16 Juni 2017

Setiap Anak itu Unik

Kemarin saya memenuhi undangan dari sekolah Riski untuk mengambil rapot. Biasalah ya namanya emak² pasti berbagi tanya, "gimana nilai A, B, C, dst?" mungkin untuk sekedar membandingkan nilai anak sendiri dengan nilai anak lain. Saya sendiri pun sebagai 'orang tua', jelas ada sedikit rasa 'gimanaa gitu' saat tahu nilai 'anak' sendiri lebih rendah dari nilai temannya. Beberapa orang tua ada yang mengeluhkan nilai anaknya yang turun, namun ada pula yang bersyukur karena nilai anaknya meningkat drastis. Sementara saya, masih gamang dengan sebuah map berwarna orange yang barusan saya terima dari bu guru cantik berjilbab abu-abu itu.

Saya gamang bukan karena nilai Fariski yang gimana-gimana, tapi saya bingung menanggapi mama-mama yang begitu antusias membicarakan nilai anak-anak mereka. Karena jujur saja, setiap kali pengalaman saya mengambil rapot (baik Fariski maupun abangnya), saya selalu merasa bahwa prestasi mereka bukan untuk dibanding-bandingkan dengan anak lainnya. Kalaupun saat ini Fariski mendapat nilai yang tertera di dalam rapotnya, meski memang ada peningkatan dari segi jumlah keseluruhan, namun nyatanya banyak pelajaran yang nilainya justru turun beberapa poin dari semester lalu, dan meningkat tajam di pelajaran tahfidz dan Al Qur'an, namun saya menganggapnya bahwa itu sudah merupakan sebuah prestasi yang luar biasa bagi saya.

Ya meski dalam hati kecil saya pribadi, ada sedikit rasa iri dengan teman-temannya yang bernilai lebih tinggi darinya hingga mereka mendapatkan semacam reward dari sekolah berupa voucher belanja, namun saya sadar, bahwa kemampuan setiap anak itu tidak bisa disamakan atau disama ratakan dengan kemampuan teman-temannya. Setiap anak itu unik, dan keunikan itulah yang membuat mereka bisa unggul di bidangnya masing-masing.

Saya bersyukur karena Fariski bisa menjadi salah satu anak yang (kata bu gurunya) bisa diterima oleh semua teman-temannya. Dia bisa menjadi anak yang berani dalam kurun waktu 1 tahun terakhir ini. Berani maju ke depan untuk azan dan berasmaul husna, juga rajin beribadah. Dia menjadi anak yang baik, penurut, dan periang di mana pun ia berada.

Dan ternyata, ada begitu banyak hal yang dapat saya syukuri dari Fariski, meskipun nilai akademiknya masih masuk dalam kategori cukup, namun dia telah membuat saya bangga menjadi 'ibu' baginya selama 6 tahun terakhir ini.

Semoga ke depannya saya bisa lebih baik lagi dalam membimbing dan membinanya. Aamiin

15 Juni 2017

Arti Kehilangan

Sejak kecil, hidup telah mengajarkan tentang kehilangan pada Riski. Kehilangan seorang ibu yang amat ia butuhkan, dan kehilangan kasih sayang seorang ayah yang juga tak kalah ia perlukan. Hidup memang sudah mengajarkan padanya tentang pedihnya sebuah kehilangan, bahkan sejak ia masih belum mengerti mengapa Tuhan mengambil malaikat hatinya saat ia masih teramat membutuhkannya. Sampai saat ini, aku yakin ia masih bisa merasakan bagaimana rasanya saat ia melihat wajah pucat ibunya yang dikelilingi oleh keluarga dan orang-orang yang mencintainya, bagaimana rasanya ia menangis tatkala aku memaksanya untuk mencium wajah ibunya untuk terakhir kalinya, bagaimana rasanya saat ia menangis dan meronta memanggil ibu yang paling dikasihinya namun wanita berhati mulia itu tak kunjung datang memeluk dirinya, bagaimana rasanya saat aku mengajarinya untuk berkata “Selamat tinggal, Mama” saat sebuah keranda hijau membawa tubuh ibunya pergi menjauh dari dirinya, dari hidupnya. Dan bagaimana rasanya bertahun-tahun memendam kerinduan yang mendalam pada sosok yang tak bisa ia jumpai lagi, sampai akhirnya ia menyadari secara tidak langsung bahwa hidup ternyata telah mengajarinya tentang arti kehilangan. Begitu sakit, begitu perih, begitu menyesakkan.

12 Juni 2017

Rasa Takut

Setiap orang, pasti memiliki rasa takut dalam hal apapun. Takut pada Allah, takut pada kegelapan, takut pada orang tua, takut dimarahi, takut menyakiti, dan lain sebagainya. Kecemasan dalam menghadapi sesuatu yang belum terjadi pun juga bisa disebut sebagai rasa takut. Kita sepakat, bahwa semua orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya terkait hal apapun.

Namun nyatanya, tidak semua orang mampu untuk mengendalikan dan mengelola rasa takutnya, sebagai bagian dari pengalaman dan proses yang pada akhirnya akan berlalu dan menjadi sebuah kenangan. Tidak semua orang mampu menghadapi rasa takut, sekalipun itu hanya sekedar pergi ke kamar mandi sendirian. Banyak bayangan-bayangan aneh yang menghantui diri kita hingga membuat kita kalah dengan rasa takut yang kita ciptakan sendiri.

Sebagai manusia, sebagai makhluk yang berakal, sebagai makhluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan dibanding makhluk Allah lainnya, kita sudah sepatutnya mampu mengendalikan dan mengelola rasa takut yang kita miliki. Misalnya saja saat kita takut untuk tidur sendirian dalam keadaan lampu yang padam, karena berbagai bayang kemungkinan sudah berkelebat memenuhi pikiran kita, maka dengan akal yang sudah Allah karuniakan, kelolalah rasa takut itu dengan bijak. Kita bisa berdialog dengan diri kita sendiri, bahwa kegelapan bukanlah tempat di mana setan bersemayam untuk mengganggu istirahat malam kita. Kegelapan justru bagus untuk kesehatan kita, demikian yang saya pahami dari ajaran Rasulullah. Jika tidak percaya, bisa digoogling hadits terkait hal ini.

Dalam hal lainnya lagi, contoh kecilnya saja saat saya masih kuliah dan harus menyelesaikan tugas akhir. Di beberapa kesempatan saya harus bertemu dengan dosen pada waktu yang sebenarnya tidak saya inginkan: ya, pada saat dosen mengajar di kelas! Oh, jujur hal itu membuat saya takut. Saya tak pernah berani untuk masuk ke kelas menemui dosen di mana beliau sedang mengajar puluhan mahasiswa/i. Saya tidak percaya diri! Dan rasa itulah yang membuat saya menciptakan rasa takut dalam hati saya. Namun saya berpikir, kalau saya tidak bertemu dengan dosen ini, maka saya yang akan rugi karena tujuan saya bertemu beliau adalah untuk membantu saya menyelesaikan tugas akhir. Kalau saya terus-terusan sibuk dengan rasa takut saya, maka saya akan selamanya menjadi orang yang pengecut dan tak pernah berani mengambil keputusan di luar apa yang saya takuti. Saya terus menciptakan pikiran-pikiran positif untuk membunuh rasa takut saya. Hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk memberanikan diri bertemu dosen saat beliau mengajar. Meski dengan hati berdebar, meski timbul rasa tidak percaya diri yang memuncak, namun saya tetap melangkah maju. Dalam hati saya hanya satu: bertemu dosen hanya beberapa menit namun akan mampu mengubah hidup saya menjadi lebih baik. Daripada saya mengikuti rasa takut saya dan memilih untuk tidak bertemu dengan dosen, maka saya pun harus siap menanggung perihnya kehilangan ilmu yang harusnya bisa saya dapatkan dalam waktu beberapa menit saja.

