Sejak kecil, hidup telah mengajarkan tentang
kehilangan pada Riski. Kehilangan seorang ibu yang amat ia butuhkan, dan
kehilangan kasih sayang seorang ayah yang juga tak kalah ia perlukan. Hidup
memang sudah mengajarkan padanya tentang pedihnya sebuah kehilangan, bahkan
sejak ia masih belum mengerti mengapa Tuhan mengambil malaikat hatinya saat ia
masih teramat membutuhkannya. Sampai saat ini, aku yakin ia masih bisa
merasakan bagaimana rasanya saat ia melihat wajah pucat ibunya yang dikelilingi
oleh keluarga dan orang-orang yang mencintainya, bagaimana rasanya ia menangis
tatkala aku memaksanya untuk mencium wajah ibunya untuk terakhir kalinya,
bagaimana rasanya saat ia menangis dan meronta memanggil ibu yang paling
dikasihinya namun wanita berhati mulia itu tak kunjung datang memeluk dirinya,
bagaimana rasanya saat aku mengajarinya untuk berkata “Selamat tinggal, Mama”
saat sebuah keranda hijau membawa tubuh ibunya pergi menjauh dari dirinya, dari
hidupnya. Dan bagaimana rasanya bertahun-tahun memendam kerinduan yang mendalam
pada sosok yang tak bisa ia jumpai lagi, sampai akhirnya ia menyadari secara
tidak langsung bahwa hidup ternyata telah mengajarinya tentang arti kehilangan.
Begitu sakit, begitu perih, begitu menyesakkan.
“Bunda mau pergi dari rumah, dek.” Biskikku kala itu,
sambil memeluk dan menemaninya menjelang tidur.
Tapi tiba-tiba ia menangis, membalas pelukanku dengan
erat dan memintaku untuk jangan pergi meninggalkannya. Ia tak ingin aku pergi.
Ia selalu ingin aku berada di dekatnya, di sisinya. Menemaninya, menjaganya,
melindunginya, bahkan sampai ia besar nanti. Ia juga berharap bahwa kelak jika
ia dewasa nanti, ia ingin memiliki uang yang banyak. Ia ingin kami menjadi
orang yang kaya raya namun tetap shalih dan rendah hati. Kemudian ia kembali memelukku.
Pelukan yang sangat erat diiringi dengan beberapa butir air mata dan isakan
kecil sebagai tanda kalau ia tetap ingin selalu bersamaku.
Rupanya kehilangan yang ia alami beberapa tahun silam
mampu memberikan bekas yang teramat dalam di hatinya. Meski ia belum bisa
menyampaikan apa yang ia rasakan, tapi aku yakin kalau saja seandainya ia sudah
pandai berdoa kepada Tuhan, jelas ia akan meminta agar Tuhan tidak
memberikannya ujian kehilangan lagi, paling tidak sampai ia benar-benar
mengerti mengapa Tuhan mengambil orang-orang yang ia sayangi dalam hidupnya.
Dan untuk saat ini, tak banyak yang kupinta pada Tuhan
selain tetap berkenan menjaga kesehatanku, agar aku tetap bisa menjaga
orang-orang yang kusayangi, terutama Riski…
Itu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar