15 Juni 2017

Arti Kehilangan

Sejak kecil, hidup telah mengajarkan tentang kehilangan pada Riski. Kehilangan seorang ibu yang amat ia butuhkan, dan kehilangan kasih sayang seorang ayah yang juga tak kalah ia perlukan. Hidup memang sudah mengajarkan padanya tentang pedihnya sebuah kehilangan, bahkan sejak ia masih belum mengerti mengapa Tuhan mengambil malaikat hatinya saat ia masih teramat membutuhkannya. Sampai saat ini, aku yakin ia masih bisa merasakan bagaimana rasanya saat ia melihat wajah pucat ibunya yang dikelilingi oleh keluarga dan orang-orang yang mencintainya, bagaimana rasanya ia menangis tatkala aku memaksanya untuk mencium wajah ibunya untuk terakhir kalinya, bagaimana rasanya saat ia menangis dan meronta memanggil ibu yang paling dikasihinya namun wanita berhati mulia itu tak kunjung datang memeluk dirinya, bagaimana rasanya saat aku mengajarinya untuk berkata “Selamat tinggal, Mama” saat sebuah keranda hijau membawa tubuh ibunya pergi menjauh dari dirinya, dari hidupnya. Dan bagaimana rasanya bertahun-tahun memendam kerinduan yang mendalam pada sosok yang tak bisa ia jumpai lagi, sampai akhirnya ia menyadari secara tidak langsung bahwa hidup ternyata telah mengajarinya tentang arti kehilangan. Begitu sakit, begitu perih, begitu menyesakkan.
      Dan kini, saat aku merasa hidup begitu berat untuk kulalui, ingin rasanya aku pergi menjauh, pergi meninggalkan rumah dan semua hal yang membuatku merasa rapuh. Dan suatu kali, di satu kesempatan aku pernah mengatakan keinginanku ini pada Riski.
“Bunda mau pergi dari rumah, dek.” Biskikku kala itu, sambil memeluk dan menemaninya menjelang tidur.
Tapi tiba-tiba ia menangis, membalas pelukanku dengan erat dan memintaku untuk jangan pergi meninggalkannya. Ia tak ingin aku pergi. Ia selalu ingin aku berada di dekatnya, di sisinya. Menemaninya, menjaganya, melindunginya, bahkan sampai ia besar nanti. Ia juga berharap bahwa kelak jika ia dewasa nanti, ia ingin memiliki uang yang banyak. Ia ingin kami menjadi orang yang kaya raya namun tetap shalih dan rendah hati. Kemudian ia kembali memelukku. Pelukan yang sangat erat diiringi dengan beberapa butir air mata dan isakan kecil sebagai tanda kalau ia tetap ingin selalu bersamaku.
Rupanya kehilangan yang ia alami beberapa tahun silam mampu memberikan bekas yang teramat dalam di hatinya. Meski ia belum bisa menyampaikan apa yang ia rasakan, tapi aku yakin kalau saja seandainya ia sudah pandai berdoa kepada Tuhan, jelas ia akan meminta agar Tuhan tidak memberikannya ujian kehilangan lagi, paling tidak sampai ia benar-benar mengerti mengapa Tuhan mengambil orang-orang yang ia sayangi dalam hidupnya.
Dan untuk saat ini, tak banyak yang kupinta pada Tuhan selain tetap berkenan menjaga kesehatanku, agar aku tetap bisa menjaga orang-orang yang kusayangi, terutama Riski…
Itu saja.

Tidak ada komentar: