Senja
mulai merona. Semilir angin membuatku semakin merasa sepi dan sendiri. Aku yang
sudah tua dan rapuh, semakin terbuang dan terlupakan. Hidup di pinggiran kota
tidak serta merta membuatku dilirik oleh siapapun yang melintas di depanku.
Mereka justru mengasingkanku dan lebih memilih menganggapku tak ada. Pemilikku
memang telah lama pergi meninggalkanku, tapi tidak seharusnya aku dibiarkan
sepi seperti ini dan tua dalam kesendirian.
Malam
sudah mulai merenggut senja dari peraduannya. Aku yakin teman-temanku yang
keadaannya jauh lebih baik dari sebuah rumah tua sepertiku, saat ini tengah
berbahagia menemani pemiliknya makan malam. Kilauan cahaya mereka yang
berpendar dari kejauhan semakin membuatku iri dan rindu akan masa-masa
kejayaanku dulu. Kini aku hanya sebuah rumah tua, atau lebih tepatnya lagi
bangunan tua yang tidak berguna.
Malam ini sepertinya akan turun hujan, karena sedari tadi angin sibuk menjamah tubuh rentaku hingga membuatku merasa lebih dingin dari malam sebelumnya.
“Ayo
cepat!! Anginnya semakin kencang!”
Tiba-tiba
aku mendengar suara Devan. Pemuda yang akhir-akhir ini menjadi langganan untuk
menghabiskan malam di dalam tubuhku. Kali ini ia membawa wanita cantik bermata
sehitam onyx bernama Adel.
Aku
menjadi takut….
Adel
masuk dengan ragu. Bola matanya berkeliaran menjamah seluruh isi tubuhku.
Sesekali tangannya menghalau sarang laba-laba yang mengenai wajahnya. Raut
wajahnya sangat cemas.
“Ayo
duduk!” Devan meraih tangannya dan ia pun menurut.
“Aku
takut, Van.” Serunya tanpa melepas pandangan dari sebuah perapian tua yang
gelap.
“Kamu
nggak usah takut. Orang tuamu nggak akan tahu kita di sini.”
“Jangan
sebut-sebut lagi orang tuaku,” Adel mendengus kesal sambil membalikkan tubuh
membelakangi Devan. “Sejak mereka tidak merestui hubungan kita, aku menganggap
mereka sudah tidak ada.” Ia memutar kembali tubuhnya.
“Aku
akan selalu menjagamu melebihi yang orang tuamu lakukan.” Seru Devan sambil
memicingkan mata. Senyum Adel membuat Devan langsung memeluknya. Dan seperti
biasa, sejurus kemudian ia merogoh sela-sela sofa butut, mengambil bungkusan
berisi serbuk dan butiran pil, lalu menunjukkannya pada Adel.
“Apa
itu, Van?” Tanya Adel penuh selidik.
“Ini
adalah sesuatu yang akan membuat kita tenang.” Senyum licik Devan mulai
bermain. Ia segera mengeluarkan serbuk itu dan menghirupnya. Mata liciknya
melirik Adel, memberi isyarat agar ia juga mau mengikutinya. Mulanya Adel menggeleng,
namun kemudian ia terjebak juga pada perangkap Devan. Pemuda licik itu tampak
tersenyum karena kemenangannya. Dan menit selanjutnya, Adel sudah berada di
dunianya sendiri. Ia benar-benar sakau saat ini.
Tak
sadarkannya Adel merupakan kesempatan emas untuk Devan. Ia segera melecuti satu
per satu pakaian Adel, dan mulai menjamahi tubuhnya. Ya, tubuh gadis muda itu kini
jadi santapan hangat untuk Devan.
“Pembuka
makan malam yang sangat nikmat,” begitu gumamnya.
Ditemani
alunan rintik hujan yang semakin deras, Devan melancarkan aksinya. Adel hanya
bisa meronta tanpa tenaga. Ia tahu dirinya kini tengah berada di neraka, namun pil
dan serbuk itu benar-benar telah merampas akal sehat Devan dan membawa lari
kesadarannya.
Ini
adalah keempat kalinya Devan merenggut paksa kehormatan seorang gadis, lalu
membiarkannya mengejang untuk beberapa saat akibat barang haram itu, untuk
kemudian menanamkannya di salah satu bagian tubuhku yang sangat gelap, kotor,
dan berdebu.
=================================================================================
498 kata
*sebelumnya maaf jika ada pembaca yang bernama Devan dan Adel, sebab ini hanyalah cerita fiksi belaka. Jika ada kesamaan cerita dan tokoh, itu hanya kebetulan :D
9 komentar:
serem juga ceritanya mbak, ada kuburan massal di rumah hihi
sukses ya :)
Astagfirullah kejam banget ya devan
Wah, ceritanya bagus! Makasih udah ikutan Berani Cerita #01 ya! Keep the good work!
merinding bacanya ... >.<
Ceritanya bagus mba....
sedihnya jadi si rumah :(
sedihnya jadi si rumah :(
Wah... ceritanya serem juga nih tapi keren lo.
Astaga... seram T.T
Posting Komentar