untuk hidup di dunia ini sebagai khalifah fil ardh, maka sudah barang tentu di dalam kehidupan kita pasti menemukan banyak pilihan hidup.

Banyak pilihan yang menghadang langkah kita. Ada pilihan A ada pilihan B, ada pilihan yang baik ada juga pilihan yang buruk. Mustahil ketika kita melangkah, tak ada pilihan yang menyertai langkah kita itu. Ketika misalnya kita ingin pergi ke suatu acara, maka kita akan dihadapkan dengan berbagai macam pilhan pakaian yang nantinya akan kita pakai untuk menghadiri acara tsb. Dan pastinya pakaian yang menurut kita terbaiklah yang akan kita pakai.

Atau contoh lain, misalkan kita ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pastinya kita akan memilih universitas / sekolah yang menurut kita baik untuk masa depan kita. Ya, itulah hal-hal kecil yang mungkin menurut kebanyakan orang, hanya segelintir dari peristiwa-peristiwa yang pernah mereka alami dalam kehidupan, namun tidak bagi saya. Hal-hal tersebut memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi saya.

Ketika pertama kali hidayah ini menyambangi diri saya, sebisa mungkin saya berusaha menjalankan kewajiban-kewajiban saya sebagai seorang muslimah yang mentaati Allah dan Rasul-Nya. Saya berusaha untuk melakukan apa yang menurut saya baik untuk diri saya, keluarga saya, sahabat saya, dan juga agama saya. Dari semua pilihan yang senantiasa hadir dan pergi silih berganti, saya selalu menyeleksi semua pilihan tersebut dan pilihan terbaiklah yang akan saya pilih. Dan itu sudah menjadi prinsip hidup saya.

Allah menciptakan banyak pilihan untuk para hamba-Nya agar kita sebagai hamba-Nya bisa senantiasa berusaha dan bekerja keras. Maka dari itu, saya mengatakan bahwa hidup adalah pilihan, karena hidup sejatinya adalah memilih yang terbaik untuk masa depan kita, yaitu di akhirat sana. Karena hidup sejatinya adalah tempat kita untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala yang kelak dapat kita tukarkan dengan rahmat Allah, sehingga kita bisa mendapatkan kunci surga itu dan dapat memasukinya dengan perasaan terbaik yang kita punya.

Memilih, memilih, dan memilih.
Hal tersebut akan terus berlangsung sampai kehidupan di dunia ini berakhir. Satu contoh yang karena contoh ini, membuat saya mempunyai moto "Hidup adalah pilihan dan yang terbaiklah yang akan menjadi pilihan". Saya pernah mempunyai pemikiran, kelak ketika saya mempunyai anak perempuan di suatu hari nanti (doakan ya? :)), saya akan memilihkan yang terbaik untuknya. Dalam membesarkan dirinya, sudah barang tentu pasti akan banyak sekali pilihan-pilihan yang saya temui. Entah dalam hal makanan, pakaian, sekolah, ataupun hal lainnya. Semua itu pasti membutuhkan pemikiran yang cermat dan matang untuk dapat memastikan bahwa pilihan yang kelak akan saya putuskan adalah pilihan yang terbaik untuknya.

Misal dalam hal berpakaian. Banyak sekali pilihan pakaian untuknya yang pastinya akan membingungkan saya. Namun satu kuncinya, saya akan memilihkan yang terbaik untuknya, untuk masa depannya. Ketika pakaian yang berlengan panjang lebih baik untuknya, maka saya akan memilih pakaian itu untuknya karena dengan pakaian itu, akan bisa membuat ia terbiasa dengan berpakaian yang sopan dan islami.

Seperti itulah contoh sederhananya. Dan saya rasa, andapun juga sudah mulai memikirkan mana yang terbaik untuk diri anda, masa depan anda, dan keluarga anda tentunya...

Selamat memilih....

NZ (sarah)

15 Juli 2009

Izinkan Aku Mencintai-Mu Semampuku


Ya Allah,
Mungkin aku belum bisa mencintai-Mu
Layaknya Abu Bakar bin Abu Quhafah
yang sangat menjaga kehormatan dirinya
yang rela memberikan hartanya di jalan-Mu
Namun, izinkan aku mencintai-Mu semampuku
dengan seribu dua ribu rupiah infaq rutinku
dengan selantunan doa yang kupersembahkan
untuk mereka yang tengah kesusahan

Ya Allah,
Mungkin aku belum bisa mencintai-Mu
Umpamanya Umar bin Khatahab
yang setiap malam rela berkeliling
karena khawatir masih ada umatnya
yang belum terpenuhi kebutuhannya
Namun, izinkan aku mencintai-Mu sebisaku
dengan terus mengabdi kepada umat-Mu
dengan terus mencoba berbagi pada yang tak mampu
dengan sedikit ilmu yang kuajarkan pada murid-muridku

Ya Allah,
Mungkin aku belum bisa mencintai-Mu
Layaknya Ali bin Abi Thalib
yang rela menggantikan posisi Rasul-Mu di tempat tidur saat beliau hijrah
atau layaknya Ubaidah bin Jarrah
yang rela kehilangan giginya
demi mencabut besi tajam yang menempel
pada kedua rahang Rasul-Mu
Namun, izinkan aku mencintai-Mu semampuku
dengan berani melakukan sesuatu yang benar
dengan terus berbakti pada orang tuaku
dengan senantiasa membuat mereka bangga terhadapku

Ya Allah,
Mungkin aku belum bisa mencintai-Mu
Umpamanya Bilal bin Rabah
yang rela ditindih batu besar demi mempertahankan keimanannya
Namun, izinkan aku mencintai-Mu sebisaku
dengan puasa sunnah senin kamis ku
dengan selembar dua lembar tilawah kitab Qur'anku
dengan semalam dua malam bangunku dalam shalat lailku
dan juga dhuha yang menjadi hiasan hidupku

Ya Allah,
Mungkin aku belum bisa mengisi masa mudaku
Layaknya Rasul-Mu Muhammad Saw
yang menjadi penggembala di usia 8 tahunan
yang menjadi asisten niaga jujur di usia 12 tahun
atau menjadi manajer unit niaga internasional di usia 20 tahunan
atau layaknya Anas bin Malik
yang selalu memperhatikan setiap tindak tanduk nabinya
yang selalu setia dalam menghafal wasiat-wasiatnya
atau umpamanya Ibnu 'Abbas
yang belajar menghadapi hidup dalam lapangan keilmuan yang terbentang luas
Namun, izinkan aku mengisi masa mudaku
dengan berani melangkah di jalan dakwah ini
dengan terus berkontribusi bersama teman-teman
dengan berusaha rajin untuk datang ke ta'lim pekanan
dengan lantunan seayat dua ayat hafalan harian

Ilahi Rabbi,
Mungkin aku tak semulia Khadijah ra
yang begitu sempurna didalam menjaga
Tak setaqwa Aisyah ra
Tak setabah Fatimah ra
Dan tak sesabar Siti Hajar
yang begitu setia dalam sengsara
Namun, izinkan aku mencintai-Mu semampuku dan sebenar-benar cinta yang kupunya
Aku hanya wanita akhir zaman
yang mempunyai cita-cita
untuk menjadi hamba-Mu yang bertaqwa
Amin...

NZ (Sarah)

Manusia dan Logika

Proses manusia dalam pencarian jati dirinya terkadang menemukan kebuntuan. Hal-hal kecil yang menjadi batu sandungan tak jarang membuat manusia itu sulit untuk bangkit kembali dari keterpurukannya. Manusia dengan akal dan logikanya terkadang memandang dunia ini amatlah penting. Bahkan lebih penting dari satu hal yang tidak ia sadari. Baik yang tampak ataupun abstrak.

Sulitkah manusia untuk lebih memilih sesuatu yang lebih baik ketimbang sesuatu yang tak memberikan manfaat untuknya? Mengapa sesuatu yang benar terkadang dibuat semu bahkan hilang dan lenyap dari hadapan, dan menggantinya dengan sesuatu yang tak layak dianggap benar dimata Tuhannya?

Manusia yang seperti itu tak ubahnya seekor hewan yang mencari makan diantara kerasnya arus kehidupan. Hanya untuk sekedar bertahan hidup tanpa pernah tahu apa tujuan dia hidup di dunia ini dan bekal apa yang telah ia kumpulkan semasa hidupnya.

Jati diri yang selama ini dicari dan diidam-idamkan pun seolah hanya menjadi sebuah isapan jempol belaka pada akhirnya. Sebab waktu telah menjemputnya sementara ia tak pernah sadar bahwa semakin hari, usianya semakin menggerogotinya. Tak ada bekal yang ia dapat kecuali apa yang dia usahakan selama di dunia.

Ketika waktu telah siap untuk menjemputnya, pada saat itulah hati dan jiwanya tersadar, bahwa ada yang lebih penting dan lebih berharga di dunia ini, yaitu iman. Sesuatu yang selama ini banyak manusia singkirkan dari kehidupannya dan menjualnya dengan sesuatu yang disebut dunia.

Manusia, dengan segala akal dan pikirannya, terkadang begitu sombong, untuk mengakui, bahwa Allah adalah diatas segala-galanya.

NZ (Sarah)

13 Juli 2009

Kado Terakhir Untuk Bapak

Pulang kerja yang cukup melelahkan, sampai dirumah jam lima sore lewat beberapa menit. Untuk melepaskan lelah karena telah seharian bekerja, saya hidupkan televise dan mencari channel yang enak untuk ditonton (yang pasti bukan sinetron, infotainment, atau acara-acara musik karena memang saya kurang suka itu). Mata saya tertuju pada sebuah tayangan menarik di Trans TV. Acara itu berjudul “Kado Istimewa”. Dan sub judul acara itu adalah “Kado Terakhir Untuk Bapak”. Pikiran saya mulai menerawang jauh, wah sub judulnya menarik juga nih. Sayapun mulai menikmati tayangan tersebut.

Acara ini mengisahkan seorang bocah perempuan yang saya perkirakan usianya berkisar antara 9 / 10 tahun (saya lupa karena saya tidak terlalu mengingatnya). Bocah perempuan ini bernama Dina (saya lupa nama panjangnya. Hehehe…). Dia anak ke 14 dari 16 bersaudara. Dina masih mempunyai orang tua, namun bapaknya pada saat itu tengah tergeletak sakit akibat komplikasi gula dan ginjal yang sudah di deritanya selama 1 tahun. Dina mempunyai 1 keinginan yang belum bisa terwujud yaitu membelikan baju koko baru untuk sang bapak. Selama masa sehatnya, bapak Dina itu begitu rajin shalat berjamaah di mushala, maka dari itu Dina ingin membelikan baju koko baru untuk bapaknya dan berharap bapaknya bisa cepat sembuh dan bisa shalat bersama-sama dengan keluarganya di mushala dengan menggunakan baju koko itu.

Dina mencoba mencari akal untuk bisa mengumpulkan uang agar bisa mewujudkan keinginannya itu. Walhasil, dia bersama temannya, Novi, berjualan es blewah. Namun uang yang dikumpulkannya belumlah cukup untuk membeli baju koko. Akhirnya keempat kakaknya mencoba membantu Dina. 1 kakaknya mengamen di lampu merah, 1 kakaknya lagi menjadi kuli panggul di pasar, dan 2 kakaknya menjadi buruh cuci dirumah bu RT.
Hasil jerih payah mereka disatukan dan barulah baju koko itu bisa terbeli. Dina memberikan baju koko itu dengan air mata yang berlinang. Berharap agar bapaknya bisa segera memakai baju koko yang dibelikan anak-anaknya untuk bapak. Namun takdir berkata lain. Sesuai dengan sub judulnya, baju koko itu menjadi kado terakhir untuk bapak. Ya, 4 hari setelah Dina memberikan baju koko itu, bapaknya berpulang ke rahmatullah.

Selesai menyaksikan tayangan itu, air mata saya belum berhenti. Teringat akan orang tua saya, kakek saya yang sedang sakit, dan juga nenek. Saya mulai berpikir, kira-kira apa yang bisa saya perbuat agar mereka bisa bahagia dan bangga mempunyai anak seperti saya?

Dan satu pelajaran yang bisa saya ambil dari tayangan itu adalah, selama orang yang kita sayangi dan kita cintai masih ada disamping kita, berusahalah berbuat yang terbaik untuk mereka sebab kematian itu tidak ada yang tahu datangnya. Jangan sampai kita menyesal seumur hidup, karena kita belum bisa membuat orang tua dan keluarga kita bangga dan bahagia sementara ajal telah menjemput mereka.
Azan maghrib menyadarkan saya. Dengan bergegas saya menyejukkan tubuh dan jiwa ini dengan air wudhu dan menunaikan kewajiban shalat maghrib.

Saat melihatnya ada dan dirasa ia baik-baik saja
Maka keberadaannya adalah wajar adanya
Berharga bersamanya akan sangat terasa
Ketika ia telah tiada
Ketika ia tak lagi membuka matanya

(Renungkanlah)
NZ (Sarah)
Jum'at, 100709