21 November 2014

Dahsyatnya Sebuah Permintaan Maaf

Sekitar seminggu yang lalu Riski sakit. Sakitnya memang tidak begitu mengkhawatirkan, hanya flu dan sedikit batuk. Mungkin juga karena beberapa hari sebelumnya sering sekali minum air dingin. Ditambah lagi amandel Riski agak sedikit bengkak di sebelah kiri jadi kalau ada hal-hal yang sedikit saja menyebabkan amandelnya bengkak, maka dengan cepat tubuhnya akan merespon. Kebetulan responnya kemarin tidak ada demam, hanya flu dan batuk saja. Saya pun hanya memberikannya madu dan tidak membawanya ke dokter atau minum obat-obatan kimia. Saya pikir terlalu banyak obat kimia pun tidak begitu baik bagi tubuhnya, jadi hanya saya berikan madu sebagai pengobatan alternatifnya.

Kemudian tiga atau empat hari yang lalu, tiba-tiba Riski ngambek mau minta minum air dingin. Saya sendiri sebenarnya sangat melarang dia untuk minum air langsung dari kulkas, pasalnya saat itu kondisi tubuhnya sedang kurang sehat, jadi saya rasa wajar jika sebagai 'ibu' saya melarangnya. Namun namanya anak kecil, tetap saja ia masih belum mengerti. Dan kalau dipikir-pikir, terkadang saya pun juga agak sedikit 'bandel' saat sakit maunya malah minum air yang dingin-dingin. Mungkin juga bawaan hawa panas dari tubuh yang akhirnya menyebabkan otak memerintahkan diri saya untuk minum air dingin. Mungkin demikian pula yang dialami Riski.

Namun saya tetap kekeuh tidak memberinya air dingin. Saya biarkan dia menangis sementara saya tinggalkan ia untuk mengajar. Saat hendak jalan mengajar, saya melihat ia melirik-lirik saya dalam ketakutannya karena saya marahi. Saya pun menciumnya dan bergegas berangkat mengajar. Saya berangkat selepas Maghrib, dan ketika saya pulang, ia sudah tertidur. Saya pun segera masuk ke kamar tanpa menemaninya tidur karena ia sudah terlelap lebih dulu.

Namun keesokan harinya, di mana hari masih terlalu pagi untuk membuka mata, tiba-tiba Riski mengetuk pintu kamar saya kemudian ia berkata saat saya telah membuka pintu, "Bunda, maafin aku, ya.." Kemudian ia mencium tangan saya. Masya Allah! Betapa bangganya hati ini mendapati seorang anak berusia lima tahun yang segera menyesali kesalahannya dan segera minta maaf saat ia membuka mata di pagi hari. Saya pun segera memeluknya dan menciuminya penuh kasih sayang.

Masya Allah, senang sekali rasanya bisa menjaga, merawat, dan membinanya sampai sedemikian rupa. Dan saya ingat betul, kenapa Riski bisa selalu ingat untuk meminta maaf di kala ia melakukan kesalahan atau bahkan segera meminta maaf saat ia menyadari kesalahan-kesalahannya, karena saya pribadi hampir selalu meminta maaf padanya saat saya melakukan kesalahan-kesalahan padanya, atau pada orang lain, apalagi jika bersalah pada Allah Swt.

Saya selalu mencontohkan langsung padanya bahwa setiap kami melakukan kesalahan pada siapapun, wajiblah kami untuk meminta maaf. Demikian pula saat saya melakukan kesalahan kecil sekalipun pada Riski. Tanpa gengsi saya meminta maaf padanya hingga yang selalu keluar dari mulutnya adalah kata-kata, "Iya, nggak papa kok, Bun."

Demikianlah, akhirnya saya menyadari, bahwa kata-kata seorang guru ngaji pada saya, yang beliau menyampaikan pula dari seorang ulama besar Aa Gym, mengatakan bahwa, jika ingin anak-anak kita menurut pada kita, maka jangan pernah segan-segan kita untuk senantiasa meminta maaf padanya sekecil apapun kesalahan yang kita perbuat padanya. In sya Allah anak akan merasa sangat dihargai dan akan belajar dari setiap sikap yang diteladani oleh orang tuanya.

4 komentar:

masichang mengatakan...

Akhlak yang bagus biasanya terbentuk dari lingkungan yang bagus pula... riski yg cerdas

Elsa mengatakan...

masyaalloooh.... Riski membuatku terharu..

Lidya Fitrian mengatakan...

Jangan malu untuk meminta maaf walaupun dengan anak sendiri ya

Unknown mengatakan...

meminta maaf akan kesalahan yang kita lakukan itu memang suatu keharusan :)