Ketika telinga ini mendengar sebuah kisah yang dituturkan oleh seorang ibu yang baru saja pulang dari Cilacap dan Pasuruan untuk meninjau dan mengunjungi pesantren2 disana, hati ini begitu miris dan tersayat. Bagaimana tidak? Saya mendengar, ada beberapa pesantren yang sudah berdiri sejak tahun 1955 sampai sekarang, namun mereka belum mempunyai akta. Uang SPP yang dibayarkan oleh murid2nya pun mungkin tidak sebanding dengan uang yang kita keluarkan saat ini setiap harinya. Bayangkan, mereka cukup membayar Rp 300/hari. Dan guru2 disana hanya digaji berkisar antara Rp 50000 sampai Rp 100000 per bulan. Bisa dibayangkan betapa pengorbanan mereka sangat tulus dan ikhlas. Hanya demi untuk melihat murid2 yang mereka didik dan mereka bina bisa menjadi orang yang sukses di kemudian hari.
Ustadz2 yang ada di pondok pesantren itu sangat tidak bisa dikenali sebgai seorang kiyai besar pendiri pesantren. Pakaian mereka sangat lusuh dan kumal. Kemeja putih yang mereka gunakan seperti sudah tidak layak disebut putih karena warnanya yang memang sudah berubah menjadi kuning kecoklatan. Tapi semangat mereka untuk tetap mengabdi kepada umat, patut kita acungi jempol.
Ibu tadi yang mengunjungi pesantren itu datang dengan seorang temannya. Temannya itu laki-laki. Sebutlah si bapak. Ketika bertemu dengan kiyai besar di pesantren sana, si bapak itu langsung mencium tangannya dengan penuh ta'zhim. walaupun si bapak itu sudah S2, namun rasa hormat yang mendalam terhadap kiyai itu mengalahkan rasa angkuhnya sebagai seorang sarjana yang jaringan silaturahimnya sudah sampai tingkat menteri.
Ibu itu tanpa sadar mengutarakan rasa takjub dan bangganya pada si bapak tadi, kepada saya. Namun tiba-tiba ibu itu mengutarakan rasa kecewanya pada sebuah komunitas yang mungkin dari kita semua para pembaca - termasuk saya - bergabung dengan komunitas ini. Ya, ibu itu mengatakan kalau di tempat tinggalnya di daerah Depok, dia juga akrab sekali dengan para umahat2 dan kader2 dari Partai Keadilan Sejahtera. Namun perkataan beliau yang sangat membuat saya berpikir kembali adalah, beliau mengatakan "seshalih apapun org2 yang ada di PKS, namun saya belum pernah melihat orang2 PKS begitu menghormati orang tua sampai sebegitu ta'zhim nya".
Seperti tersambar petir telinga ini mendengarnya, namun saya hanya bisa tersenyum parau. Hati ini begitu tersentak. Namun saya katakan kepada beliau kalau semua hal itu kembali lagi kepada individunya masing2, dan jangan melihat dari komunitasnya. Ibu itu terus bercerita dan bercerita dan saya hanya mendengarkan lalu sedikit menanggapi kalau ada hal yang bisa saya tanggapi.
Namun di sisi lain di kedalaman hati ini, ada beribu tanya yang begitu menyesakkan dada. Apakah benar orang2 PKS seperti itu? Terkadang memang saya menangkap sebuah kejanggalan dalam langkah kita berda'wah. Kita, yang orang lain kenal adalah sebuah komunitas partai, dimana bila dilihat dari kacamata luar, orang2 tahunya kita menggunakan agama untuk berpolitik. Padahal mungkin kalau kita kaji lebih jauh, sebenarnya tujuan utama kita bukanlah sebuah kedudukan yang bisa melenakan kita, tapi sebuah pemerintahan yang bisa dibangun dengan asas yang baik dari semua segi apapun.
Tapi kembali lagi ke tujuan awal kita, apakah memang kita masih lurus melangkah di jalan da'wah ini? Apakah kita masih ikhlas berjalan di barisan da'wah ini? Apakah niat kita masih jernih untuk melakukan segala aktivitas di jalan da'wah ini? Jawabannya hanya diri kita sendiri yang tahu. Para guru2 dan ustadz2 yang ada di pesantren2 yang terpencil jauh di dalam hutan di sebrang laut sana, mereka tidak pernah memikirkan dunia luar atau jabatan sekalipun. Mereka hanya berpikir, bagaimana membagi ilmu mereka kepada anak2 yang ada di sekitar mereka, sehingga ilmu yang mereka tularkan bisa bermanfaat dengan baik dan bisa menjadi pahala bagi mereka. Mereka begitu ikhlash dan tanpa pamrih mengajarkan, mendidik, dan membina anak2 itu.
Namun kita disini? Bisakah kita seikhlas dan setulus mereka? Sudah berapa banyak kebaikan2 yang kita berikan kepada orang lain yang tanpa pamrih dan ikhlas? Sudah berapa banyak tetangga2 kita yang merasakan kebaikan dari kita? Seberapa bermanfaatnya kita untuk orang2 yang ada disekitar kita? Seberapa sering kita berkumpul dan bersua dengan tetangga2 kita, walaupun hanya sekedar menegurnya jika kita lewat di depan rumah mereka? Seberapa kenal kita pada tetangga2 kita? Ataukah kita hanya sibuk da'wah di luar tanpa sempat melihat kalau di sekitar kita masih banyak yang perlu kita benahi?
Kita mungkin bangga dengan kinerja da'wah kita selama ini. Militansi dan dedikasi kita yang tinggi di jama'ah, serta sibuknya kita mengisi kajian2 kesana kemari, namun pernahkah kita berpikir, bahwa selama ini ternyata kita hanya berda'wah di garis besarnya kehidupan ini saja? Pernah kah kita melirik cabang2 dari kehidupan ini?
Saudaraku di jalan da'wah ini,
Pernah kah kita melirik anak2 jalanan yang sejatinya perlu uluran tangan kita? Anak2 pemulung yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama? Tetangga kita yang kurang mampu yang seharusnya kita dahulu yang menolong mereka. Seberapa seringkah kita meleburkan diri bersama dengan warga lain di sekitar rumah kita? Ataukah mungkin kita hanya mau berbaur dengan teman2 kader kita saja, sehingga menimbulkan statement kalau orang2 PKS adalah orang2 yang sombong? Masya Allah.....
Betapa buruknya diri ini jika kita menyebut diri kita seorang kader da'wah, seorang aktivis da'wah, seorang pejuang keadilan, seorang mujahid, kalau pada kenyataannya kita hanya berda'wah untuk kalangan kita sendiri. Kalau kita hanya mementingkan visi misi kita kedepan tanpa mau melirik ke kanan dan ke kiri kalau ternyata masih banyak ladang2 da'wah di hadapan kita yang sesungguhnya telah kita lewati namun tidak kita sentuh.
Kita terlalu asik berjalan sehingga kita keluar dari jalur da'wah ini. Da'wah bukan hanya milik kader semata. Da'wah juga milik orang2 yang belum paham akan da'wah itu sendiri. Sudah tugas kita memperkenalkan da'wah pada mereka yg belum paham. Masihkan kita melupakan mereka yang ada di dekat kita, hanya karena kita lebih mementingkan tujuan kita di pemerintahan?
Memiliki ambisi untuk menjadi penguasa di negeri ini sangatlah mulia. Terlebih lagi negeri ini memang sangat butuh pemimpin yang bersih, peduli, dan profesional. Tapi jangan sampai tujuan itu membuat kita menyingkirkan tujuan dan esensi kita berada di jalan da'wah ini. Komunitas partai hanyalah sebuah wasilah kita dalam berda'wah, namun da'wah itu sendiri, sejatinya bisa kita lakukan dimana saja dan kapan saja. Seharusnya kita malu pada ibu2 yg setiap pekannya menghadiri majelis ta'lim, karena semangat mereka untuk tetap mengaji masih ada. Mungkin mereka lebih hafal shalawat nabi ketimbang kita. Seharusnya kita juga malu pada ibu2 yg tergabung di yayasan2 Islam. Semangat mereka untuk membangun peradaban umat lebih tinggi ketimbang kita yg bergabung di komunitas ini. Hanya bermodalkan semangat dan kemauan, mereka sambangi gubuk2 para pemulung hanya sekedar untuk memberi mereka ilmu yg tiada batas. Tekad mereka seharusnyalah kita contoh.
Jangan sampai kita sibuk mensosialisasikan partai kita, namun di lini2 terkecil di kehidupan kita, justru kita lupakan. Berda'wah lah dengan seimbang wahai saudara/iku. Ingatlah, orang yang baik di mata Allah bukanlah mereka yang hanya bergabung di sebuah komunitas berasaskan Islam, tapi mereka yang senantiasa dapat menempatkan diri mereka sesuai dengan kondisi dan situasinya, dan dimana ada mereka, maka disitu kebaikan tertanam. Sehingga kelak di kemudian hari, akan ada sebuah benih yang dapat kita semai hasilnya.
Afwan jika ada yang tidak berkenan.
Amin, Amin, Ya Rabbal alamin.
Dari seorang yang masih harus banyak belajar....
NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar