16 April 2010

Andai Waktu dapat Ku pinjam


Begini tuturku.....
Terkadang aku merasa lelah dengan semua aktivitas yang saat ini kujalani. Jujur, lelah yang kukatan disini bukan berarti aku ingin mengeluh, tapi karena memang aku benar-benar lelah. Wajar saja, karena memang ’lelah’ adalah sebuah kata sifat.




Bagi yang membaca tulisan ini, mungkin bisa sedikit membayangkan apa yang ingin aku ceritakan saat ini. Pagi hari, aku harus bangun tidur sama seperti kalian semua. Melakukan kegiatan yang memang wajar dilakukan orang yang baru bangun tidur. Setiap hari, selalu saja ada cucian kotor yang menumpuk minta dicuci olehku. Jadilah hampir setiap hari sebelum berangkat kerja, aku selalu menyempatkan diri untuk mencuci pakaian. Hanya sebatas mencuci dan membilas, sedangkan yang menjemurnya adalah nenekku. Sebab jika aku juga yang menjemur, maka kemungkinan besar aku akan telat pergi ke kantor.

Biasanya selepas mencuci, aku merasa sangat lelah. Maklum saja, dirumahku belum ada yang namanya mesin cuci. Maka itu, selepas mencuci biasanya aku selalu merebahkan tubuhku dikasur. Rehat sejenak kalau bahasa kerennya. Jika dirasa sudah cukup untuk beristirahat, aku pun memutuskan untuk mandi dan bersiap ke kantor.



Di kantor, aku sudah dibayang-bayangi oleh pekerjaan yang menumpuk. Huft...... tapi inilah tugasku. Kuusahakan untuk menyelesaikan semuanya dengan baik. Jika sore sudah menjelang, aku kembali bersiap-siap untuk berangkat mengajar. Aktivitas mengajarku memang hanya tiga kali dalam sepekan, tapi justru hal tersebut yang membuatku teramat lelah dalam menjalani hari-hari untuk saat ini.



Setelah kegiatan belajar mengajar selesai, aku harus kembali diburu oleh waktu sebab aktivitas kuliah sudah menungguku. Dari tempat mengajar, dengan jalan yang diburu-buru, aku harus kembali melangkahkan kakiku ini untuk mencari angkot yang bisa membawaku ke kampus di bilangan Margonda, Depok.

Dari kantor, untuk bisa sampai ke tempat mengajar, aku harus berjalan kaki dulu untuk bisa naik angkot berwarna biru muda dan turun di sebuah tempat yang lebih dikenal dengan nama ’kolong’. Setelah itu kusambung lagi dengan angkot apa saja yang bisa membawaku ke Pasar Minggu. Untung saja tempat mengajarku tidak terlalu jauh dari tempat turunnya aku dari angkot.

Karena aku mengajar di dua tempat, maka perjalanannya pun berbeda. Jika yang tadi naik angkot sampai dua kali, yang ini tidak. Aku hanya naik angkot sekali dari kantor, namun setelah turun dari angkot, aku harus berjalan kaki lagi sekitar setengah kilometer untuk bisa sampai ke tempat mengajar.



Setelah selesai mengajar, seperti yang tadi aku katakan, dengan terus diburu oleh waktu, aku terus melangkah dan melangkah, kembali berjalan untuk menemukan angkot yang bisa membawaku ke kampus.

Terkadang, di sela-sela waktu senggangku kala menjalani berbagai macam aktivitas itu, sering kutermenung sendiri. Melamun memikirkan tentang kehidupanku. Ya, memang semua kelelahan ini adalah akibat atau konsekuensi dari jalan hidup yang telah kupilih sejak beberapa waktu belakangan ini.

Tak jarang ketika aku mengajar, disaat anak muridku tengah mengerjakan tugas dariku, ku kembali berpikir. ”Ya Allah, hari ini aku begitu lelah...” Apalagi jika muridku itu sering tidak serius dalam belajar, rasanya ingin saja aku marah padanya, mungkin karena rasa lelah yang teramat sangat kurasa, membuatku jadi ingin marah. Ditambah lagi waktuku yang memang bukan disana saja kuhabiskan, namun setelah itu aku juga harus kuliah lagi. Namun aku selalu berusaha untuk menjaga diri dari amarah itu. Walau terkadang akupun pernah marah. Karena memang aku hanya manusia biasa.



Batinku, ”andai waktu bisa kubeli, minimal kupinjam saja pada orang-orang yang banyak membuang-buang waktunya entah untuk apa, pasti telah lama kupinjam saja waktu itu. Malah kalau boleh aku meminta pada Allah, aku ingin sekali minta ditambahkan beberapa jam saja dari waktu yang ada, agar bisa kugunakan untuk istirahat penuh. Tapi kenyataannya, Allah telah memberikan waktu yang sama pada semua hamba-Nya, yaitu sehari semalam 24 jam. Jatah atau porsi dari masing-masing hamba-Nya pun telah ditetapkan oleh-Nya.”

Aku hanya bisa menjalani semuanya dengan sabar dan ikhlas, sebab ini pun adalah konsekuensi dari jalan hidup yang telah kupilih. Jika tak ingin lelah, maka tak perlu bekerja. Jika tak ingin lelah, maka tak usah mengajar. Jika tak ingin lelah, maka tak usah kuliah. Dan jika memang masih tidak ingin lelah, maka sekalian saja tidak perlu hidup. Sebab jika ingin mendapatkan sesuatu, maka harus ada yang kita korbankan. Dan mungkin untuk saat ini, aku harus banyak mengorbankan apa yang kupunya. Dari segi waktu, materi, pikiran, dan juga tenaga. Sehingga ketika dalam sehari aku telah menyelesaikan semua aktivitasku dan saatnya kembali kerumah, maka sejenak kurebahkan tubuhku dikasur sembari merenung dan menundukkan hati. Dengan maksud agar aku bisa lebih bersyukur atas keadaanku saat ini. Insya Allah.

Malam hari sepulang kuliah, aku kembali beristirahat jika memang tak ada tugas kampus yang memaksa untuk kuselesaikan. Kembali merajut mimpi dan harapan untuk masa depan. Kembali membingkai asa dan cita, kembali mengumpulkan energi dan semangat yang telah seharian penuh kuhabiskan diluar sana. Perlahan kututup kedua mataku sembari mengucap doa sebelum tidur, sambil berharap bahwa hari esok pasti bisa lebih baik lagi dari hari ini. Amiin





Rabb, kalbulkanlah........


nurlailazahra

1 komentar:

Anonim mengatakan...

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