Setiap
manusia pasti memiliki titik lemah dalam hidupnya. Titik lemah ini adalah satu
titik dalam dirinya yang bila diuji dengan sesuatu hal, titik ini bisa jadi
sangat lemah atau bahkan bisa membuat seseorang itu sangat tidak berdaya lantaran
sesuatu yang disebut ujian tadi. Ujian dalam hidup ini bermacam-macam
bentuknya. Bisa berupa harta, tahta, jabatan, ataupun pasangan hidup. Dari tiap-tiap
ujian itu bisa saja menghampiri kita sebagai makhluk lemah yang tidak memiliki
daya upaya apapun jika hati dan jiwa kita jauh dari Rabb semesta alam, Allah
Azza Wajalla.
Setidaknya
ada empat hal yang wajib kita waspadai terkait ujian hidup yang mungkin saja
salah satu di antara empat hal itu merupakan titik lemah kita sebagai manusia. Yang
pertama adalah, jika kita diuji dengan syahwat dan hawa nafsu, bisa mungkin ada
yang tidak beres dalam sholat kita. Mengapa sholat? Sebab dalam QS. Maryam ayat
59, Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka datang sesudah mereka suatu
keturunan yang mereka telah melalaikan sholat dan memperturutkan syahwat hawa
nafsunya.”.
Sebagai
manusia yang berakal, jika hal pertama tadi adalah titik lemah dalam diri kita,
ada baiknya kita segera periksa sholat kita. Apakah selama ini menunaikan sholat
hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban, hanya untuk dipuji orang lain, atau
semata-mata hanya karena Allah? Apakah kita sudah cukup khusyuk dalam
melaksanakannya, atau masih sering memikirkan hal-hal lain saat sholat? Sudah tepat
waktukah, atau malah sering mentakhirkannya? Atau bahkan kita sering lalai
dalam menjalankannya? Patutnya kita periksa semua hal itu.
Hal
yang kedua adalah, jika kita merasa keras hati, berperangai akhlak buruk, sial,
sengsara, dan seolah tidak ada kemudahan, periksalah hubungan kita dengan ibu
dan bakti kita terhadapnya. Mengapa demikian, sebab dalam QS. Maryam ayat 32, Allah
SWT berfirman, “dan (Dia jadikan aku) berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak
menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” Dari ayat tersebut sudah
sangat jelas, jika kita ingin merasa mudah dalam melangkah di kehidupan, maka
berbakti pada orang tua adalah hal yang paling utama yang harus dilaksanakan. Sebab
satu hal yang mesti diingat, bahwa ridho orang tua adalah ridhoNya Allah. Tidak
akan pernah kita merasakan nikmatnya kemudahan dalam segala hal jika orang tua
kita tidak ridho pada apa yang kita lakukan. Nauzubillahi minzalik.
Yang
ketiga adalah, jika kita merasa depresi, tertekan, dan kesempitan dalam hidup,
maka sebaiknya kita memeriksakan interaksi kita dengan Al Qur’an. Karena dalam
QS. Thaha ayat 124, Allah SWT telah berfirman, “Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku (Al Qur’an – berzikir), maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit.” Bukankah ayat tersebut sudah sangat jelas memberitahu kita, bahwa
jika ingin hidup lapang, maka jangan pernah sekali-kali kita melupakan Al Qur’an.
Bacalah setiap hari meski tidak bisa membaca banyak dalam sehari. Paling tidak
jika kontinuitas interaksi kita dengan Al Qur’an sudah cukup bagus, maka dengan
sendirinya hati kita akan merasa lapang dan satu per satu masalah akan
terselesaikan dengan baik. Jadikanlah Al Qur’an sebagai teman sehari-hari bukan
malah hanya menjadi pajangan di dalam buffet rumah kita, hanya karena Al Qur’an
yang kita miliki boleh kita beli di Mekkah. Ingatlah, bahwa rumah yang
senantiasa diperdengarkan Al Qur’an setiap harinya, akan membuat para
penghuninya selalu diliputi perasaan aman, nyaman, dan tenteram. Karena Al Qur’an
itu adalah obat dari segala penyakit hati.
Dan
yang terakhir adalah, jika kita merasa kurang tegar dan teguh di atas kebenaran
dan gangguan kegelisahan, maka periksalah bagaimana pelaksanaan kita terhadap
nasihat yang kita dengar. Allah SWT berfiman dalam QS. An Nisa ayat 66, “Sesungguhnya
kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal
yang demikian itu lebih meneguhkan (iman mereka).” Maka dari itu, apabila kita
mendengar suatu kebaikan dari mulut seorang alim ulama, hendaklah kita
mendengar dan melaksanakannya dengan ikhlas. Sebab orang yang mengetahui sebuah
kebaikan namun ia tidak melaksanakannya, maka ia termasuk pada golongan
orang-orang yang munafik.
Semoga
keempat hal tadi bisa menjadi peringatan untuk kita sebagai hamba yang lemah,
bahwa titik lemah dari masing-masing kita berbeda-beda, sehingga kita
diharuskan untuk introspeksi diri setiap hari agar kita tidak termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang tidak beruntung sebab dari hari ke hari tidak ada
perbaikan yang kita lakukan.