Dan, well done! I'm do it!
Saya mengalahkan rasa takut saya hanya dalam waktu beberapa menit saja! Setelah itu saya keluar kelas dengan penuh rasa bangga. Bukan hanya Karena ilmu yang saya dapatkan, tapi juga karena saya telah mampu mengelola rasa takut saya menjadi sebuah keberanian yang melahirkan sesuatu yang lebih baik untuk saya.

Dan lagi-lagi, saat saya memiliki masalah kesehatan di fase kehidupan saya, saya tidak mau memberitahukan hal ini pada siapapun. Kecuali dengan orang atau teman-teman yang berkompeten di bidangnya. Meski saya takut, meski saya tak pernah berani bagaimana menghadapi hari esok jika saya benar-benar sakit, tapi saya tidak mau kalah dulu dengan rasa takut yang saya ciptakan sendiri. Saya paling muak memanjakan rasa takut! Saya paling enggan berlama-lama bercengkrama dengannya! Maka dari itu, meski harus sendiri saya melewatinya, tidak ada yang menemani saat harus check up ke dokter, saya tetap teguh dengan pendirian saya. Saya harus berani! Saya ke dokter sendiri, periksa darah sendiri, rontgen sendiri, semuanya sendiri! Saya kalahkan rasa takut saya, di saat orang lain masih sibuk dengan ketakutannya dan harus ditemani oleh sahabat atau kerabatnya meski hanya sekedar periksa kandungan. Saya mengalahkan rasa takut saya, dan keberanian saya itu membuat saya lega karena dokter menyatakan bahwa saya baik-baik saja.

Ya, pada akhirnya, kita semua pasti memiliki rasa takut dalam hal apapun. Namun ternyata tidak semua orang mampu mengendalikan dan mengelola rasa takutnya secara bijak. Hanya orang-orang yang beranilah yang akan mampu mendapatkan sesuatu yang lebih baik saat mereka mau selangkah saja mengalahkan rasa takutnya. Tentunya ketakutan dalam hal yang bersifat personal demi mencari kebaikanlah, dan bukan memilih berani pada Allah, orang tua, dan suami hingga merasa betul saat harus menghilangkan rasa takut pada mereka.

Wallahu'alam.

DEWASA, ADALAH SEBUAH PILIHAN DAN KEBERANIAN

      Bagiku, berani dewasa bukanlah urusan usia – meski usia memang memiliki kontribusinya – tapi ini soal sikap. Soal keberanian memilih mana sesuatu yang terbaik dari berbagai pilihan yang ditawarkan hidup. Berani menjadi dewasa adalah pilihan hidup yang tidak sederhana. Sebab menjadi dewasa bukan semata karena usia yang semakin bertambah, ia lebih kepada berani mengambil keputusan sikap, sudut pandang, pola pikir, dan tindakan nyata yang didasarkan oleh kesadaran penuh.
Dan saat ini, aku tengah belajar untuk memahami semua itu...

11 Juni 2017

Do'a Malam

Ya Allah...
Sehatkanlah tubuhku. Ampunilah segala dosa dosaku. Ampunilah segala khilaf yang pernah diperbuat oleh mata, mulut, telinga, tangan, dan kakiku. Tunjukilah aku ke jalanMu yang lurus, jalan orang-orang yang Kau beri nikmat dan Kau ridhoi.

Ya Allah...
Duhai penentu segala urusan, aku serahkan semua urusan hidup dan matiku hanya kepadaMu. Berilah jalan yang terbaik dari setiap ujian hidup yang kualami. Karena Engkau adalah sebaik baik pemberi keputusan.

Ya Allah...
Duhai Dzat Yang Maha Membolak Balikkan hati, dengarlah do'a malam dan pengharapanku ini.

Aamiin..