2 Agustus 2010

Kebahagiaanku & Kebahagiaanmu = ‘Sama’


“Suatu ketika, ada seorang petani yang tengah mencangkul tanah yang ingin digarapnya. Namun tiba-tiba ia menemukan sebuah guci di dalam tanah yang ia cangkul. Ia pun akhirnya menjual guci tersebut ke salah seorang warga di sekitar rumahnya dengan harga Rp. 5.000,-. Pikirnya, ‘Alhamdulillah, uang lima ribu ini bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya untuk hari ini.’ Gumamnya sambil bersyukur. Selepas itu, orang yang tadi membeli guci dari petani tadi langsung menjual kembali gucinya ke pasar. Disana ia menjualnya dengan salah seorang pedagang barang antik dan dihargai sebesar Rp. 50.000,-. Ia pun sangat kegirangan akan hal itu. Lalu setelah guci itu berpindah tangan, oleh si pedagang barang antik tadi, dijuallah kembali guci tersebut kepada pelanggannya sebesar Rp. 500.000,-. Guci itu terus berpindah tangan dari satu tangan ke tangan yang lain sampai pada akhirnya guci itu bisa sampai ke luar negeri dan dihargai oleh salah seorang kolektor barang antik dengan harga 500 juta rupiah. Dan usut punya usut, ternyata guci tersebut adalah guci peninggalan Kerajaan Dinasti Ming.”


Wow!! Keren yah? Hehehe… namun yang ingin kita bahas disini bukan masalah gucinya, tapi tentang kebahagiaan para si pemilik guci tadi. Lho kok? Ya, kalau boleh kita samakan, bahwa kebahagiaan antara si petani dan si penerima uang sebesar 500 juta tadi itu adalah sama. Kenapa sama? Ya, karena hakikat kebahagiaan itu bukan terletak pada besarnya uang yang ada atau yang kita miliki, tapi terletak pada porsi dan keberkahan yang bisa kita capai.

Kebahagiaan yang di peroleh oleh si petani yang mendapat uang Rp. 5.000,- tadi bisa mungkin dapat kita samakan dengan kebahagiaan yang di peroleh oleh warga yang mendapat uang Rp. 50.000,- tadi sebab mereka sama-sama bahagia ketika guci itu dapat terjual dan bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan porsi yang mereka butuhkan saat itu.

Jadi intinya, seberapapun besarnya uang yang kita miliki, tidak akan bisa cukup bagi kita jika kita hanya bisa mengeluh dengan rizki yang sudah kita dapati tanpa dibarengi dengan rasa syukur kepada Sang Pemberi rizki tersebut.

Sabar dan syukur, itu kuncinya :)