26 Januari 2011

Karena Aku tak Setegar Batu Karang

Ramadhan tahun lalu (2010), mungkin adalah ramadhan yang penuh ujian bagiku dan keluarga. Bagaimana tidak, tepat di hari ke sebelas ramadhan, adikku terserang penyakit infeksi saluran pencernaan dan musti dirawat di RSUD Budhi Asih selama 12 hari. Di hari pertama adikku sakit, awal mulanya ia diajak oleh teman-temannya untuk menginap dirumah salah satu temannya. Kebetulan pada saat ia pergi waktu itu, hujan turun rintik-rintik. Jadilah ia kehujanan saat tiba di rumah temannya. Sesampainya dirumah temannya, ia langsung disuguhkan semangkok bakso oleh orang tua temannya. Tanpa pikir panjang, ia pun memakannya bersama teman-temannya yang lain. Kemudian setelah makan tiba-tiba saja ia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perutnya. Namun karena ia sangat pendiam, jadilah ia hanya dapat menahan rasa sakitnya itu semalaman dan tidak dapat tidur malam itu.

Sampai di pagi harinya, sekitar jam 10.00 WIB, saat aku tengah menonton tv, tiba-tiba ia pulang dan langsung masuk ke kamar. Ada kecurigaan yang tiba-tiba menyusup dalam diriku. Segera kulihat keadaannya. Dan aku menangkap ada yang aneh pada dirinya. Aku khawatir ia berbuat atau menggunakan yang macam-macam sehingga ia terlihat tidak seperti biasanya.

Setelah melihat keadaannya yang seperti itu, aku langsung memanggil nenekku untuk memberi tahu keadaannya tersebut. Setelah dipegang tubuhnya, ternyata panas. Dan setelah ditanya ternyata ia sakit. Aku langsung menghubungi ibuku yang tengah berdagang di pasar. Sementara itu aku langsung bergegas pergi ke apotik untuk membeli obat maag, obat demam, dan obat penurun panas. Sesampainya dirumah, ibuku pun juga sudah pulang. Ia langsung meminumkan obat yang telah kubeli pada adikku. Kami sudah cukup tenang karena ia sudah meminum obat.

Hari berganti, namun sakit adikku tak kunjung sembuh. Malah justru cenderung lebih parah. Perutnya semakin sakit dan membesar sehingga ia tak bisa berjalan. Keesokannya ia dibawa ke RSUD Budhi Asih sekitar sore hari. Dokter menyarankan adikku untuk segera dirawat disana namun ia kukuh tidak mau. Akhirnya keesokan harinya lagi, ia bersama ibu dan nenekku balik lagi ke Budhi Asih. Dan keputusan akhirnya, ia pun harus tetap dirawat.

Setelah mendapat kabar dari ibuku, aku langsung minta izin dari kantor untuk pergi kerumah sakit. Aku pulang dulu untuk membawa segala keperluan adikku dirumah sakit sekaligus membawa makanan untuk kami berbuka puasa disana. Akhirnya aku pun menginap dirumah sakit bersama ibuku.

Keesokan harinya aku pulang karena harus bekerja. Namun sebelum berangkat kerja, aku harus balik lagi kerumah sakit untuk mengantar beberapa potong pakaian ibuku dan sedikit mengurus surat-surat yang diperlukan dirumah sakit, baru setelah itu aku kembali berangkat kerja. Namun di tempat kerja aku sungguh tak tenang, hingga akhirnya ibuku meneleponku dan aku putuskan untuk kembali izin dari kantor untuk kembali mengurus surat-surat yang dibutuhkan rumah sakit. Setelah itu aku kembali lagi kerumah. Sendiri dalam kegamangan didalam angkot aku menangis bila mengingat rintihan adikku. Aku terus menangis sampai tiba di Pasar Minggu.

Keesokannya aku izin dari kantor selam dua hari untuk menemani ibuku menjaga adikku di rumah sakit. Keadaan adikku semakin parah. Perutnya semakin membesar. Dan ia selalu merintih kesakitan di bagian perutnya. Sungguh aku tak tega melihatnya seperti itu. Sebab yang kukenal selama ini, ia adalah anak yang pendiam dan tak pernah macam-macam. Sehingga melihat ia merintih dan mengerang kesakitan seperti itu, sangat membuat hatiku teriris. Rasanya dadaku sesak dan air mata selalu ingin keluar namun selalu kutahan bila berada di hadapnya agar ia juga tak ikut sedih. Dalam hati aku berucap, andai saja aku bisa menggadaikan kesehatanku demi kesembuhannya.

Saat rasa sakit itu ia rasakan, ia hanya ingin dipeluk oleh ibuku. Melihat pemandangan itu, sungguh sangat membuat hatiku terenyuh. Ia adikku yang amat kusayangi, dan juga ibuku yang amat kucintai dan kukagumi, kini tengah mengalami cobaan yang cukup berat kurasa.

Hari hari berlalu dalam bilangan doa pada Yang Kuasa agar penyakit adikku segera diangkat olehNya, dikurangi rasa sakitnya, dan bisa segera lekas sembuh dan pulih seperti sedia kala. Bila berada di rumah sakit, aku selalu membacakan Al Qur’an di hadapannya sambil mengusap-usap perutnya. Dalam setiap sujud aku selalu berdoa dengan tulus untuk kesembuhannya. Dalam setiap doa pun aku selalu meneteskan air mata kesedihan kala ingat penderitaan yang ia alami karena penyakitnya. Seringkali ia muntah dan dari muntahannya itu keluar cairan berwarna hijau kental.

Dr. bedah yang menangani penyakit adikku mengatakan agar adikku harus diselang. Maksudnya, untuk mengeluarkan cairan dalam perutnya yang semakin membesar itu, adikku harus mau dimasukkan selang melalui hidung untuk mengeluarkan cairan kotor yang ada di dalam lambungnya. Awalnya adikku tidak mau, namun karena ia sudah tak tahan dengan rasa sakit yang ia alami, akhirnya dengan bujukan ibuku dan suster, ia pun mau untuk diselang. Dan pagi harinya ia sempat di USG untuk melihat penyakit dalam perutnya.

Tepat di hari Minggu tanggal 29 Agustus 2010, suster di rumah sakit menyarankan untuk segera mengambil tindakan untuk diselang. Pada saat itu aku dan nenekku tengah berada di rumah sakit. Karena aku tak tega melihat ia diselang, akhirnya aku mengatakan pada suster agar proses penyelangan itu dilakukan setelah aku dan nenekku pulang.

Dirumah pun aku juga tak tenang. Selalu teringat adikku yang saat ini pasti tengah kesakitan menjalani proses penyelangan. Tak lupa aku selalu berdoa untuk kesembuhannya. Keesokan harinya ibuku sempat mengirimkan gambar adikku lewat MMS dengan keadaannya yang sudah diselang. Sungguh aku tak tega melihatnya. Aku jadi teringat, ia yang biasa ceria kini hanya dapat terbaring lemah tak berdaya. Oh Rabb, aku kembali menangis. Tapi aku yakin, hal itu dilakukan demi kesembuhannya.

Hari Senin hasil USG nya sudah keluar. Dokter mengatakan bahwa ada benjolan dalam perutnya yang dikira tumor. Ibuku mengabarkan hal itu padaku lewat SMS. Jujur, seperti ada benda besar yang menghantam dadaku saat kutahu kabar itu. Tapi ibuku bilang itu belum pasti. Aku kembali berdoa semoga perkiraan itu salah. Dokter segera menyarankan untuk melakukan scanning di Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara (RUSPAU) di daerah Halim. Pada hari Rabu tanggal 1 September 2010 adikku segera di scanning disana setelah semua surat-suratnya selesai diurus.

Perut adikku sudah mulai kempis. Cairan yang keluar melalui selang itu ditampung didalam botol dan warnanya hijau pekat. Selama empat hari empat malam selang itu ada dalam perut adikku. Keadaannya sudah tak nyaman dengan adanya selang dalam hidung dan perutnya. Tapi Alhamdulillah perutnya sudah tak sakit lagi.

Hampir setiap hari jika tak ada jadwal mengajar aku datang kerumah sakit untuk sekedar menemani ibu dan adikku disana. Alhamdulillah selama 12 hari disana, selalu saja ada bantuan doa dan financial dari orang-orang terdekat kami. Baik dari keluarga, sanak saudara, rekan kantor, tetangga, sampai teman-temanku ikut memberi bantuan padaku dan keluarga untuk kesembuhan adikku.

Namun terkadang terlintas dibenakku, rasanya semua ini amat berat kurasa tanpa adanya seorang ayah di sisi kami. Namun aku yakin, Allah menghadirkan om, tante, nenek, kerabat, serta rekan-rekan yang turut membantu, sudah lebih dari cukup untuk menggantikan peran ayah dalam hal ini.

Selama adikku dirawat, selama itu pula ibuku menemaninya dirumah sakit tanpa pernah pulang kerumah. Sebab adikku hanya ingin ditemani oleh ibu. Ibuku sungguh sangat sabar menghadapi adikku kala itu. Ia hampir tak pernah tidur dalam hari-hari itu. Ia selalu berjaga kala adikku membutuhkan bantuannya. Aku semakin yakin, tanpa adanya sosok ayah dalam kehidupan kami, secara tidak langsung ibu sudah berperan juga sebagai ayah bagi kami. Ia kulihat begitu sabar dan tegar dalam menghadapi cobaan ini. Tak pernah ada keluhan yang terucap dari mulutnya. Hanya ucapan sayang yang selalu ia lontarkan padaku dan adikku. Aku begitu menyayanginya. Alhamdulillah Allah senantiasa memberikannya kesehatan selama menjaga adik dirumah sakit, walau terkadang ia juga masuk angin karena terus-terusan ada dalam ruangan ber AC.

Selama 12 hari adik dan ibuku ada di rumah sakit, di rumah begitu sepi. Buka puasa dan sahur pun serasa tak ada gairah. Dan keseringannya aku buka puasa di rumah sakit. Aku ingin selalu ada untuk keluarga kecilku. Dan alhamdulillah, setelah berhari-hari berada di rumah sakit, keadaan adikku berangsur-angsur membaik. Hasil scanning menunjukkan kalau memang ada infeksi dalam ususnya tapi itu juga sudah hampir sembuh, selang dalam perutnya pun sudah dicabut. Alhamdulillah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku sangat lega mendengar berita dari ibuku akan hal itu.

Ramadhan tahun ini, benar-benar menjadi ujian bagiku dan keluarga. Aku sudah khawatir saja kalau-kalau adikku tak dapat tertolong. Tapi alhamdulillah, berkali-kali aku mengucap syukur pada Tuhan akan kesembuhan adikku.

Terima kasih kuucapkan pada semua pihak yang telah berkontribusi dalam kesembuhan adikku. Atas bantuan doa dan materinya yang tulus, semoga dibalas oleh Allah swt. Amiin.

23 Januari 2011

Pagi itu masih begitu senyap kurasakan kala kudengar dari kamar sebelah, adikku tengah muntah-muntah mengeluarkan sisa-sisa makanan yang ia makan semalam. Aku langsung bangun dan segera bergegas menghampirinya. Dipunggungnya terdapat garis-garis merah bekas dikerik oleh nenek. Muntah adikku itu berwarna merah. Aku khawatir yang dimuntahkannya itu adalah darah. Hatiku langsung berdegup kencang. Namun segera kutepis pemikiran itu, dan segera kuyakinkan kembali diriku kalau ia hanya masuk angin biasa.

Selang beberapa waktu, aku segera memberitahu ibuku yang tengah berdagang di pasar bahwa adikku sakit. Ibu pulang sebentar untuk melihat keadaan adik lalu kembali lagi ke pasar untuk melanjutkan jualannya.

