16 Maret 2011

Ujian itu Berbuah Kesabaran yang Menguatkanku

Hari itu tanggal 14 Maret 2011. Kuingat, 3 hari lalu adalah tepat setahun kakek pergi meninggalkan aku dan keluarga besarku. Tak lupa pula doa tulus selalu kupanjatkan pada Yang Maha Kuasa untuk ketenangan kakek disisi-Nya sana. Siang itu saat aku tengah berada di kantor, tiba-tiba ada pesan singkat dari ibuku yang memberitahukan Rizky (red-dede), tak henti-hentinya menangis lantaran ditinggal ibunya pergi kerumah sakit. Kupikir ibunya sedang melakukan proses persalinan karena memang ibunya itu tengah mengandung, namun ternyata ibunya itu sedang mengurus proses steril kandungan di Rumah Sakit Budhi Asih. Namun kabar terakhir yang aku dapat dari kakaknya dede (red-Ulfa) dan kakak sepupuku (red-abang Anam), ternyata ibunya dede memang benar-benar tengah melakukan proses persalinan. Sungguh saat itu aku benar-benar dilema, karena aku masih harus mengajar sepulang kerja lanjut kuliah dihari pertamaku masuk di semester 5.


Akhirnya kuhubungi ibuku dan minta pendapatnya apakah baiknya aku kuliah saja atau pulang saja karena si dede masih terus rewel. Akhirnya ibuku bilang bahwa baiknya aku libur kuliah saja pada saat itu. Ok, sepulang kerja aku tak langsung pulang kerumah, namun mengajar sebentar terlebih dahulu. Selesai mengajar aku langsung pulang. Tak lupa mampir ke warung untuk membeli susu dan beberapa makanan kecil kesukaan dede, kalau-kalau malam hari ia mau ngemil.

Sesampainya dirumah ternyata tangis dede sudah mereda. Aku pun agak sedikit tenang. Namun cerita lain kudengar dari saudaraku yang mengantar ibunya dede kerumah sakit. Ternyata ibunya dede mengalami pendarahan ketika ingin shalat Zuhur. Yang mana pendarahan itu terus saja terjadi sampai senja menjelang. Seiring berjalannya waktu, tiba-tiba Ulfa mengirimiku SMS dan mengatakan bahwa keadaan ibunya (red-tante) mulai melemah, begitu juga dengan bayi kecil yang ada dalam kandungannya. Hatiku sudah mulai cemas. Tiba-tiba sekitar pukul tujuh malam menjelang Isya, tiba-tiba Ulfa kembali mengabariku bahwa tanteku ternyata harus masuk keruang ICU karena kondisinya semakin melemah. Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung bergegas mengganti pakaian dan langsung berangkat ke Budhi Asih dengan abang Anam dan adik sepupuku (Ade), dan meninggalkan si dede dan beberapa kakaknya dengan ibuku dirumah.

Sesampainya di lantai 4 di Budhi Asih, kutemui Ulfa tengah menangis sembari ditemani temannya. Kamipun langsung menuju ke lantai satu untuk menemui bagian administrasi. Disana, mereka menjelaskan bagaimana prosedur untuk memindahkan tante keruang ICU, termasuk biaya-biayanya yang diperkirakan bisa sampai 5-6 juta perharinya. “Ya Allah, dari mana keluargaku bisa mendapatkan uang sebanyak itu??” Hatiku membatin.

Aku tak langsung mengambil keputusan untuk memindahkan tante keruang ICU. Aku hubungi beberapa keluargaku dan kumintai pendapat mereka tentang hal ini. Sampai pada akhirnya nenekku datang bersama pamanku dan diputuskan bahwa tanteku jadi dipindahkan keruang ICU. Masalah biaya itu bisa belakangan, yang terpenting nyawa tanteku bisa tertolong. Sementara itu Ulfa dan temannya pergi ke PMI untuk mencari darah karena tenteku benar-benar banyak kehilangan darah.

Aku dan beberapa keluargaku kembali ke lantai 4 untuk menunggu waktu pemindahan tante keruang ICU. Namun sebelum itu, aku, nenek, dan pamanku sempat menemui suster yang menangani tanteku. Ia memberitahukan sebuah kenyataan yang membuat hatiku bergetar hebat. Bayi dalam kandungan tanteku ternyata sudah tidak bernyawa sejak pukul setengah tujuh malam. Innalillahi wa innailaihi roji’un. Aku tak kuasa mendengarnya.

Kuputar saja murattal Surat Ar Rahman diruang tunggu kamar bersalin untuk menenangkan hatiku. Tak lama kemudian tanteku dipindahkan keruang ICU. Pada saat itu aku melihat kondisinya benar-benar lemah. Wajahnya sangat pucat. Ia tak henti-hentinya berzikir dan beristighfar. Sementara itu ia masih terus saja mengalami pendarahan. Sampai akhirnya tante masuk keruang ICU dan aku dan keluarga hanya boleh menunggunya diruang tunggu.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Mataku sudah benar-benar ngantuk. Akhirnya kuputuskan untuk pulang bersama nenek, abang Anam, dan Ade. Sementara itu aku dapat kabar dari Ulfa bahwa darah di PMI bisa di dapatkan nanti pukul 1 dini hari. Ketika aku dan yang lain sudah ada ditempat parkir motor, tiba-tiba ibuku mengirim SMS yang mengatakan bahwa si dede nangis dan tidak mau berhenti-berhenti.

Sesampainya dirumah, ternyata si dede sudah tidur, namun tak lama aku sampai dirumah, dede terbangun dari tidurnya dan menangis tak henti-henti. Alhasil aku terus menggendongnya sepanjang malam agar ia bisa tertidur pulas dalam gendonganku. Sesekali kuletakkan tubuh mungilnya di kasur, namun ia selalu menangis bila diletakkan dikasur. Akhirnya aku terus menggendongnya sepanjang malam, dan selama itu pula aku memejamkan mataku sambil berdiri. Ya Allah, lelahnya…..ditambah lagi, malam itu aku dapat kabar dari pamanku yang menjaga tante dirumah sakit bahwa ia harus menebus resep seharga 1,1 juta rupiah. Ya Rabb…..

Keesokan harinya aku tetap berangkat ke kantor karena akan ada rapat. Namun aku berangkat agak siangan karena dede masih saja rewel sambil memanggil-manggil ibunya “mama….mama”. Oh Rabb, hatiku benar-benar tersayat mendengar tangisannya itu. Dikantorpun, aku tak pernah bisa konsentrasi. Aku terus saja menanyakan keadaan tante dirumah sakit dan keadaan dede dirumah yang kutinggal bersama ibuku dirumah. Dikantor, tiba-tiba abang Anam mengabarkanku bahwa tanteku harus segera dioperasi untuk mengeluarkan bayi yang ada dalam kandungannya. Namun tak berapa lama, tiba-tiba abang mengirimiku SMS yang mangatakan bahwa bayi tante sudah keluar secara normal. Alhamdulillah. Namun satu kabar lagi yang mengejutkanku bahwa dokter mendiagnosa tanteku juga terkena DBD. Astaghfirullah.

Hari itu tidak ada jadwal mengajar, jadi sepulang kerja aku bisa langsung pulang kerumah. Ternyata dirumah sudah ada beberapa saudaraku yang datang dari Citayam dan Kali Sari. Mereka mengikuti prosesi pemakaman dede kecil yang diberi nama Zainab. Aku tak sempat melihat jasad bayi mungil itu. Namun doaku selalu menyertainya, dan berpikir positif saja, “Jika memang Allah tidak mengizinkan dede kecil Zainab itu untuk tetap hidup bersama kami, mungkin karena memang Allah lebih menyayanginya….”. Ketika aku sampai dirumah, kudapati dede tertidur pulas. Sampai ketika aku ingin shalat Maghrib, dede bangun. Aku kesulitan untuk mencuri waktu darinya karena ia maunya hanya denganku. Akhirnya dengan sedikit paksaan, nenek mengambilnya dariku agar aku bisa shalat Maghrib. Setelah shalat Maghrib, dede bersamaku lagi. Kuajak ia main keluar rumah. Disana ada beberapa temannya sehingga ia bisa sedikit melupakan rasa rindunya pada ibunya. Ia berlari kesana kemari seolah tak pernah ada beban dalam hidupnya. Aku begitu senang melihatnya tertawa dan bercanda riang dengan temannya meskipun kalau boleh jujur, aku sangat lelah. Karena tidurku semalam hanya sebatas memejamkan mata, tidak sampai terlelap.

Waktu terus berjalan, akhirnya dede pun mau tertidur. Ketika ia tidur, aku sempatkan untuk shalat Isya dan bebersih diri. Malam sudah cukup larut, aku pun berusaha untuk tidur disamping dede. Namun sesekali, disepanjang malam, dede sering terbangun sambil memanggil-manggil ibunya, “mama, mama…”. Hatiku benar-benar sedih dan pilu. Sambil menggendong tubuh mungilnya dengan mata yang sayup-sayup menahan kantuk, aku terus berdoa dalam hati pada Allah Sang Maha Pemberi, semoga Ia cepat menyembuhkan tanteku.

Alhamdulillah tidurku semalam agak cukup meskipun memang lebih sering bangunnya ketimbang terlelapnya. Namun tak apalah, aku pun senang. Keesokan harinya aku izin tidak masuk kantor, sebab aku harus menjaga dede dan kakaknya dirumah. Nenek dan abang Anam harus kerumah sakit mengantikan pamanku yang sudah semalaman menginap dirumah sakit. Pagi inipun pamanku tak langsung istirahat dirumah. Ia langsung berangkat ke Suku Dinas untuk mengurus SKTM untuk perawatan tante dirumah sakit. Bayangkan saja, kalau SKTM tidak diurus, bisa jadi biaya dirumah sakit semakin membengkak. Semalam saja, sebelumnya pamanku harus menebus obat rumah sakit sebesar 1,5 juta rupiah, namun tak lama setelah itu, ia mengabarkan lagi kerumah bahwa dokter menyuruhnya lagi untuk menebus obat sebesar 3,7 juta. Masya Allah, benarkah demikian adanya, atau memang hal itu hanya permainan pihak rumah sakit yang memang hanya ingin mengambil keuntungan dari rakyat kecil seperti kami? Astaghfirullah, bukan bermaksud untuk su’udzan, tapi memang hal itu benar-benar tak masuk di akal. Belum lama menebus obat yang jumlahnya tidak sedikit, eh sudah disuruh untuk menebus lagi. Bahkan tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Benar-benar mencekik. Akhirnya obat itu tidak langsung ditebus, namun menunggu esok hari ketika SKTM sudah jadi.

Hari ini aku tidak masuk kantor. Tugasku hari ini menjaga dede dan menunggu kabar dirumah. Pagi hari mandi (karena semalam banyak kena ompol dede, hehehe), lalu setelah itu menyuapi dede sarapan di depan rumah, sekalian ngumpul dengan beberapa tetangga disana. Nenek sudah berangkat kerumah sakit bersama abang Anam, siangnya Ade yang menyusul kerumah sakit. Kebetulan hari ini ibuku dagang dipasar. Jadi dirumah hanya ada aku, Ulfa, dan dede, dan anak tante yg keempat, Azmi. Sementara anak tante yang kedua dan ketiga (Tiara dan Intan) sudah berangkat ke sekolah sejak pagi tadi. Ulfa mencuci pakaian sedangkan aku mengajak main dede di depan rumah sembari menyuapinya.

