Iri, menurut saya tidak selamanya memiliki konotasi negatif. Karena menurut saya ada dua macam iri, yaitu iri yang melahirkan dengki, dan iri yang melahirkan motivasi. Iri yang melahirkan dengki adalah iri yang menunjukkan seseorang kalau ia memang tidak mampu melakukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh orang lain. Ia hanya bisa menggerutu melihat orang lain berbahagia dengan kesuksesan mereka. Mungkin sifat iri yang seperti inilah yang banyak melanda kebanyakan masyarakat kita, yang pada akhirnya berujung pada permusuhan, perkelahian, dsb.
Namun ada juga iri yang tidak melahirkan dengki, melainkan motivasi. Untuk saya pribadi, jujur iri yang seperti ini sangat saya butuhkan untuk dapat bergerak maju menjadi sosok yang lebih baik lagi dari hari ke hari.
Jika di postingan sebelumnya saya pernah membahas tentang Mas Boim yang menjadi pengisi acara di Studium Generale FLP Jakarta tanggal 15 Januari 2012 lalu, maka kali ini saya ingin sedikit bercerita kembali, namun kali ini bukan tentang sosok yang lain, melainkan tentang kekaguman saya dengan sosok tersebut. Ya, beliau adalah Mbak Asma Nadia, yang juga menjadi pembicara pada acara tersebut. Ini adalah pengalaman pertama saya bertemu langsung dengan beliau. Kesan pertama yang saya tangkap dari pertemuan pertama kami adalah, beliau orang yang sangat tegas. Tercermin dari gaya bahasa dan cara bertutur yang beliau gunakan dalam acara tersebut.
Yang membuat saya kagum bukan hanya ketegasan beliau dalam menyampaikan materi tentang kepenulisan, tapi juga karena prestasi beliau yang menggunung. Sudah banyak karya yang beliau hasilkan, tidak hanya cerita-cerita fiksi melainkan merambah pula ke non fiksi. Puluhan buku sudah beliau telurkan dan yang paling mencengangkan, karena keputusannya memilih jalan menjadi seorang penulis itu, bisa mengantarkan beliau ke berbagai Negara. Jika tidak semua bisa dikatakan gratis, paling tidak kebanyakan dari perjalanan beliau itu gratis berkat karya-karya yang beliau hasilkan.
Berhenti sampai di sini, jika ingin membahas lebih banyak lagi tentang prestasi-prestasi beliau dari awal beliau merintis menjadi seorang penulis pemula sampai kini menjadi penulis idola, mungkin kita memiliki keterbatasan ruang dan waktu di media ini. Sekedar contoh saja, karya beliau dengan judul Emak Ingin Naik Haji dan Rumah Tanpa Jendela yang diangkat ke layar lebar sukses besar di pasaran. Rasanya tak perlu pembahasan lagi, sebab kenyataan sudah memberikan bukti siapa Mbak Asma Nadia itu.
Mengenal sosok beliau, apalagi sampai bisa berbincang dan berpoto langsung dengannya merupakan kebanggaan tersendiri buat saya. Saya mengenal Mbak Asma dulu sekali lewat serial Aisyah Putri-nya yang sampai sekarang laku keras. Namun porsi kekaguman saya terhadap beliau selalu fluktuatif, artinya kagum saya hanya sekedar angin lalu saja, atau bahasa kerennya”angin-anginan”:D
Namun setelah Allah memberikan kesempatan saya bertemu langsung dengan beliau, rasa kagum saya semakin memuncak, apalagi saat saya mengetahui seabreg prestasi yang telah beliau raih, sampai klimaksnya, saya merasa sangat iri terhadapnya. Sampai dalam hati saya membatin, “Kapan ya saya bisa sesukses Mbak Asma?” Rasa iri itu mulai menjalari setiap syaraf dalam tubuh saya. Sejak saat itu saya mulai bertekad, “Suatu saat saya pasti bisa seperti Mbak Asma.” Dan mulai merancang masa depan dengan segala potensi yang saya miliki.
Di sinilah iri itu mulai berperan. Saya mulai merindukan aktivitas “menulis” yang belakangan ini saya kesampingkan dulu demi menyelesaikan tugas akhir kampus. Entah mengapa rasa rindu itu semakin menjadi dan rasanya akan segera meledak jika tidak segera direalisasikan. Dan saya kembali teringat dengan rasa iri saya kepada sosok-sosok lain yang juga memotivasi saya untuk bergerak ke arah yang lebih baik.
Saya iri dengan Pakde Cholik yang bisa menjadi seleb di dunia perblogan, saya iri dengan Mbak Fanny yang mempunyai ide-ide kreatif demi menelurkan ratusan cerpen yang berkualitas, saya iri dengan Teh Orin yang juga memiliki ide-ide tema tulisan yang bagus, iri pula dengan Mbak Elsa yang berani memilih menjadi seorang entrepreneur dan juga pandai menjahit, dan ke-iri-iri-an lainnya yang semakin membuat saya tidak betah lama-lama berpangku tangan tanpa menghasilkan sesuatu yang bisa menjadi kebanggaan.
Namun motivasi saja rasanya tidak cukup jika tanpa disertai tindakan yang positif. Sambil menyusun rencana untuk ke depannya, ternyata waktu kembali membawa saya pada sebuah pemikiran, yang semoga saja pemikiran ini bisa selalu memotivasi saya untuk menjadi pribadi yang bisa membanggakan.
“Bukankah mereka semua yang saya iri-kan tidak lantas menjadi sosok yang seperti sekarang ini? Bukankah mereka juga melewati proses yang tidak sebentar dan tidak mudah? Mbak Asma sendiri menghasilkan buku pertamanya di usianya yang ke 27 tahun. Hingga sekarang beliau bisa sesukses ini – paling tidak itu penilaian pribadi saya – memerlukan waktu hampir sepuluh tahun untuk dapat berkarya dan terus berkarya dan menghasilkan tulisan dari yang biasa hingga luar biasa. Bukankah itu merupakan sebuah pencapaian yang tidak mudah? Dan dari situ saya mulai belajar untuk dapat selalu menikmati proses yang ada demi mencapai apa yang saya cita-citakan.
“Jika ingin menghibur diri dan mencari pembenaran – meskipun menurut saya ini adalah pembenaran yang salah :D – bukankah saya masih punya waktu untuk dapat mewujudkan cita-cita saya? Jika Mbak Asma saja mengeluarkan buku pertamanya di usianya 27 tahun, bukankah saya masih punya waktu kurang lebih 4 tahun untuk dapat menuju ke arah sana? Toh usia saya belum sepenuhnya genap 23 tahun :D Ya meski memang tidak ada yang tahu sampai kapan kita bisa bertahan di dunia ini, tapi paling tidak hal itu bisa menjadi sebuah target untuk saya pribadi.
“Bukankah Pakde Cholik bisa menjadi selebblog di usianya yang tidak lagi muda? Bukankah Mbak Asma bisa meraih semua kesuksesannya di usianya yang hampir menginjak kepala empat? Bukankah mereka sudah melewati beberapa generasi hingga sampai di generasi saat ini? Bukankah generasi saat ini adalah generasi - yang menurut mereka - merupakan generasi yang akan datang di masa mereka dulu? :D”
Imam Syahid Hasan Al Bana pernah mengatakan, “Mimpimu hari ini adalah kenyataan esok hari. Kenyataan hari ini adalah mimpimu hari kemarin.” Jadi, “Jika saya tidak bisa menjadi kebanggaan untuk generasi saat ini, paling tidak saya akan berusaha agar bisa menjadi kebanggaan untuk generasi yang akan datang.”
11 komentar:
jadi teingatkan kembali untuk berkarya. Ternyata memang perlu kerja keras. tapi mumpung masih muda, harus bisa di manfaatkan dengan baik. wah teh sarah ikutan ini juga ternyata :(( saya juga jadi iri nih.
aduh saya jadi malu disebut namanya. saya tidak layak diirikan lho. soalnya karya saya belum sehebat karya orang lain. Tapi terima kasih ya. setidaknya, memacu saya utk lebih baik lagi berkarya. Dan, memang semua itu butuh kerja keras. Saya yakin, kelak kamu bisa mencapati keberhasilan itu. Asalkan kamu terus berlatih menulis dgn sungguh2
hmmm .. saya juga jadi iri nih, "pejamkan mata sambil berpikir" yang penting harus terus berkarya, betul ?? ^_^
Assalamu'alaykum Sarah.. Suka postingannya, iri yg positif mudah2an bs terus belajar dan berkarya ^^..
Btw kayaknya kita seumuran nih (setelah baca postingan ini hehe).. Salam kenal ya :)
senangnya bisa bertemu dengan mbak Asma Nadia
Semangat Dek, kamu pasti bisa !!!
iri dalam prestasi adalah wujud jatidiri yang ingin selalu maju.
salut,n penuh semangat.
Mbak Asma memang sosok yang inspiratif, begitu pula dengan saudarinya mbak Helvy... saya kagum sama keduanya...
semoga impian dan cita2nya terwujud ya... semangat! :-)
ayo update...
halo mbak Sarah..sedang sibuk pastinya..
saya baru paham jika mba ini ternyata seusia dg Ila..masih sangat muda daripada saya yg usianya kebalikannya. tapi saya juga baru mulai mimpi saya koq..setelah punya anak dua dan sedang hamil..kali ini cita2 saya membesar bagai bisual hihihi..ayo ledakkan imajinasimu, jgn tunda..:)
nah lhooo
kok namaku disebut sebut???
hehehhehee
Posting Komentar