24 Januari 2011

Awalnya keadaan adikku seperti demam biasa, namun keesokan harinya, perutnya kembali sakit. Aku dan keluarga benar-benar khawatir. Pagi sebelum berangkat ke kantor, aku sempatkan menghubungi ibuku di pasar. Aku bilang padanya bahwa kondisi adikku tak kunjung membaik dan aku menyarankan agar adikku itu dibawa ke Dr. Suhantoro. dokter praktek langganan adik di bilangan Kalibata. Namun ibuku juga sama panik dan cemasnya seperti aku, akhirnya aku coba menghubungi Dr. Suhantoro, bertanya apa sebaiknya adikku itu dibawa ke beliau atau dibawa langsung ke RS. Persahabatan untuk menemui Dr. Fachrial, dokter rujukan Dr. Suhantoro yang tempo hari sempat menangani penyakit adikku. Kami sempat membawanya beberapa hari setelah lebaran ke beliau, dan kali ini kami hendak membawanya kembali kesana. Kata Dr. Suhantoro baiknya dibawa langsung ke Dr. Fachrial di RS. Persahabatan. Setelah tahu kabar tersebut, awalnya ibu mengajakku untuk hari ini juga pergi berobat ke Dr. Fachrial, tapi kubilang bahwa aku tidak bisa seenaknya saja tidak masuk kantor karena aku juga memiliki kewajiban yang tidak bisa aku tinggalkan disana. Akhirnya aku berikan pilihan kalau untuk hari ini baiknya adikku dibawa saja ke Puskesmas, baru keesokan harinya aku izin dikantor untuk bawa adik ke RS. Persahabatan. Merekapun setuju.

25 Januari 2011

Sekitar pukul 06.30 kami berangkat dari rumah menuju RS. Persahabatan. Perjalanan macet sekali. Sampai disana sekitar pukul 08.30. Aku langsung mencari kursi roda karena adikku tidak kuat berjalan jauh. Kebetulan Dr. Fachrial berada di Gedung Griya Puspa yang posisinya cukup jauh dari tempat kami turun dari taxi. Adikku didorong di kursi roda oleh seorang petugas yang cukup baik hati mengantarkan kami sampai ke tempat tujuan. Aku langsung kebagian informasi untuk membuat kartu pasien lalu membayarnya di kasir. Setelah itu aku langsung menuju ke lantai 3 untuk menemui Dr. Fachrial. Tak lama kami menunggu, kami pun segera bertemu dengan Dr. Fachrial. Setelah cukup lama berobat dan berkonsultasi dengannya, kami langsung cek darah di laboratorium lantai 1. Cukup lama menunggu hasilnya, waktu itupun aku sempatkan untuk menebus obat di apotek. Tak lama setelah itu hasil labnya sudah keluar lalu segera kubawa lagi ke lantai 3 untuk diberitahukan pada Dr. Fachrial. Namun sayangnya lagi-lagi kami harus menunggu selama sekitar 2 jam karena Dr. Fachrialnya tengah makan siang, sementara adikku yang masih terus berada di kursi roda sudah merintih kesakitan dan meminta untuk segera pulang. Bibirnya sudah biru karena kedinginan dan menahan rasa sakit. Aku sungguh tak tega melihatnya. Aku hanya bisa berdoa agar Allah senantiasa mengurangi rasa sakitnya itu.

Setelah Dr. Fachrial datang kami segera bertemu dengannya, dan tak lama setelah itu kami pun pulang. Aku, ibu, dan adikku. Disepanjang perjalanan pulang, aku termenung dalam kegamanganku. Betapa seharusnya aku musti kuat, aku musti tegar, dan aku musti sehat agar aku bisa terus menjaga dan merawat keluargaku. Mereka membutuhkanku. Merekalah yang aku miliki saat ini. Lagi-lagi, meski tanpa figur seorang ayah dalam kehidupan kami, tapi aku harus tunjukkan dan buktikan ke semua, khususnya pada ayahku yang kini tengah hidup bersama keluarganya di kampung halaman, bahwa aku dan keluargakupun bisa tetap hidup dengan kuat dan tegar tanpa kehadirannya dalam kehidupan kami.

Terkadang aku menangis sendiri dalam diam dan sepi mengapa sampai saat ini aku tidak bisa merasakan nikmatnya diberikan kasih sayang dari seorang yang seharusnya kupanggil ayah sejak kecil. Aku tak pernah tahu bagaimana rasanya dikasih dan disayangi oleh sosok bernama ayah. Aku tak pernah tahu bagaimana rasanya meminta sesuatu yang aku inginkan padanya, aku juga tak pernah tahu bagaimana kondisi rumah yang didalamnya terdapat sosok seorang ayah. Aku tak pernah tahu akan hal itu. Sebab aku sudah terbiasa hidup tanpa ayah sejak usiaku 2 tahun. Aku tak membencinya, pun juga tak merindukannya. Bagiku ayah hanyalah sosok yang asing buatku.

Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku di dalam taxi. Sudah sampai Kalibata rupanya. Tak lama kami sampai di Pasar Minggu, memasuki asrama Polri dan kami turun disana. Sesampainya dirumah, dan waktu terasa begitu cepat berlalu bagiku, malampun kembali menghampiri. Adik tetap tak mau makan. Ia sebenarnya lapar namun ia takut untuk makan karena khawatir perutnya kembung lagi dan harus dirawat dan diselang lagi. Aku begitu miris melihat keadaannya.

Dikamar sebelah, sembari menunggu azan Isya berkumandang, aku tidur-tiduran sejenak ditempat tidurku. Perlahan air mataku mulai menetes meski tak banyak. Hatiku benar-benar gusar karena adikku masih terus saja merintih kesakitan. Meski aku berusaha tegar dan kuat di depan semua, namun sebenarnya hatiku tak sekuat yang mereka kira dan aku tak setegar batu karang. Adakalanya batinku benar-benar merasa rapuh dan sepi karena semua ini. Jika sudah seperti ini keadaannya, maka aku hanya bisa diam termenung dan berusaha menghilangkan sesak hati yang kurasakan.

Namun dari semua tempaan hidup yang kurasakan dan kualami, aku berusaha untuk tetap kuat dihadapan keluarga dan semua agar merekapun juga tetap kuat. Meski tanpa sosok seorang ayah dalam kehidupanku, tapi aku akan berusaha agar aku bisa tetap kuat, meski aku tak setegar batu karang...........


nurlailazahra

12 komentar:

Unknown mengatakan...

Mba...yang Sbaar yah...insyAllah Adik mba segera sembuh dan sehat kemabli yah...

Sarah mengatakan...

@Nadia Meutuah : amiin ya rabb, makasih banyak ya mbak nad :)

Budiman As'ady mengatakan...

sabar sebagai kunci tuk hadapi kesulitan hidup, dan semoga tetap semangat...

شفاه الله و عفاه
(moga diberi kesembuhan dan dosa2nya diampuni)

Sarah mengatakan...

@Budiman As'ady : amiin, makasih

dv mengatakan...

Semoga adik nya diberi kesembuhan dan kekuatan yah.
Sabar ya mbak, smg selalu dalam lindungan-nya

Sarah mengatakan...

@dv : amiin, makasih banyak yah mbak atas doa dan dukungannya, alhamdulillah adik sudah baikan :)

Anonim mengatakan...

turut mendoakan semoga keluarga mbak nurlailazahra senantiasa dalam lindungan Allah, amin amin ya rabal alamin.

salam hormat dari CeLoteh ALa FaceBOOK

Sarah mengatakan...

@Admin : amiin. makasih ya, salam kenal......

D.Durahman mengatakan...

Assalamu'alaikum
Mba.. Yang Sabar ya... Allah Taakan berikan cobaan di luar kemampuan mahluknya...
Semoga semuanya ada dalam lindungan Allah SWT amin...

Sarah mengatakan...

@D.Durahman : wa'alaykumussalam. amiin, makasih ya

Apriyanto mengatakan...

Insyaallah pada saatnya nanti semua kesulitan yang dihadapin dengan kesabaran dan tawakkal akan berbuah kebahagian, mudah mudahan saat itu akan segera datang dan terwujud untuk kebahagian keluarga ini...amienn

Sarah mengatakan...

@Apriyanto : amiin. makasih banyak pak...