Hari ini benar-benar hari yang special buatku. Hari ini aku seharian bersama dede. Mengajaknya bermain, memandikannya, menyuapinya, bahkan membersihkan kotorannya saat ia tengah buang air. Ah….indahnya bisa merasakan menjadi seorang ibu. Kala si dede tengah bermain dengan tetanggaku yang masih kecil, aku sempatkan berbenah rumah dan mencuci piring. Setelah itu aku ambil kembali dedenya. Ibuku pulang dari pasar. Ia pun segera bergegas untuk pergi juga kerumah sakit. Sebelumnya abang Anam dan Ulfa harus pergi ke PMI untuk kembali mengambil darah. Namun tak lama setelah mereka pergi, tiba-tiba Ulfa meneleponku dan mengatakan bahwa ia dan abang terserempet metromini. Masya Allah, Allah benar-benar tengah menguji keluargaku. Tapi Alhamdulillah mereka tak apa-apa dan bisa terus melanjutkan perjalanan mereka kerumah sakit. Sementara itu Dede nggak mau tetap diam dirumah. Akhirnya dia bermain dengan Azmi dan sepupuku yang lain, Alif, yang rumahnya tak jauh dari rumah nenek. Tak lama setelah itu aku pun berhasil menidurkan dede.

Sekitar pukul dua siang ibuku pulang dari rumah sakit. Alhamdulillah ia mengatakan bahwa keadaan tante sudah membaik. Ia sudah mulai sadar dan sudah tidak terlalu pucat seperti kemarin. Aku lega sekali mendengarnya. Mudah-mudahan saja besok tante sudah bisa dipindahkan keruang rawat inap. Sementara itu jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Sudah waktunya aku pergi mengajar lanjut kuliah. Untungnya nenek dan beberapa keluarga yang lain sudah pulang ketika si dede terbangun dari tidurnya. Jadi aku bisa meninggalkannya dengan tenang bersama mereka dirumah.

Sepulang kuliah, kutemui dede sedang asyik bermain dengan anggota keluarga yang lain. Aku senang melihatnya. Namun lagi-lagi, ketika aku hendak shalat Maghrib, dede kembali menangis dan maunya digendong sama aku. Kugendong sebentar lalu kuserahkan pada Ulfa. Selepas shalat Maghrib, Ade dan Tiara pergi kerumah sakit. Sementara itu si dede masih asyik bercengkerama dengan nenek dan Ulfa sehingga aku masih bisa membuka laptop dan menuliskan artikel ini, hehehe. Tapi selepas Isya, lagi-lagi aku harus menidurkan dede dulu baru bisa kembali bercengkerama dengan laptop :D.

Ini hari ketiga tante berada diruang ICU. Aku selalu berharap agar Allah memudahkan segala urusan keluargaku dan cepat memberi kesembuhan pada tante. “Tante, cepat sembuh ya. Beberapa hari saja tak ada tante dirumah, suasana rumah begitu sepi. Anak-anak tante pasti begitu merindukan hadirmu. Terlebih lagi dede Rizky. Meskipun ia amat dekat denganku, tapi tetap saja, aku tak akan pernah bisa menggantikan posisimu dihatinya. Cepat sembuh tante, dan cepat kembali bersama kami disini. Kami merindukanmu. Doa kami selalu menyertai kesembuhanmu. Amiin.”

Sekarang dede dah tidur. Mudah2an bisa lelap sampai pagi. Bagi para pembaca, mohon doanya ya biar kesehatan tanteku kembali lagi seperti sedia kala. Amiin. Makasih banyak :)



Gambar: Dede Rizky

2 komentar:

Unknown mengatakan...

akh, kamu baik sekali mau membantu mengasuh anak tantemu. Sekarang sudah sehatkah tantemu?

Saya sedang membaca postinganmu yg lama nih

Sarah mengatakan...

@Sang Cerpenis bercerita : mksh mbak, skrg tanteku sdh tenang di sisi-Nya :)

artikel lbh jelasnya bs dibaca di http://nurlailazahra.blogspot.com/2011/03/ketika-cobaan-itu-menjadikanku-naik.html