29 Juni 2009

Memandang Masalah dari Sudut P4nd4ng yang Berbeda

Pernah ga sih kita merasa terganggu atau ngerasa ga nyaman gitu sama seseorang yang kesehariannya selalu bersama kita? Yang cerewetlah, yang bikin kesellah, bikin repot, selalu nyusahin, dan beribu-ribu alasan yang membuat kita jadi bete sama mereka. Padahal sejatinya, apa yang mereka lakukan sebenarnya wajar saja. Tapi karena kita sudah kerap kali berinteraksi atau bahkan hidup dengan mereka, jadi sedikit perbuatan mereka yang menurut kita ga wajar, bisa membuat kita kesal atau bete pada mereka.

Tapi pernah ga sih kita berpikir jauh kedepan, bagaimana kalau suatu hari atau suatu saat nanti, mereka yang kita sempat benci atau bete karena kelakuannya yang selalu membuat kita gerah, hilang dari kehidupan kita alias meninggal?? Padahal sejatinya kita menyayangi mereka?

Kenapa hanya karena hal-hal sepele, kita bisa sebegitu kesalnya pada mereka? Kenapa hanya karena orang tua kita ingin tahu kemana saja kita seharian ini, lantas membuat kita kesal dan membentak jawabannya dengan alasan ibu kita cerewet? Kenapa hanya karena kakek kita kurang mendengar, lantas ketika dia berulang-ulang bertanya kepada kita, kita menjawabnya dengan nada tinggi seolah membentaknya dengan alasan kalau kita capek ngomong panjang lebar? Kenapa hanya karena suami kita tidur mendengkur, lalu kita merasa terganggu dan mengeluh dengan dengkurannya? Kenapa hanya karena orang tua kita mengambil secuil makanan yang kita makan tanpa izin, lantas kita mencaci maki mereka bagaikan maling yang merampas harta kita?? Padahal sekali lagi, sejatinya kita menyayangi mereka bukan??

Lalu bagaimana jika datang hari dimana mereka harus kembali pada Sang Maha Pencipta? Apa yang akan kita perbuat? Menyesalkah kita atas apa yang telah kita lakukan pada mereka?

Bukankah sebuah pertanyaan dari orang tua kita akan keingintahuan mereka atas kegiatan kita seharian ini, akan menjadi sebuah pertanyaan yang amat sangat kita rindukan tatkala mereka telah tiada? Bukankah pertanyaan yang berulang-ulang yang dilontarkan kakek kita karena mereka kurang mendengar, akan menjadi sebuah kebiasaan yang amat sangat kita kenangkan tatkala mereka telah menutup mata? Bukankah kita akan sangat teramat rela memberikan apa yang kita makan dan kita punya pada orang tua kita, ketika kita hanya ingin melihat mereka bernafas kembali walau hanya sekejap saja, setelah Allah memutuskan untuk memanggil mereka? Bukankah dengkuran sang suami akan menjadi sebuah suara terindah yang akan menjadi sebuah kenangan pada akhirnya, jika ia telah tiada?? Bukankah semau itu hanya akan menjadi sebuah kenangan pada akhirnya???

Lantas mengapa kita tidak pergunakan waktu-waktu itu untuk mensyukuri semuanya? Meskipun kesal karena selalu ditanya kemana kita seharian ini, meskipun kita bete karena harus selalu mengulang-ulang jawaban pada kakek kita yang kurang mendengar, meskipun kita harus selalu berbagi makanan pada orang tua kita, bersyukurlah!!! Karena paling tidak, mereka masih ada dihadapan kita. Bagaimana kalau sudah tidak ada? Bisakah kita menyuruhnya untuk bangun kembali dari tidur panjangnya? Tidak bisa. Dan semua sudah berlalu...

Intinya, kebanyakan dari kita melihat masalah itu dari sudut pandang yang negatif. Cobalah rubah sudut pandang kita terhadap masalah yang kita hadapi. Niscaya, masalah apapun yang kita hadapi, akan menjadi indah pada akhirnya. Karena masalah itu, akan menjadi sesuatu yang akan kita rindukan, saat si pembuat masalah (menurut kita), telah tiada.

Renungkanlah...


NZ (Sarah)
& Yang masih harus banyak belajar dari kehidupan &

Tidak ada komentar: