16 Oktober 2009

Pengalaman Naik Angkutan Umum (Sebuah Realita di Indonesia)


Seringnya saya berinteraksi dengan mobil angkot atau angkutan umum, membuat saya memiliki berbagai pengalaman didalamnya. Setiap pagi ketika saya ingin berangkat kerja, saya memang menggunakan jasa angkutan umum untuk sampai ke kantor karena jarak antara rumah saya dan kantor tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu beberapa menit dan hanya cukup sekali naik angkutan umum. Banyak pengalaman yang saya rasakan, seperti tadi pagi yang saya alami.

Ketika keluar gang rumah dan ingin menyeberang jalan, saya melihat angkot berwarna merah melintas di hadapan saya. Sayapun langsung memberhentikannya dan naik kedalamnya. Saya lihat muatan angkot itu tidak terlalu penuh oleh penumpang. Masih ada beberapa space untuk 2 sampai 3 orang lagi. Saya memilih space yang ada di dekat salah seorang bapak tua yang duduk di pojok. Posisi duduk beliau banyak memakan tempat. Mau saya, ketika saya ingin duduk di sebelah beliau, sudah seharusnyalah beliau membenarkan posisi duduknya sehingga saya bisa duduk disana.

Tapi kenyataannya tidak !! Bapak tua itu masih dengan posisi duduknya yang semula dan alhasil angkot sudah keburu jalan sedangkan saya belum dapat tempat duduk, akhirnya saya hampir saja jatuh di angkot sebelum akhirnya bapak itu menggeser tubuhnya mepet ke pojok setelah saya tegur.

Pengalaman lainnya dan lagi-lagi terkait mereka yang menurut saya egois. Banyak orang-orang yang baru pulang dari pasar ataupun mereka yang membawa barang-barangnya segambreng, menggunakan jasa angkot untuk bisa membawa mereka menuju tempat yang dituju. Ketika melihat angkot tidak terlalu penuh, jadilah mereka duduk di pinggir pintu dengan alasan, tempat yang mereka tuju dekat. Namun coba kita perhatikan dampaknya. Ketika ada orang lain yang kemudian ingin naik ke angkot itu, karena alasan tempat yang di tuju dekat, jadilah mereka yang membawa barang-barang segambreng itu tak mau bergeser serta tetap memilih duduk di pinggir pintu, sehingga membuat orang lain yang ingin naik ke angkot, harus berjuang dengan cukup keras dulu untuk bisa masuk lebih dalam kedalam angkot gara-gara mereka yang egois tidak memikirkan orang lain.

Hal ini juga tidak terlepas untuk mereka yang tidak membawa barang yang banyak. Sekalipun mereka tidak membawa barang banyak, sudah sepatutnyalah ketika ada orang lain yang ingin naik angkot juga, orang yang ada didalam angkot terlebih dahulu seharusnya bergeser agak kedalam agar mempermudah orang lain untuk dapat duduk dengan cepat sehingga ketika angkot sudah berjalan, dia tidak terjatuh di dalam angkot karena orang yang didalamnya sudah bergeser. Dekat atau jauhnya jarak yang ditempuh atau tempat yang dituju, tak jadi urusan ketika sudah didalam angkot. Toh ketika kita sudah bilang, “Depan Kiri ya Pak??” Si Supir angkot itu pasti akan langsung berhenti dan akan menunggu kita untuk turun dan membayar tarif ongkosnya. Jadi jangan khawatir akan hal itu.

Pengalaman lainnya lagi, ini terkait supir angkotnya. Saya seringkali menaiki angkot dengan supir yang ‘begajulan’ katakanlah. Ketika ada space di jalan sedikit saja, dia langsung menyalip dan itu membuat para penumpang sport jantung. Yang melanggar peraturanlah, yang tidak sopan dijalan lah, wah macam-macam ulah yang dilakukan supir angkot itu. Bahkan dua hari yang lalu, saya pernah naik angkot yang tidak ada penumpangnya kecuali saya sendiri. Saya duduk di belakang supirnya. Ketika angkot itu ada di posisi jalanan yang macet, sayapun hanya diam sambil melafadzkan asma Allah dalam hati saya. Ketika jalanan sudah agak lengang dan ada space, tiba-tiba angkot yang saya tumpangi melesat sangat kencang berniat ingin menyalip ke depan angkot yang ada di depannya. Spontan, tubuh saya pun terhempas beberapa centi kedalam dengan posisi yang hampir terjatuh. Uh !!! Saya menggerutu dan menyuruh sang supir agar lebih hati-hati lagi.

Tak hanya itu saja, terkadang supir angkot itu menyerobot tempat dijalan yang bukan semestinya ia lewati. Misal angkot itu jalurnya ke kanan, dimana jalur kanan itu setiap beberapa menit sekali selalu mengalami lampu merah, lain halnya dengan jalur kiri yang tidak akan mengalami lampu merah, (Kalau di logika & algoritma, materi coloring nih. Hehe....) namun karena ingin cepat sampai jalur yang terdepan, angkot itu mengambil jalur kiri dan ujung-ujungnya, ketika ia ingin menyalip masuk ke jalur kanan (jalur yang semestinya ia lewati), jadilah ia membuat sebuah kemacetan baru untuk si jalur kiri yang logikanya tidak ada kamus macet di jalur itu karena dia tidak mengalami lampu merah. Inilah salah satu pelanggaran hukum dan aturan yang sering dilakukan oleh supir angkot.

Ada beberapa kasus dan ini juga pernah dialami oleh ibu saya. Supir angkot itu tak jarang menyerobot hak penumpang. Ketika membayar tarif ongkos bukan dengan uang kecil (katakanlah uang 10 ribuan), supir angkot itu mengembalikannya tidak dengan semestinya. (Terkadang tarifnya dilebihkan dari yang seharusnya). Atau bahkan ibu saya pernah mengalami, uang yang beliau berikan malah tidak dikembalikan oleh si Supir angkot. Sungguh keterlaluan !!

Ya, mungkin masih banyak pengalaman yang dapat kita rasakan ketika menggunakan jasa angkutan umum. Tak hanya mobil angkot saja. Bahkan kereta, ojek, becak, atau apapun itu, banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang kita temukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak peraturan yang seharusnya ditaati namun mereka langgar dan banyak hak orang lain yang seharusnya dipenuhi namun malah justru tidak dipenuhi atau bahkan mereka “serobot” hak orang lain itu.

Mereka mengaku WNI dan selalu menuntut hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia, namun mereka sendiri masih belum bisa menjalankan kewajiban mereka sebagai WNI yang baik dan masih belum dapat memenuhi hak orang lain dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran diri. Selalu menuntut tanpa pernah berkaca diri dan introspeksi diri.

Inilah realita yang ada di masyarakat kita, Indonesia.

By Nurlaila Zahra (sarah)

Tidak ada komentar: